Kupang (ANTARA) - Analis politik yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan pilihan Demokrat untuk mendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 adalah pilihan untuk melawan indentitasnya sendiri, sebuah ideologi yang mereka perjuangkan selama lima tahun belakangan ini yaitu pro perubahan dan harus ganti rezim.
"Kalau dibaca secara cermat, pilihan Demokrat untuk mendukung Prabowo adalah pilihan untuk melawan identitas Demokrat sendiri. Mengapa? karena Prabowo sudah memaklumatkan dirinya bahkan paling masif mengkampanyekan dirinya sebagai penerus Jokowi," kata Mikhael Bataona di Kupang, Selasa, (19/9/2023) terkait pilihan politik Partai Demokrat.
Menurut dia, identitas Capres Prabowo Subianto sama dengan Ganjar Pranowo. Sama-sama pro program dan kebijakan Jokowi. "Jadi yang dialami Demokrat adalah "duduk di atas bari api". Bara yang sudah terlanjur mereka hidupkan selama ini," katanya.
Dengan kata lain, mereka akan tersiksa dan serba canggung sehingga mendukung Prabowo ini basis argumentasi rasionalnya kurang kuat karena seperti melawan identitas mereka sendiri.
"Ibarat sebuah orkestra politik, yang para pemerannya sedang terkunci hanya pada satu lakon. Mereka tidak bisa berkreasi. Mereka bingung. Karena, Demokrat itu identitasnya ya "pro perubahan", ganti rezim dan anti tesis Jokowi. Bukan "Lanjutkan" dan pro Jokowi," kata Bataona.
Jadi ini berisiko dan berpotensi membingungkan voters. Terutama membingungkan para pemilih setia partai Demokrat.
"Kita bisa menganalisis seperti apa ke depan karena dengan mendukung Prabowo, maka secara otomatis Demokrat harus mendukung visi misi Prabowo yang jelas-jelas pro Jokowi dan melanjutkan semua program Jokowi," katanya.
Apakah AHY dan SBY akan mengkampanyekan itu? Jadi ini beresiko karena dengan mendukung Prabowo, tambah Bataona yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada Fisip Unwira Kupang ini.
Bahkan selama satu tahun terakhir, terutama sejak bulan Oktober tahun 2022 ketika bersama Anis Baswedan di kubu Koalisi Perubahan, AHY sangat terbuka dan berkali-kali terus menyerang kebijakan-kebijakan Jokowi.
Memberi kritik terbuka pada semua kebijakan Jokowi sebagai program yang ugal-ugalan tidak pro rakyat, termasuk pembangunan jalan tol, dan lainnya. SBY juga sama. Dalam banyak kasus, begitu terbuka menyentil rezim Jokowi.
"Inilah yang menurut saya putusan politik ini kurang rasional tapi lebih ke fungsional dan pragmatis. Atau lebih tepatnya disebut sebagai pilihan 'tak ada akar, rotan pun jadi.'
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Baca juga: Puan bilang AHY dan RK sudah tak mungkin dampingi Ganjar
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Baca juga: Demokrat resmi dukung Prabowo
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.
"Kalau dibaca secara cermat, pilihan Demokrat untuk mendukung Prabowo adalah pilihan untuk melawan identitas Demokrat sendiri. Mengapa? karena Prabowo sudah memaklumatkan dirinya bahkan paling masif mengkampanyekan dirinya sebagai penerus Jokowi," kata Mikhael Bataona di Kupang, Selasa, (19/9/2023) terkait pilihan politik Partai Demokrat.
Menurut dia, identitas Capres Prabowo Subianto sama dengan Ganjar Pranowo. Sama-sama pro program dan kebijakan Jokowi. "Jadi yang dialami Demokrat adalah "duduk di atas bari api". Bara yang sudah terlanjur mereka hidupkan selama ini," katanya.
Dengan kata lain, mereka akan tersiksa dan serba canggung sehingga mendukung Prabowo ini basis argumentasi rasionalnya kurang kuat karena seperti melawan identitas mereka sendiri.
"Ibarat sebuah orkestra politik, yang para pemerannya sedang terkunci hanya pada satu lakon. Mereka tidak bisa berkreasi. Mereka bingung. Karena, Demokrat itu identitasnya ya "pro perubahan", ganti rezim dan anti tesis Jokowi. Bukan "Lanjutkan" dan pro Jokowi," kata Bataona.
Jadi ini berisiko dan berpotensi membingungkan voters. Terutama membingungkan para pemilih setia partai Demokrat.
"Kita bisa menganalisis seperti apa ke depan karena dengan mendukung Prabowo, maka secara otomatis Demokrat harus mendukung visi misi Prabowo yang jelas-jelas pro Jokowi dan melanjutkan semua program Jokowi," katanya.
Apakah AHY dan SBY akan mengkampanyekan itu? Jadi ini beresiko karena dengan mendukung Prabowo, tambah Bataona yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada Fisip Unwira Kupang ini.
Bahkan selama satu tahun terakhir, terutama sejak bulan Oktober tahun 2022 ketika bersama Anis Baswedan di kubu Koalisi Perubahan, AHY sangat terbuka dan berkali-kali terus menyerang kebijakan-kebijakan Jokowi.
Memberi kritik terbuka pada semua kebijakan Jokowi sebagai program yang ugal-ugalan tidak pro rakyat, termasuk pembangunan jalan tol, dan lainnya. SBY juga sama. Dalam banyak kasus, begitu terbuka menyentil rezim Jokowi.
"Inilah yang menurut saya putusan politik ini kurang rasional tapi lebih ke fungsional dan pragmatis. Atau lebih tepatnya disebut sebagai pilihan 'tak ada akar, rotan pun jadi.'
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Baca juga: Puan bilang AHY dan RK sudah tak mungkin dampingi Ganjar
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Baca juga: Demokrat resmi dukung Prabowo
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.