Kupang (Antara NTT) - Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr David Benyamin William Pandie menilai kekalahan petahana dalam Pilkada serentak 2017, karena menggunakan strategi pemenangan dari atas ke bawah "top down".
"Faktor lain adalah petahana tidak mendapat dukungan bulat dari birokrasi, yang memilik pengaruh masih signifikan dibanding partai politik," kata Pandie kepada Antara di Kupang, Senin.
Mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Undana Kupang mengemukakan hal tersebut ketika ditanya soal penyebab kekalahan petahana di Flores Timur dan Kota Kupang dalam mempertahankan posisi pada pemungutan suara Pilkada serentak 15 Februari 2017 lalu.
Menurut Pandie, faktor lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan petahana kalah adalah rakyat menginginkan figur baru yang lebih baik dari penguasa saat ini.
"Jadi saya berpendapat bahwa kekalahan petahana itu lebih disebabkan karena strategi pemenangan mengunakan pola top down," kata mantan Pembantu Rektor Undana Bidang Akademik itu.
Menurut dia, petahana lebih mengandalkan mesin partai, padahal partai politik bukan partai massa.
Jadi sesungguhnya tidak ada korelasi antara partai besar dengan kemenangan pasangan calon yang ikut berkompetisi dalam pilkada.
Mantan Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin diusung Partai Golkar dengan PPP untuk maju kembali dalam Pilkada 15 Februari 2017 di ujung timur Pulau Flores itu, namun gagal juga.
Sementara Jonas Salean, Wali Kota Kupang saat ini, juga mendapat dukungan dari partai besar seperti Golkar dan PDI Perjuangan, namun gagal juga mempertahankan kekuasaannya.
Meskipun kalah dalam pertarungan tersebut, Pandie menilai kedua petahana tersebut dengan jiwa besar mengatakan kalah kepada para pendukungnya dan mengakui kemenangan lawan politiknya.
Ia mengatakan sikap mantan Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin dan Wali Kota Kupang Jonas Salean yang menerima kekalahan dalam pilkada 2017 sebagai sikap yang sangat positif.
Dia menambahkan, sikap pemimpin seperti ini menunjukkan adanya kompetisi yang sehat dan `fair play`. Indikasinya adalah demokrasi lokal telah terkonsolidasi, ujarnya.
Artinya, sikap Wali Kota Kupang Jonas Salean dan Yoseph Lagadoni Herin sangat positif dan dewasa dalam demokrasi sehinga suksesi berjalan damai.
Ini menunjukkan adanya kompetisi sehat dan `fair play`, dimana indikasinya adalah demokrasi lokal telah terkonsolidasi dengan baik.
Dia berharap, pemimpin baru adalah harapan baru masyarakat yang tententunya menginginkan perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
"Ada tantangan besar bagi kepala daerah baru untuk membuktikan kinerja lebih baik daripada petahana, khususnya dalam tiga hal krusial yakni eliminasi kemiskinan, korupsi dan pengangguran," katanya.
Ia menambahkan jika kepala daerah yang baru tidak mampu melaksanakan keinginan ini, maka rakyat akan melakukan berbagai tekanan untuk memperbaikinya.
"Faktor lain adalah petahana tidak mendapat dukungan bulat dari birokrasi, yang memilik pengaruh masih signifikan dibanding partai politik," kata Pandie kepada Antara di Kupang, Senin.
Mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik Undana Kupang mengemukakan hal tersebut ketika ditanya soal penyebab kekalahan petahana di Flores Timur dan Kota Kupang dalam mempertahankan posisi pada pemungutan suara Pilkada serentak 15 Februari 2017 lalu.
Menurut Pandie, faktor lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan petahana kalah adalah rakyat menginginkan figur baru yang lebih baik dari penguasa saat ini.
"Jadi saya berpendapat bahwa kekalahan petahana itu lebih disebabkan karena strategi pemenangan mengunakan pola top down," kata mantan Pembantu Rektor Undana Bidang Akademik itu.
Menurut dia, petahana lebih mengandalkan mesin partai, padahal partai politik bukan partai massa.
Jadi sesungguhnya tidak ada korelasi antara partai besar dengan kemenangan pasangan calon yang ikut berkompetisi dalam pilkada.
Mantan Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin diusung Partai Golkar dengan PPP untuk maju kembali dalam Pilkada 15 Februari 2017 di ujung timur Pulau Flores itu, namun gagal juga.
Sementara Jonas Salean, Wali Kota Kupang saat ini, juga mendapat dukungan dari partai besar seperti Golkar dan PDI Perjuangan, namun gagal juga mempertahankan kekuasaannya.
Meskipun kalah dalam pertarungan tersebut, Pandie menilai kedua petahana tersebut dengan jiwa besar mengatakan kalah kepada para pendukungnya dan mengakui kemenangan lawan politiknya.
Ia mengatakan sikap mantan Bupati Flores Timur Yoseph Lagadoni Herin dan Wali Kota Kupang Jonas Salean yang menerima kekalahan dalam pilkada 2017 sebagai sikap yang sangat positif.
Dia menambahkan, sikap pemimpin seperti ini menunjukkan adanya kompetisi yang sehat dan `fair play`. Indikasinya adalah demokrasi lokal telah terkonsolidasi, ujarnya.
Artinya, sikap Wali Kota Kupang Jonas Salean dan Yoseph Lagadoni Herin sangat positif dan dewasa dalam demokrasi sehinga suksesi berjalan damai.
Ini menunjukkan adanya kompetisi sehat dan `fair play`, dimana indikasinya adalah demokrasi lokal telah terkonsolidasi dengan baik.
Dia berharap, pemimpin baru adalah harapan baru masyarakat yang tententunya menginginkan perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
"Ada tantangan besar bagi kepala daerah baru untuk membuktikan kinerja lebih baik daripada petahana, khususnya dalam tiga hal krusial yakni eliminasi kemiskinan, korupsi dan pengangguran," katanya.
Ia menambahkan jika kepala daerah yang baru tidak mampu melaksanakan keinginan ini, maka rakyat akan melakukan berbagai tekanan untuk memperbaikinya.