Kupang (ANTARA) - Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) harapkan Kementerian Luar Negeri RI untuk mengagendakan kasus tumpahan minyak di Laut Timor akibat meledaknya kilang Minyak Montara pada 21 Agustus 2009 dalam pertemuan bilateral antara Indonesia dan Thailand saat KTT ASEAN di Jakarta.
"Kami meminta agar pada bulan September hal ini harus diagendakan untuk pembicaraan lebih lanjut untuk menyelesaikan Kasus Tumpahan Minyak Montara dari PTTEP-Bangkok yang melebih 100.000 orang termasuk banyak anak sekolah dan ada yang meninggal dunia, kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni di Kupang, Senin, (4/9/2023).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan perkembangan kasus tumpahan minyak akibat akibat meledaknya kilang minyak Montara di Laut Timor pada 2009 lalu, yang hingga kini dana kompensasinya belum juga berikan kepada para nelayan dan petani rumput laut yang merugi.
Ferdi menceritakan bahwa 22 Juni 2023 the Montara Task Force diundang oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk menghadiri Rapat Koordinasi Persiapan Joint Commission Meeting RI-Thailand,di Bogor.
Dalam rapat tersebut juga YPTB juga menyampaikan beberapa hal terkait dengan penyelesaian kasus tumpahan minyak yang sudah berjalan 14 tahun dan belum juga menemukan penyelesaiannya tersebut.
"Karena itu dalam pertemuan KTT ASEAN di Jakarta antara Indonesia dengan Thailand harus dibicarakan penyelesaian kasus tersebut," ujar dia.
YPTB juga mendesak agar Thailand harus bisa menghadirkan PTTEP di Jakarta dan atau di Kupang untuk membuka pembicaraan bersama masyarakat NTT tentang ganti rugi yang masyarakat minta ini perlu dan harus dirundingkan dan PTTEP harus bertanggung jawab.
Pasalnya PTTEP merupakan perusahaan asal Thailand yang sudah mengebor minyak di wilayah Australia dan menimbulkan kebocoran serta meledak, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.
Untuk diketahui sejak tanggal 21 Agustus 2009 terjadi ledakan sumur gas Montara di Laut Timor perairan Australia yang sangat berdekatan dengan Perairan Indonesia (Jauh lebih dekat jarak nya ke periaran Indonesia dibanding ke perairan Australia).
Perkara ini mulai disidangkan di Pengadilan Federal Australia pada tahun 2016 hanya untuk dua Kabupaten saja yakni bagi petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Rote-Ndao.
Pada tahun 2021 Pengadilan Federal Australia memberikan kemenangan kepada para petani Rumput Laut NTT dan Hakim di Pengadilan Federal Australia dalam putusannya menyatakan bahwa seluruh wilayah NTT terkontaminasi tumpahan minyak Montara.
Baca juga: Petani rumput laut pertanyakan kelanjutan Perpres kasus Montara
Karena itu Hakim menetapkan agar pihak PTTEP untuk merundingkan pembayaran kepada para petani rumput laut NTT berjumlah 15,483 orang.
Baca juga: Luhut bilang pemerintah tegas gugat kasus Montara untuk rakyat NTT
Namun sayangnya PTTEP tidak setuju dengan saran Hakim Federal Australia dan menyatakan Banding. Sehingga 16 September 2022 telah terjadi kesepakatan damai antara PTTEP dan penggugat Petani Rumput Laut di NTT dengan kompensasi pembayaran ganti rugi kerusakan.
"Kami meminta agar pada bulan September hal ini harus diagendakan untuk pembicaraan lebih lanjut untuk menyelesaikan Kasus Tumpahan Minyak Montara dari PTTEP-Bangkok yang melebih 100.000 orang termasuk banyak anak sekolah dan ada yang meninggal dunia, kata Ketua YPTB Ferdi Tanoni di Kupang, Senin, (4/9/2023).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan perkembangan kasus tumpahan minyak akibat akibat meledaknya kilang minyak Montara di Laut Timor pada 2009 lalu, yang hingga kini dana kompensasinya belum juga berikan kepada para nelayan dan petani rumput laut yang merugi.
Ferdi menceritakan bahwa 22 Juni 2023 the Montara Task Force diundang oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk menghadiri Rapat Koordinasi Persiapan Joint Commission Meeting RI-Thailand,di Bogor.
Dalam rapat tersebut juga YPTB juga menyampaikan beberapa hal terkait dengan penyelesaian kasus tumpahan minyak yang sudah berjalan 14 tahun dan belum juga menemukan penyelesaiannya tersebut.
"Karena itu dalam pertemuan KTT ASEAN di Jakarta antara Indonesia dengan Thailand harus dibicarakan penyelesaian kasus tersebut," ujar dia.
YPTB juga mendesak agar Thailand harus bisa menghadirkan PTTEP di Jakarta dan atau di Kupang untuk membuka pembicaraan bersama masyarakat NTT tentang ganti rugi yang masyarakat minta ini perlu dan harus dirundingkan dan PTTEP harus bertanggung jawab.
Pasalnya PTTEP merupakan perusahaan asal Thailand yang sudah mengebor minyak di wilayah Australia dan menimbulkan kebocoran serta meledak, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.
Untuk diketahui sejak tanggal 21 Agustus 2009 terjadi ledakan sumur gas Montara di Laut Timor perairan Australia yang sangat berdekatan dengan Perairan Indonesia (Jauh lebih dekat jarak nya ke periaran Indonesia dibanding ke perairan Australia).
Perkara ini mulai disidangkan di Pengadilan Federal Australia pada tahun 2016 hanya untuk dua Kabupaten saja yakni bagi petani rumput laut di Kabupaten Kupang dan Rote-Ndao.
Pada tahun 2021 Pengadilan Federal Australia memberikan kemenangan kepada para petani Rumput Laut NTT dan Hakim di Pengadilan Federal Australia dalam putusannya menyatakan bahwa seluruh wilayah NTT terkontaminasi tumpahan minyak Montara.
Baca juga: Petani rumput laut pertanyakan kelanjutan Perpres kasus Montara
Karena itu Hakim menetapkan agar pihak PTTEP untuk merundingkan pembayaran kepada para petani rumput laut NTT berjumlah 15,483 orang.
Baca juga: Luhut bilang pemerintah tegas gugat kasus Montara untuk rakyat NTT
Namun sayangnya PTTEP tidak setuju dengan saran Hakim Federal Australia dan menyatakan Banding. Sehingga 16 September 2022 telah terjadi kesepakatan damai antara PTTEP dan penggugat Petani Rumput Laut di NTT dengan kompensasi pembayaran ganti rugi kerusakan.