Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan SH MHum mengatakan, edaran Kejaksaan Agung untuk mengingatkan jaksa nakal membuktikan bahwa institusi kejaksaan di Indonesia belum bersih dalam proses penegakan hukum.
"Dengan edaran ini, terbukti kejaksaan belum bersih dalam penegakan hukum. Jadi selama ini mereka memproses hukum para pejabat dengan cara melanggar hukum," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa (19/11)sq.
Tuba Helan juga mempertanyakan, kapan pemerintahan Indonesia menjadi baik, jika aparat penegak hukum bertindak korup dalam penegakan hukum.
Karena itu, dia berharap, dengan adanya edaran Jaksa Agung ini kejaksaan bisa berubah, dan pemda jangan melayani lagi permintaan atau intervensi mereka. "Bekerjalah secara profesional dan mengikuti aturan yang berlaku," katanya.
Baca juga: Kejaksaan Negeri Kupang tangani 70 kasus pidana umum per bulan
Baca juga: Kejaksaan NTT mulai selidiki kasus korupsi Monumen Pancasila
Kejaksaan Agung meminta gubernur, bupati, dan wali kota menolak permintaan uang, barang, intervensi dan intimidasi dari jaksa nakal di daerah.
Permintaan tersebut disampaikan secara resmi melalui surat nomor R-1771/D/Dip/11/2019 bersifat segera tertanggal Kamis, 14 November 2019. Surat tersebut ditandatangani Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Jan Samuel Maringka.
"Pimpinan Kejaksaan tidak akan mentolerir dan akan menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh oknum Kejaksaan RI," kata Jan Samuel dalam surat itu.
Surat itu tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di gedung Sentul lnternational Convention Center (SICC), Bogor, sehari sebelumnya, yakni pada Rabu, 13 November 2019.
Baca juga: Kejaksaan Oelamasi tahan empat tersangka korupsi Pasar Lili
Baca juga: Pengawasan dana desa jadi target Kejaksaan Tinggi NTT
"Dengan edaran ini, terbukti kejaksaan belum bersih dalam penegakan hukum. Jadi selama ini mereka memproses hukum para pejabat dengan cara melanggar hukum," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa (19/11)sq.
Tuba Helan juga mempertanyakan, kapan pemerintahan Indonesia menjadi baik, jika aparat penegak hukum bertindak korup dalam penegakan hukum.
Karena itu, dia berharap, dengan adanya edaran Jaksa Agung ini kejaksaan bisa berubah, dan pemda jangan melayani lagi permintaan atau intervensi mereka. "Bekerjalah secara profesional dan mengikuti aturan yang berlaku," katanya.
Baca juga: Kejaksaan Negeri Kupang tangani 70 kasus pidana umum per bulan
Baca juga: Kejaksaan NTT mulai selidiki kasus korupsi Monumen Pancasila
Kejaksaan Agung meminta gubernur, bupati, dan wali kota menolak permintaan uang, barang, intervensi dan intimidasi dari jaksa nakal di daerah.
Permintaan tersebut disampaikan secara resmi melalui surat nomor R-1771/D/Dip/11/2019 bersifat segera tertanggal Kamis, 14 November 2019. Surat tersebut ditandatangani Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Jan Samuel Maringka.
"Pimpinan Kejaksaan tidak akan mentolerir dan akan menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh oknum Kejaksaan RI," kata Jan Samuel dalam surat itu.
Surat itu tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di gedung Sentul lnternational Convention Center (SICC), Bogor, sehari sebelumnya, yakni pada Rabu, 13 November 2019.
Baca juga: Kejaksaan Oelamasi tahan empat tersangka korupsi Pasar Lili
Baca juga: Pengawasan dana desa jadi target Kejaksaan Tinggi NTT