Kupang (ANTARA) - Team Hukum Merah Putih menekankan kepada masyarakat bila ada dugaan kecurangan Pilpres - Pemilu maka bisa mengakukannya ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kedua institusi itu merupakan ranah hukum apabila dipandang ada dugaan kecurangan Pilpres atau Pemilu," kata Ketua Team Hukum Merah Putih C Suhadi SH MH, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Dugaan kecurangan itu imbuhnya, terkait bukti di C-1 atau kertas suara. Saat ini Pemilu masih berproses, belum selesai, jadi belum bisa dikatakan curang.
"Kan ada contohnya TPS di sebuah daerah yang terjadi kesalahan, dan sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu dan KPUD untuk dilakukan pemilihan ulang, hasilnya 02 tetap menang di pemilihan ulang tersebut," ungkap Suhadi.
Jadi menurutnya, isu kecurangan itu hanya wacana, buktinya tidak ada. Padahal terkait kecurangan itu harus ada bukti.
"Jadi sekali lagi, wacana lain seperti misalnya hak angket itu belum masanya, angket itu terkait penyelidikan, Pemilu saja masih proses, KPU masih bekerja dan belum mengumumkan hasil real count, apanya yang mau diselidiki," paparnya.
Ia menegaskan, bila ada bukti kecurangan terstruktur, sistematis dan masif, silahkan ajukan ke MK, dan tidak hanya wacana.
“Hak angket itu memang ada dalam undang-undang, tapi penggunaannya harus prosedural, yaitu upaya hukum harus dilakukan berupa pengajuan ke MK dan dari itu di temukan suatu hal yang perlu penyelidikan," kata Suhadi.
Baca juga: KPU terima surat PDIP terkait audit forensik digital Sirekap
Baca juga: THN AMIN dan TPN Ganjar-Mahfud berkomitmen melaporkan dugaan kecurangan pemilu 2024
Baca juga: Artikel - Menjaga optimisme pasar modal di tengah dinamika pascapemilu
"Kedua institusi itu merupakan ranah hukum apabila dipandang ada dugaan kecurangan Pilpres atau Pemilu," kata Ketua Team Hukum Merah Putih C Suhadi SH MH, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Dugaan kecurangan itu imbuhnya, terkait bukti di C-1 atau kertas suara. Saat ini Pemilu masih berproses, belum selesai, jadi belum bisa dikatakan curang.
"Kan ada contohnya TPS di sebuah daerah yang terjadi kesalahan, dan sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu dan KPUD untuk dilakukan pemilihan ulang, hasilnya 02 tetap menang di pemilihan ulang tersebut," ungkap Suhadi.
Jadi menurutnya, isu kecurangan itu hanya wacana, buktinya tidak ada. Padahal terkait kecurangan itu harus ada bukti.
"Jadi sekali lagi, wacana lain seperti misalnya hak angket itu belum masanya, angket itu terkait penyelidikan, Pemilu saja masih proses, KPU masih bekerja dan belum mengumumkan hasil real count, apanya yang mau diselidiki," paparnya.
Ia menegaskan, bila ada bukti kecurangan terstruktur, sistematis dan masif, silahkan ajukan ke MK, dan tidak hanya wacana.
“Hak angket itu memang ada dalam undang-undang, tapi penggunaannya harus prosedural, yaitu upaya hukum harus dilakukan berupa pengajuan ke MK dan dari itu di temukan suatu hal yang perlu penyelidikan," kata Suhadi.
Baca juga: KPU terima surat PDIP terkait audit forensik digital Sirekap
Baca juga: THN AMIN dan TPN Ganjar-Mahfud berkomitmen melaporkan dugaan kecurangan pemilu 2024
Baca juga: Artikel - Menjaga optimisme pasar modal di tengah dinamika pascapemilu