Kupang (ANTARA) - Analis politik yang juga pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan duet Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024 tidak mudah diterima oleh publik.
"Duet ini hanya akan menjadi surprice kecil secara politik karena efeknya tidak cukup kuat untuk memastikan kemenangan Prabowo. Prabowo tetap butuh kerja sangat keras untuk menang karena duet ini tidak mudah diterima oleh publik," kata Mikhael Raja Muda Bataona di Kupang, Jumat, (13/10/2023).
Bataona mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan menguatnya dukungan terhadap Gibran Rakabuming untuk mendampingi Prabowo dan peluang memenangi pertarungan pada Pilpres 2024.
Menurut dia, duet Prabowo dan Gibran bisa saja terjadi jika MK mengabulkan uji materi batas usia minimal capres/cawapres.
"Itu normal karena Prabowo menghitung dukungan Jokowi, tetapi duet ini tidak akan menjadi sebuah kejutan besar dalam politik. Variabel Gibran tidak bisa langsung menjadi game changer Pilpres 2024," tuturnya.
Bataona yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada FISIP Unwira itu mengatakan bahwa pasangan ini akan berhadapan dengan rasionalitas publik.
"Mengapa? Karena pemilih saat ini sudah lebih rasional dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya," kata dia.
Dengan masifnya diskursus di ruang-ruang publik yang sudah mengubah sangat banyak ceruk pemilih tradisional menjadi pemilih-pemilih rasional, menurut dia, wacana tentang bahaya politik dinasti, etika politik, dan moralitas sebagai hal yang tidak bisa dinegosiasikan dalam politik, telah menjadi hal yang cukup luas dipahami publik hari ini.
"Maka, penolakan publik itu akan nyata. Resistensi itu akan kuat terjadi yang justru merugikan Prabowo," katanya.
Ia melanjutkan, "Belum lagi isu pengkhianatan terhadap PDI Perjuangan yang justru membuat publik simpatik kepada Ganjar sebagai capres dari partai itu," katanya.
Menurut dia, rumitnya pilihan Prabowo sehingga jika dicermati, Prabowo tetap butuh kerja sangat keras untuk menang dengan atau tanpa Gibran. Pasalnya, secara riil politik, lawan sesungguhnya dari Prabowo adalah Anis Baswedan karena pemilih Anies dan Prabowo itu ada dalam satu ceruk yang sama.
"Jenis pemilih bersama ini yang harus dijaga. Prabowo harus menang dahulu di lingkaran ceruk pemilih ini, baru bisa menang melawan Ganjar," ucapnya.
Baca juga: Pengamat politik: Wacana dua poros di Pilpres 2024 hanya mujizat politik
Artinya, kemenangan Prabowo akan ditentukan oleh variabel Anies, bukan variabel Gibran. Dengan belum bisa dipastikan hanya satu putaran, pilpres ini bisa saja dua putaran. Prabowo harus berhadapan dengan Ganjar maka variabel Anies dan para pendukungnya inilah yang perlu dikalkulasikan oleh Prabowo.
Baca juga: Pengawat nilai bakal Cawapres Ganjar dan Prabowo tentukan posisi AMIN
"Merekalah yang akan menentukan kemenangan Prabowo. Jika Prabowo akhirnya maju dengan Gibran, saya justru membaca bahwa kelompok pendukung Anies yang ultra atau ortodoks bisa saja menolak memilih Prabowo di putaran kedua karena bagi mereka, Gibran adalah anak biologis dan ideologisnya Jokowi.
"Duet ini hanya akan menjadi surprice kecil secara politik karena efeknya tidak cukup kuat untuk memastikan kemenangan Prabowo. Prabowo tetap butuh kerja sangat keras untuk menang karena duet ini tidak mudah diterima oleh publik," kata Mikhael Raja Muda Bataona di Kupang, Jumat, (13/10/2023).
Bataona mengemukakan pandangan itu berkaitan dengan menguatnya dukungan terhadap Gibran Rakabuming untuk mendampingi Prabowo dan peluang memenangi pertarungan pada Pilpres 2024.
Menurut dia, duet Prabowo dan Gibran bisa saja terjadi jika MK mengabulkan uji materi batas usia minimal capres/cawapres.
"Itu normal karena Prabowo menghitung dukungan Jokowi, tetapi duet ini tidak akan menjadi sebuah kejutan besar dalam politik. Variabel Gibran tidak bisa langsung menjadi game changer Pilpres 2024," tuturnya.
Bataona yang juga pengajar Investigatif News dan Jurnalisme Konflik pada FISIP Unwira itu mengatakan bahwa pasangan ini akan berhadapan dengan rasionalitas publik.
"Mengapa? Karena pemilih saat ini sudah lebih rasional dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya," kata dia.
Dengan masifnya diskursus di ruang-ruang publik yang sudah mengubah sangat banyak ceruk pemilih tradisional menjadi pemilih-pemilih rasional, menurut dia, wacana tentang bahaya politik dinasti, etika politik, dan moralitas sebagai hal yang tidak bisa dinegosiasikan dalam politik, telah menjadi hal yang cukup luas dipahami publik hari ini.
"Maka, penolakan publik itu akan nyata. Resistensi itu akan kuat terjadi yang justru merugikan Prabowo," katanya.
Ia melanjutkan, "Belum lagi isu pengkhianatan terhadap PDI Perjuangan yang justru membuat publik simpatik kepada Ganjar sebagai capres dari partai itu," katanya.
Menurut dia, rumitnya pilihan Prabowo sehingga jika dicermati, Prabowo tetap butuh kerja sangat keras untuk menang dengan atau tanpa Gibran. Pasalnya, secara riil politik, lawan sesungguhnya dari Prabowo adalah Anis Baswedan karena pemilih Anies dan Prabowo itu ada dalam satu ceruk yang sama.
"Jenis pemilih bersama ini yang harus dijaga. Prabowo harus menang dahulu di lingkaran ceruk pemilih ini, baru bisa menang melawan Ganjar," ucapnya.
Baca juga: Pengamat politik: Wacana dua poros di Pilpres 2024 hanya mujizat politik
Artinya, kemenangan Prabowo akan ditentukan oleh variabel Anies, bukan variabel Gibran. Dengan belum bisa dipastikan hanya satu putaran, pilpres ini bisa saja dua putaran. Prabowo harus berhadapan dengan Ganjar maka variabel Anies dan para pendukungnya inilah yang perlu dikalkulasikan oleh Prabowo.
Baca juga: Pengawat nilai bakal Cawapres Ganjar dan Prabowo tentukan posisi AMIN
"Merekalah yang akan menentukan kemenangan Prabowo. Jika Prabowo akhirnya maju dengan Gibran, saya justru membaca bahwa kelompok pendukung Anies yang ultra atau ortodoks bisa saja menolak memilih Prabowo di putaran kedua karena bagi mereka, Gibran adalah anak biologis dan ideologisnya Jokowi.