Kupang (Antara NTT) - Pengamat Pertanian Lahan Kering dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Leta Rafael Levis mengatakan kebijakan pengembangan jagung di NTT belum mampu mensejahterakan petaninya.
"Sekitar 70 persen dari total 5,03 juta jiwa penduduk NTT berprofesi sebagai petani, namun setiap tahun terus dihantui rawan pangan, bahkan ancaman kelaparan dan kemiskinan yang masih menempati urutan ke-32 terbawah dari 34 provinsi di Indonesia," katanya di Kupang, Senin.
Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Kementerian Pertanian Ani Andayani dalam kunjungannya ke NTT beberapa waktu lalu mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan Nusa Tenggara Barat luas tanam jagung di NTT masih cukup luas yaitu sebesar 43.940 hektar.
"Kalau jika dibandingan dengan NTB luas lahannya hanya mencapai 28.679 hektar. Artinya luas lahan tanam jangung di NTT sangat besar," tuturnya.
Berdasarkan data tersebut, kata dia, harusnya masyrakat petani NTT sejahtera, namun ada sejumlah fakta banyak pettani yang telah berpaling ke sektor usaha lain yang lebih menjanjikan kesejahteraannya.
"Seiring dengan perkembangan teknologi serta pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi telah membuka peluang bagi para petani untuk beralih profesi ke sektor lain," katanya.
Bahkan menurut Ketua Penyuluh Pertanian di NTT ini, pola bertani pun ikut bergeser dari sistem manual yang membutuhkan tenaga manusia menuju ke sistem modern yang mengandalkan teknologi.
Sehingga apabila pemerintah tidak sanggup menyesuaikan dengan kondisi itu, maka peralihan itu terus mengalir dan meninggalkan profesi ini.
Mungkin saja jumlah petani bisa tetap, tetapi terlihat berkurang karena adanya pertumbuhan penduduk. Mereka yang beralih dari bertani itu karena mulai mengenal dan menemukan sektor lain sebagai sumber pendapatan murah, mudah dan hasilnya lebih menjanjikan, katanya.
Ia mengatakan, meski terkesan jumlah petani berkurang, namun pihaknya berharap tidak memengaruhi jumlah dan kualitas produksi pertanian.
"Upaya-upaya yang dilakukan, diantaranya dengan sentuhan teknologi pertanian. Para petani dibantu dengan alat-alat pertanian yang memudahkan pengeolahan lahan hingga panen, bahkan proses setelah panen," katanya.
Karena mungkin mereka yang bersentuhan langsung ke lahan pertanian itu sedikit karena dibantu alat, tetapi ada yang urus paking dan distribusi. Jadi di semua tahapan itu masyarakat terlibat langsung.
"Sekitar 70 persen dari total 5,03 juta jiwa penduduk NTT berprofesi sebagai petani, namun setiap tahun terus dihantui rawan pangan, bahkan ancaman kelaparan dan kemiskinan yang masih menempati urutan ke-32 terbawah dari 34 provinsi di Indonesia," katanya di Kupang, Senin.
Staf Ahli Menteri Bidang Infrastruktur Kementerian Pertanian Ani Andayani dalam kunjungannya ke NTT beberapa waktu lalu mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan Nusa Tenggara Barat luas tanam jagung di NTT masih cukup luas yaitu sebesar 43.940 hektar.
"Kalau jika dibandingan dengan NTB luas lahannya hanya mencapai 28.679 hektar. Artinya luas lahan tanam jangung di NTT sangat besar," tuturnya.
Berdasarkan data tersebut, kata dia, harusnya masyrakat petani NTT sejahtera, namun ada sejumlah fakta banyak pettani yang telah berpaling ke sektor usaha lain yang lebih menjanjikan kesejahteraannya.
"Seiring dengan perkembangan teknologi serta pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi telah membuka peluang bagi para petani untuk beralih profesi ke sektor lain," katanya.
Bahkan menurut Ketua Penyuluh Pertanian di NTT ini, pola bertani pun ikut bergeser dari sistem manual yang membutuhkan tenaga manusia menuju ke sistem modern yang mengandalkan teknologi.
Sehingga apabila pemerintah tidak sanggup menyesuaikan dengan kondisi itu, maka peralihan itu terus mengalir dan meninggalkan profesi ini.
Mungkin saja jumlah petani bisa tetap, tetapi terlihat berkurang karena adanya pertumbuhan penduduk. Mereka yang beralih dari bertani itu karena mulai mengenal dan menemukan sektor lain sebagai sumber pendapatan murah, mudah dan hasilnya lebih menjanjikan, katanya.
Ia mengatakan, meski terkesan jumlah petani berkurang, namun pihaknya berharap tidak memengaruhi jumlah dan kualitas produksi pertanian.
"Upaya-upaya yang dilakukan, diantaranya dengan sentuhan teknologi pertanian. Para petani dibantu dengan alat-alat pertanian yang memudahkan pengeolahan lahan hingga panen, bahkan proses setelah panen," katanya.
Karena mungkin mereka yang bersentuhan langsung ke lahan pertanian itu sedikit karena dibantu alat, tetapi ada yang urus paking dan distribusi. Jadi di semua tahapan itu masyarakat terlibat langsung.