Jakarta (ANTARA) - Pimpinan KPK Periode 2015-2019 Irjen Pol (Purn) Basaria Panjaitan menilai tidak ada yang salah dalam pertemuan antara Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto
Basaria juga mengaku heran dengan pihak yang mempermasalahkan soal pertemuan yang dilakukan dalam rangka tugas penerimaan laporan.
"Padahal pertemuan tersebut dilakukan dalam konteks pelaporan Pengaduan Masyarakat, dilakukan secara terbuka, bersama staf, serta dengan sepengetahuan dan izin pimpinan lainnya," kata Basaria dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, (19/10).
Menurutnya saat pertemuan tersebut terjadi ED bukan pihak yang berperkara. KPK pada saat itu baru pada tahap melakukan pemeriksaan LHKPN milik Eko Darmanto.
"Sekali lagi, pemeriksaan LHKPN adalah pelaksanaan tugas di pencegahan, bukan penindakan," ujarnya.
Lebih lanjut Basaria mengatakan pimpinan suatu lembaga/institusi publik, menerima kunjungan, audiensi, konsultasi, dan diskusi kerja sama lainnya adalah keniscayaan. Mulai dari pejabat negara/publik, kepala daerah, CSO, akademisi, tokoh masyarakat, jurnalis, mahasiswa/pelajar dan berbagai unsur masyarakat lainnya adalah pemangku kepentingan lembaga yang jamak berkunjung dan bertemu dengan pimpinan sebuah institusi.
Pimpinan KPK tidak tabu untuk menerima kunjungan dari berbagai kalangan dengan beragam tujuan, karena KPK memang pada prinsipnya terbuka dengan berbagai masukan, saran, ataupun pengaduan dari masyarakat.
"Seingat saya selama menjabat sebagai Pimpinan KPK Periode 2015 – 2019, bersama Pak Alex juga, ada beberapa hal yang dijunjung tinggi oleh KPK dan disepakati antarpimpinan dalam menerima kunjungan, yaitu: dilaksanakan di ruang rapat, didampingi oleh pejabat struktural/staf, dilakukan saat jam kerja, serta diinformasikan kepada pimpinan lain," ujarnya.
Hal ini diprasyaratkan di KPK untuk memitigasi risiko terjadinya komunikasi yang mengarah kepada perkara-perkara korupsi yang sedang ditangani KPK. Misalnya, ‘jangan diusut perkara yang ini’; ‘tolong jangan dinaikkan ke penyidikan perkara itu’; ‘kalau bisa tuntutannya jangan berat-berat’; atau bahkan mengarah kepada imbalan-imbalan tertentu yang ditawarkan kepada pimpinan.
Menurutnya hal seperti di atas sangat mungkin terjadi, karena keputusan setiap tahap perkara korupsi di KPK diputuskan secara kolektif kolegial oleh pimpinan, dengan mempertimbangkan saran dan masukan dari unit dan tim terkait.
Oleh karena itu kesepakatan agar kunjungan diterima di kantor, saat jam kerja, didampingi pejabat struktural/staf, dan dilakukan di ruang rapat, tujuannya sebagai mitigasi risiko secara berlapis di KPK.
"Bahkan saya ingat waktu dulu saya menjadi Pimpinan KPK, ada tim di sekretariat Pimpinan yang menelaah dan mencari tahu informasi dan latar belakang pihak yang akan berkunjung atau beraudiensi (background check) sebelum diterima oleh Pimpinan untuk memastikan clear and clean alias tidak ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," tuturnya
Dari informasi yang tersebar di media, kata Basaria, penjelasan Alex membuatnya merasa tenang sekaligus salut, karena di akhir dua periode masa jabatannya, Alex masih memegang teguh dan menjunjung tinggi aturan-aturan yang menjadi prasyarat tak tertulis saat Pimpinan KPK menerima kunjungan.
