Kupang (Antara NTT) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang berpendapat, sehebat apapun sistem pemilu yang dianut bangsa ini, tidak akan mengubah perilaku politik para politisi.
"Bagi saya, apapun sistem pemilunya, jika budaya politik kita masih tidak beradab, maka sehebat apapun sistem tidak akan mengubah perilaku politik para politisi kita," kata Ahmad Atang kepada Antara, di Kupang, Sabtu.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan wacana perubahan sistem pemilu dalam rancangan undang-undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas pemerintah dan DPR.
Partai Golkar mengusulkan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2019 karena melihat maraknya politik uang dalam pemilu-pemilu sebelumnya, kata anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian
"Merebaknya politik uang karena dengan sistem suara terbuka berdasarkan suara terbanyak, orang berusaha meraih simpati. Salah satu caranya dengan memberikan uang atau berupa barang untuk membuat masyarakat memilih secara langsung," kata Hetifah di Jakarta, Rabu (18/1).
Menurut Ahmad Atang, hal yang paling dibutuhkan rakyat saat ini adalah bukan merubah sistem tapi merubah mental politisi yang tidak berbudaya menjadi politisi yang berbudaya dalam memperoleh kekuasaan.
"Semangat Golkar untuk merubah sistem pemilu menurut dia tidak terlalu penting, namun yang lebih penting adalah apabila Golkar mampu merubah mental kadernya dari pusat hingga daerah dalam membangun budaya politik yang beradab," katanya.
Golkar jangan lempar batu sembunyi tangan karena praktik politik uang juga dilakukan oleh golkar. Karena itu, yang mesti didorong adalah membangun budaya politik yang beradab bukan merubah sistem pemilu.
Kecuali distrik
Dia menambahkan, tidak ada satu sistem pemilu yang dipilih benar-benar sempurna. Setiap sistem yang dianut selalu punya kelebihan dan kelemahan dalam praktiknya.
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, Indonesia telah mempraktikan sistem proporsional, baik proporsional setengah tertutup, proporsional tertutup penuh maupun setengah proporsional ter buka dan proporsional terbuka.
Kecuali sistem distrik yang belum kita praktikan dalam pemilu bangsa ini. Pemilu 2009 dan 2014 kita menganut sistem proporsional terbuka sebagai pengganti sistem proporsional tertutup yang dipraktikan pada pemilu sebelumnya.
"Ketika Golkar mengusulkan agar pemilu 2019 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, maka ini menurut saya menggambar bahwa kita belum matang dalam menganut salah satu sistem sebagai instrumen dalam membangun demokrasi," katanya.
Partai selalu berkeinginan untuk melakukan gonta-ganti sistem seperti yang diusul oleh partai golkar, katanya.
RUU Pemilu yang disusun Pemerintah sudah diterima DPR RI, sedangkan daftar inventarisasi masyarakah (DIM) yang diusulkan oleh masing-masing fraksi di DPR RI masih dikumpulkan oleh Pansus Pemilu.
"Bagi saya, apapun sistem pemilunya, jika budaya politik kita masih tidak beradab, maka sehebat apapun sistem tidak akan mengubah perilaku politik para politisi kita," kata Ahmad Atang kepada Antara, di Kupang, Sabtu.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan wacana perubahan sistem pemilu dalam rancangan undang-undang (RUU) Pemilu yang akan dibahas pemerintah dan DPR.
Partai Golkar mengusulkan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2019 karena melihat maraknya politik uang dalam pemilu-pemilu sebelumnya, kata anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian
"Merebaknya politik uang karena dengan sistem suara terbuka berdasarkan suara terbanyak, orang berusaha meraih simpati. Salah satu caranya dengan memberikan uang atau berupa barang untuk membuat masyarakat memilih secara langsung," kata Hetifah di Jakarta, Rabu (18/1).
Menurut Ahmad Atang, hal yang paling dibutuhkan rakyat saat ini adalah bukan merubah sistem tapi merubah mental politisi yang tidak berbudaya menjadi politisi yang berbudaya dalam memperoleh kekuasaan.
"Semangat Golkar untuk merubah sistem pemilu menurut dia tidak terlalu penting, namun yang lebih penting adalah apabila Golkar mampu merubah mental kadernya dari pusat hingga daerah dalam membangun budaya politik yang beradab," katanya.
Golkar jangan lempar batu sembunyi tangan karena praktik politik uang juga dilakukan oleh golkar. Karena itu, yang mesti didorong adalah membangun budaya politik yang beradab bukan merubah sistem pemilu.
Kecuali distrik
Dia menambahkan, tidak ada satu sistem pemilu yang dipilih benar-benar sempurna. Setiap sistem yang dianut selalu punya kelebihan dan kelemahan dalam praktiknya.
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, Indonesia telah mempraktikan sistem proporsional, baik proporsional setengah tertutup, proporsional tertutup penuh maupun setengah proporsional ter buka dan proporsional terbuka.
Kecuali sistem distrik yang belum kita praktikan dalam pemilu bangsa ini. Pemilu 2009 dan 2014 kita menganut sistem proporsional terbuka sebagai pengganti sistem proporsional tertutup yang dipraktikan pada pemilu sebelumnya.
"Ketika Golkar mengusulkan agar pemilu 2019 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup, maka ini menurut saya menggambar bahwa kita belum matang dalam menganut salah satu sistem sebagai instrumen dalam membangun demokrasi," katanya.
Partai selalu berkeinginan untuk melakukan gonta-ganti sistem seperti yang diusul oleh partai golkar, katanya.
RUU Pemilu yang disusun Pemerintah sudah diterima DPR RI, sedangkan daftar inventarisasi masyarakah (DIM) yang diusulkan oleh masing-masing fraksi di DPR RI masih dikumpulkan oleh Pansus Pemilu.