Kupang (ANTARA) - Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang menetapkan tiga orang nelayan asal Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur sebagai tersangka dalam kasus penangkapan ikan dengan menggunakan bom.

"Mereka adalah PB, YET, dan YST yang tertangkap tangan saat melakukan pengeboman ikan di perairan Tanjung Lelan, Kabupaten Kupang, Sabtu (23/3)," kata Kepala Stasiun PSDKP Kupang Mubarak kepada Antara di Kupang, Senin (25/3).

Ketiga nelayan tersebut ditangkap oleh para petugas pengawasan perairan dari PSDKP Kupang saat melakukan patroli di sekitar periaran Tanjung Lelan, Kabupaten Kupang dengan Kapal Patroli Napoleon-054.

Mubarak menjelaskan, mereka ditangkap karena membawa alat tangkap gill net dandan monofilamen yang diduga kuat untuk membom ikan saat melakukan pencarian di wilayah perairan sekitarnya.

Dalam pemeriksaan, lanjutnya, ditemukan sejumlah ikan seperti hiu, ketamba, ikan kakak tua, serta ikan teri sebanyak satu kantong jaring dengan ciri-ciri mata pecah, dan badan memar.

"Setelah ikan dibedah, ditemukan bercak darah yang diduga terkena serangan bom. Petugas juga sempat menyelam mencari barang bukti lain tapi tidak ditemukan," katanya.

Menurutnya, hasil interogasi awal mendapati pengakuan dua orang nelayan bahwa mereka menggunakan bom ikan yang dikemas dalam bentuk botol kratingdaeng dan dilempar sendiri oleh juragan kapal atas nama Princes asal Desa Tablolong, Kecamatan Kupang Barat.

Para pelaku terbukti melanggar Pasal 84 Ayat 1 dan 2 Junto Pasal 85 Undang-Undang 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004.

Mubarak menambahkan, ketiga nelayan tersebut saat ini dititip sementara di rumah tahanan Direktoral Polair Polda NTT, untuk mencegah agar tidak melarikan diri selama proses penyidikan dilakukan oleh Penyidik Stasiun PSDKP Kupang.

Baca juga: Tak ada lagi pengeboman ikan di Flores Timur
Baca juga: HNSI Minta Polisi Berantas Pengeboman Ikan

 

Pewarta : Aloysius Lewokeda
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024