"Pak Eko Darmanto diterima di ruang rapat Pimpinan, sebuah ruang rapat yang letaknya di lantai 15 Gedung Merah Putih KPK. Ruang ini terpisah dari ruang kerja Pimpinan, sehingga siapapun pegawai yang sedang melintas atau ada keperluan di lantai 15 bisa melihat pimpinan sedang rapat atau menerima kunjungan dari siapa. Apalagi sebagian pintunya transparan dari kaca," kata Basaria.
Lain halnya jika kunjungan diterima di ruang kerja Pimpinan, karena ruang kerja Pimpinan yang merupakan restricted area sifatnya lebih privat dan tertutup.
Basaria juga kemudian mempertanyakan mengenai apa yang dilanggar dalam pertemuan tersebut sehingga Polda Metro Jaya harus memeriksa Pak Alex dan beberapa pegawai KPK.
"Kalaupun toh akhirnya Pak ED tersebut berperkara di KPK, bukankah saat bertemu dengan Pak Alex, yang bersangkutan belum ada perkaranya di KPK? Pak ED baru mulai dipanggil untuk klarifikasi LHKPN pada ranah fungsi pencegahan KPK. Apakah kemudian pertemuan Pak Alex dan Pak ED ini, oleh Polda Metro Jaya dianggap suatu tindak pidana?" ujarnya.
Dia juga mengingatkan saat ini KPK sudah mempunyai organ Dewan Pengawas (Dewas) yang salah satu fungsinya adalah untuk mengatur dan menegakkan kode etik insan KPK termasuk Pimpinannya.
Oleh karena itu, seyogyanya Polda Metro Jaya menunggu hasil pemeriksaan Dewas terkait dengan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Pak Alex berikut dengan sanksinya, baru kemudian jika Dewas menilai pertemuan tersebut melanggar etik dan memenuhi unsur pidana maka bisa ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Itupun tidak harus oleh Kepolisian, bisa juga oleh Kejaksaan.
Baca juga: Polisi periksa 19 saksi terkait pertemuan Alex Marwata dengan Eko Darmanto
Baca juga: MAKI laporkan Firli ke Dewas KPK terkait sewa rumah
Basaria juga mengaku heran dengan pihak yang mempermasalahkan soal pertemuan yang dilakukan dalam rangka tugas penerimaan laporan.
"Padahal pertemuan tersebut dilakukan dalam konteks pelaporan Pengaduan Masyarakat, dilakukan secara terbuka, bersama staf, serta dengan sepengetahuan dan izin pimpinan lainnya," kata Basaria dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, (19/10).
Menurutnya saat pertemuan tersebut terjadi ED bukan pihak yang berperkara. KPK pada saat itu baru pada tahap melakukan pemeriksaan LHKPN milik Eko Darmanto.
"Sekali lagi, pemeriksaan LHKPN adalah pelaksanaan tugas di pencegahan, bukan penindakan," ujarnya.
Lebih lanjut Basaria mengatakan pimpinan suatu lembaga/institusi publik, menerima kunjungan, audiensi, konsultasi, dan diskusi kerja sama lainnya adalah keniscayaan. Mulai dari pejabat negara/publik, kepala daerah, CSO, akademisi, tokoh masyarakat, jurnalis, mahasiswa/pelajar dan berbagai unsur masyarakat lainnya adalah pemangku kepentingan lembaga yang jamak berkunjung dan bertemu dengan pimpinan sebuah institusi.
Pimpinan KPK tidak tabu untuk menerima kunjungan dari berbagai kalangan dengan beragam tujuan, karena KPK memang pada prinsipnya terbuka dengan berbagai masukan, saran, ataupun pengaduan dari masyarakat.
"Seingat saya selama menjabat sebagai Pimpinan KPK Periode 2015 – 2019, bersama Pak Alex juga, ada beberapa hal yang dijunjung tinggi oleh KPK dan disepakati antarpimpinan dalam menerima kunjungan, yaitu: dilaksanakan di ruang rapat, didampingi oleh pejabat struktural/staf, dilakukan saat jam kerja, serta diinformasikan kepada pimpinan lain," ujarnya.
