Kupang (ANTARA) - Tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Nusa Tenggara Timur melaporkan bahwa selama satu bulan terakhir berhasil mengungkap empat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan korban warga NTT.
“Untuk wilayah Polda NTT, sejak 20 Oktober hingga 20 November 2024, kami telah mengungkap empat kasus TPPO, yakni satu kasus di Polres Sikka, satu kasus di Polres Ende dan dua kasus di Polda NTT,” kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy di Kupang, Jumat, (22/11).
Hal ini disampaikan saat menggelar jumpa pers kasus pengungkapan TPPO di wilayah Nusa Tenggara Timur usai video konferensi pengungkapan kasus TPPO secara nasional oleh Badan Reserse Kriminal Polri.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Pol. Patar M.H. Silalahi saat konferensi pers tersebut mengatakan bahwa untuk wilayah Polda NTT terdapat lima tersangka yang ditangkap dengan jaringan yang berbeda-beda.
Polisi berhasil mengungkap jaringan pertama yakni jaringan Taiwan di mana terdapat empat tersangka. Salah satu tersangka berinisial VN ditangkap di Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali ketika hendak menerbangkan dua korban calon tenaga kerja asal NTT ke Taiwan.
Tiga tersangka lainnya ditangkap di Jawa Timur terdiri dari RB, DWB dan BA. Ketiganya merupakan komplotan dari tersangka VN yang ditangkap di bandara Bali.
Modus operandi dan peran tersangka, menurut Kombes Pol. Patar Silalahi, adalah para tersangka menawarkan program magang ilegal ke Taiwan melalui grup WhatsApp bernama "Cusia Education Center."
Para korban diarahkan untuk mengajukan visa secara daring tanpa pelatihan bahasa, pengenalan budaya, atau kontrak kerja resmi.
Keempat tersangka itu juga, ujar Patar, memiliki peran yang berbeda-beda seperti VN sebagai pelaksana teknis perekrutan, pemberangkatan, dan pengurusan dokumen. RB merupakan komisaris utama PT Mapan Jaya Sentosa yang menyediakan fasilitas operasional.
Kemudian DWB sebagai pemalsu dokumen dan pengelola grup WhatsApp untuk mengkoordinasi perekrutan dan BA sebagai pemalsu tanda tangan korban untuk pengajuan visa secara daring.
“Para tersangka telah mengirimkan sekitar 100 orang ke Taiwan sepanjang tahun 2024, dengan keuntungan sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta per korban,” jelas Kombes Pol. Patar.
Baca juga: Komnas HAM nilai penanganan TPPO di NTT belum maksimal
Sementara itu satu tersangka lagi yang ditangkap adalah jaringan Entikong yang ditangkap di wilayah hukum Polda NTT pada Oktober 2024.
“Proses penyelidikan masih terus berlanjut, karena ada kemungkinan ada pemain besar di belakangnya,” ujar dia.
Baca juga: Polda NTT tangkap tiga pelaku TPPO ke Taiwan
“Untuk wilayah Polda NTT, sejak 20 Oktober hingga 20 November 2024, kami telah mengungkap empat kasus TPPO, yakni satu kasus di Polres Sikka, satu kasus di Polres Ende dan dua kasus di Polda NTT,” kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy di Kupang, Jumat, (22/11).
Hal ini disampaikan saat menggelar jumpa pers kasus pengungkapan TPPO di wilayah Nusa Tenggara Timur usai video konferensi pengungkapan kasus TPPO secara nasional oleh Badan Reserse Kriminal Polri.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Pol. Patar M.H. Silalahi saat konferensi pers tersebut mengatakan bahwa untuk wilayah Polda NTT terdapat lima tersangka yang ditangkap dengan jaringan yang berbeda-beda.
Polisi berhasil mengungkap jaringan pertama yakni jaringan Taiwan di mana terdapat empat tersangka. Salah satu tersangka berinisial VN ditangkap di Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali ketika hendak menerbangkan dua korban calon tenaga kerja asal NTT ke Taiwan.
Tiga tersangka lainnya ditangkap di Jawa Timur terdiri dari RB, DWB dan BA. Ketiganya merupakan komplotan dari tersangka VN yang ditangkap di bandara Bali.
Modus operandi dan peran tersangka, menurut Kombes Pol. Patar Silalahi, adalah para tersangka menawarkan program magang ilegal ke Taiwan melalui grup WhatsApp bernama "Cusia Education Center."
Para korban diarahkan untuk mengajukan visa secara daring tanpa pelatihan bahasa, pengenalan budaya, atau kontrak kerja resmi.
Keempat tersangka itu juga, ujar Patar, memiliki peran yang berbeda-beda seperti VN sebagai pelaksana teknis perekrutan, pemberangkatan, dan pengurusan dokumen. RB merupakan komisaris utama PT Mapan Jaya Sentosa yang menyediakan fasilitas operasional.
Kemudian DWB sebagai pemalsu dokumen dan pengelola grup WhatsApp untuk mengkoordinasi perekrutan dan BA sebagai pemalsu tanda tangan korban untuk pengajuan visa secara daring.
“Para tersangka telah mengirimkan sekitar 100 orang ke Taiwan sepanjang tahun 2024, dengan keuntungan sebesar Rp10 juta hingga Rp15 juta per korban,” jelas Kombes Pol. Patar.
Baca juga: Komnas HAM nilai penanganan TPPO di NTT belum maksimal
Sementara itu satu tersangka lagi yang ditangkap adalah jaringan Entikong yang ditangkap di wilayah hukum Polda NTT pada Oktober 2024.
“Proses penyelidikan masih terus berlanjut, karena ada kemungkinan ada pemain besar di belakangnya,” ujar dia.
Baca juga: Polda NTT tangkap tiga pelaku TPPO ke Taiwan