Kupang (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan praktik pengeboman ikan yang dilakukan nelayan di wilayah perairan Kabupaten Flores Timur dan Lembata menurun drastis.
"Kami mencatat adanya penurunan yang cukup signifikan dari praktik pengeboman ikan di Perairan Flores Timur dan Lembata," kata Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP Provinsi NTT, Merry Foenay kepada ANTARA di Kupang, Selasa (8/10).
Dia menjelaskan, pada 2018 lalu pihaknya menerima sebanyak 11 laporan praktik pengeboman ikan di daerah itu, namun selama Januari-Agustus 2019 hanya dua laporan yang masuk.
Laporan praktik ilegal itu, lanjutnya, justru disampaikan sendiri kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) yang giat melakukan penangkaran tukik (anak penyu) seperti di Flores Timur.
Ia mengatakan, berkurangnya pengeboman ikan merupakan bagian dari hasil kerja pengawasan maupun pembinaan dan edukasi terhadap masyarakat nelayan di daerah setempat.
Petuga kapal patroli Napoleon-054 Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kupang menangkap tiga nelayan yang melakukan pengeboman ikan di perairan Tanjung Lelan, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. (ANTARA FOTO/HO-Stasiun PSDKP Kupang)
"Selain patroli pengawasan, kami juga giat melakukan sosialisasi kepada pokmaswas di Flores Timur dan Lembata," katanya.
Dia mengatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya pengawasan wilayah perairan setempat untuk meminimalisasi praktik penangkapan ikan dengan cara yang ilegal.
Contohnya, seperti melakukan patroli pengawasan wilayah perairan di dua kabupaten tersebut yang dilakukan dengan Kapal Perikanan Napoleon 024 pada Oktober lalu.
Dalam patroli itu, lanjutnya, dilakukan pemeriksaan terhadap 13 kapal nelayan dan beberapa di antaranya ditemukan tidak memiliki kelengkapan dokumen.
"Kapal-kapal nelayan yang dokumennya tidak lengkap kami lakuakn pembinaan di laut, namun dari pemeriksaan kapal tidak ditemukan peralatan atau hasil tangkapan yang didapat dengan cara mengebom," demikian Merry Foenay.
Tersangka perkara Tindak Pidana Kejahatan Konservasi alam menunggu pemeriksaan saat pelimpahan tersangka dari Polres Raja Ampat ke Kejaksaan Negeri Sorong, Kota Sorong, Papua Barat, Selasa (26/4/2016).(ANTARA FOTO/Olha Mulalinda)
"Kami mencatat adanya penurunan yang cukup signifikan dari praktik pengeboman ikan di Perairan Flores Timur dan Lembata," kata Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP Provinsi NTT, Merry Foenay kepada ANTARA di Kupang, Selasa (8/10).
Dia menjelaskan, pada 2018 lalu pihaknya menerima sebanyak 11 laporan praktik pengeboman ikan di daerah itu, namun selama Januari-Agustus 2019 hanya dua laporan yang masuk.
Laporan praktik ilegal itu, lanjutnya, justru disampaikan sendiri kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) yang giat melakukan penangkaran tukik (anak penyu) seperti di Flores Timur.
Ia mengatakan, berkurangnya pengeboman ikan merupakan bagian dari hasil kerja pengawasan maupun pembinaan dan edukasi terhadap masyarakat nelayan di daerah setempat.
Dia mengatakan, pihaknya akan terus melakukan upaya pengawasan wilayah perairan setempat untuk meminimalisasi praktik penangkapan ikan dengan cara yang ilegal.
Contohnya, seperti melakukan patroli pengawasan wilayah perairan di dua kabupaten tersebut yang dilakukan dengan Kapal Perikanan Napoleon 024 pada Oktober lalu.
Dalam patroli itu, lanjutnya, dilakukan pemeriksaan terhadap 13 kapal nelayan dan beberapa di antaranya ditemukan tidak memiliki kelengkapan dokumen.
"Kapal-kapal nelayan yang dokumennya tidak lengkap kami lakuakn pembinaan di laut, namun dari pemeriksaan kapal tidak ditemukan peralatan atau hasil tangkapan yang didapat dengan cara mengebom," demikian Merry Foenay.