Hal ini diprasyaratkan di KPK untuk memitigasi risiko terjadinya komunikasi yang mengarah kepada perkara-perkara korupsi yang sedang ditangani KPK. Misalnya, ‘jangan diusut perkara yang ini’; ‘tolong jangan dinaikkan ke penyidikan perkara itu’; ‘kalau bisa tuntutannya jangan berat-berat’; atau bahkan mengarah kepada imbalan-imbalan tertentu yang ditawarkan kepada pimpinan.
Menurutnya hal seperti di atas sangat mungkin terjadi, karena keputusan setiap tahap perkara korupsi di KPK diputuskan secara kolektif kolegial oleh pimpinan, dengan mempertimbangkan saran dan masukan dari unit dan tim terkait.
Oleh karena itu kesepakatan agar kunjungan diterima di kantor, saat jam kerja, didampingi pejabat struktural/staf, dan dilakukan di ruang rapat, tujuannya sebagai mitigasi risiko secara berlapis di KPK.
"Bahkan saya ingat waktu dulu saya menjadi Pimpinan KPK, ada tim di sekretariat Pimpinan yang menelaah dan mencari tahu informasi dan latar belakang pihak yang akan berkunjung atau beraudiensi (background check) sebelum diterima oleh Pimpinan untuk memastikan clear and clean alias tidak ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," tuturnya
Dari informasi yang tersebar di media, kata Basaria, penjelasan Alex membuatnya merasa tenang sekaligus salut, karena di akhir dua periode masa jabatannya, Alex masih memegang teguh dan menjunjung tinggi aturan-aturan yang menjadi prasyarat tak tertulis saat Pimpinan KPK menerima kunjungan.
"Pak Eko Darmanto diterima di ruang rapat Pimpinan, sebuah ruang rapat yang letaknya di lantai 15 Gedung Merah Putih KPK. Ruang ini terpisah dari ruang kerja Pimpinan, sehingga siapapun pegawai yang sedang melintas atau ada keperluan di lantai 15 bisa melihat pimpinan sedang rapat atau menerima kunjungan dari siapa. Apalagi sebagian pintunya transparan dari kaca," kata Basaria.
Lain halnya jika kunjungan diterima di ruang kerja Pimpinan, karena ruang kerja Pimpinan yang merupakan restricted area sifatnya lebih privat dan tertutup.
Basaria juga kemudian mempertanyakan mengenai apa yang dilanggar dalam pertemuan tersebut sehingga Polda Metro Jaya harus memeriksa Pak Alex dan beberapa pegawai KPK.
"Kalaupun toh akhirnya Pak ED tersebut berperkara di KPK, bukankah saat bertemu dengan Pak Alex, yang bersangkutan belum ada perkaranya di KPK? Pak ED baru mulai dipanggil untuk klarifikasi LHKPN pada ranah fungsi pencegahan KPK. Apakah kemudian pertemuan Pak Alex dan Pak ED ini, oleh Polda Metro Jaya dianggap suatu tindak pidana?" ujarnya.
Dia juga mengingatkan saat ini KPK sudah mempunyai organ Dewan Pengawas (Dewas) yang salah satu fungsinya adalah untuk mengatur dan menegakkan kode etik insan KPK termasuk Pimpinannya.
Oleh karena itu, seyogyanya Polda Metro Jaya menunggu hasil pemeriksaan Dewas terkait dengan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Pak Alex berikut dengan sanksinya, baru kemudian jika Dewas menilai pertemuan tersebut melanggar etik dan memenuhi unsur pidana maka bisa ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Itupun tidak harus oleh Kepolisian, bisa juga oleh Kejaksaan.
Baca juga: Polisi periksa 19 saksi terkait pertemuan Alex Marwata dengan Eko Darmanto
Baca juga: MAKI laporkan Firli ke Dewas KPK terkait sewa rumah