Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Harian Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri La Ode Ahmad Pidana Bolombo mengatakan program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD) merupakan sebuah terobosan untuk desa.
Ia menjelaskan pentingnya menggunakan tindakan preemtif dan promotif di setiap jenjang pelaksanaan P3PD. Tindakan ini penting dilakukan sebelum masuk pada proses litigasi maupun nonlitigasi.
"Deteksi dulu apa yang akan terjadi. Pada perencanaan potensinya apa, pelaksanaan apa potensinya, pertanggungjawaban, output, outcome, tidak langsung bicara pada delik. Kita gali dulu potensi-potensi deviasi di dalamnya," kata La Ode dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, (3/11/2023).
Menurutnya, dengan menggali potensi-potensi deviasi di dalam setiap jenjang pelaksanaan itu, Ditjen Bina Pemdes akan dapat memprediksi jenis-jenis pengaduan dari masyarakat.
"Jadi, kami akan tahu resepnya apa, obatnya apa. Apakah obat generik, apakah obat paten, ataukah obat apa," ujarnya.
Sementara itu, Kabag Perencanaan Bina Pemdes Simon Makarios Aruan menambahkan dalam upaya pemerataan pembangunan, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana desa sekitar Rp538,65 triliun sejak 2015 hingga 2023.
Alokasi dana desa yang terus meningkat itu menuntut kesiapan aparatur pemerintah dan kelembagaan desa untuk mengelola dengan baik, cermat, tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, pada kenyataannya, masih banyak desa-desa kurang memiliki kemampuan mengelola dan memanfaatkan dana desa secara optimal, dalam bentuk belanja desa.
"Bahkan di beberapa desa menimbulkan permasalahan hukum, baik yang melibatkan aparat desa, aparat pemerintah sebagai pembina desa, maupun dari kalangan masyarakat," jelas Simon.
Program ini kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, serta dilaksanakan oleh Kemendagri, Kemenkeu, Kemenko PMK, Bappenas, dan Kemendes.
Baca juga: Kemendagri jelaskan sanksi bagi ASN tak netral jelang pemilu
Baca juga: Kemendagri beri penghargaan 24 desa termasuk Desa Blang Merang di Alor
Ia menjelaskan pentingnya menggunakan tindakan preemtif dan promotif di setiap jenjang pelaksanaan P3PD. Tindakan ini penting dilakukan sebelum masuk pada proses litigasi maupun nonlitigasi.
"Deteksi dulu apa yang akan terjadi. Pada perencanaan potensinya apa, pelaksanaan apa potensinya, pertanggungjawaban, output, outcome, tidak langsung bicara pada delik. Kita gali dulu potensi-potensi deviasi di dalamnya," kata La Ode dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, (3/11/2023).
Menurutnya, dengan menggali potensi-potensi deviasi di dalam setiap jenjang pelaksanaan itu, Ditjen Bina Pemdes akan dapat memprediksi jenis-jenis pengaduan dari masyarakat.
"Jadi, kami akan tahu resepnya apa, obatnya apa. Apakah obat generik, apakah obat paten, ataukah obat apa," ujarnya.
Sementara itu, Kabag Perencanaan Bina Pemdes Simon Makarios Aruan menambahkan dalam upaya pemerataan pembangunan, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana desa sekitar Rp538,65 triliun sejak 2015 hingga 2023.
Alokasi dana desa yang terus meningkat itu menuntut kesiapan aparatur pemerintah dan kelembagaan desa untuk mengelola dengan baik, cermat, tertib dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, pada kenyataannya, masih banyak desa-desa kurang memiliki kemampuan mengelola dan memanfaatkan dana desa secara optimal, dalam bentuk belanja desa.
"Bahkan di beberapa desa menimbulkan permasalahan hukum, baik yang melibatkan aparat desa, aparat pemerintah sebagai pembina desa, maupun dari kalangan masyarakat," jelas Simon.
Program ini kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, serta dilaksanakan oleh Kemendagri, Kemenkeu, Kemenko PMK, Bappenas, dan Kemendes.
Baca juga: Kemendagri jelaskan sanksi bagi ASN tak netral jelang pemilu
Baca juga: Kemendagri beri penghargaan 24 desa termasuk Desa Blang Merang di Alor