Kupang (ANTARA) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Nusa Tenggara Timur Timbul Batubara mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian hutan sebagai upaya pelestarian satwa yang dilindungi di provinsi berbasis kepulauan ini.

"Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjaga pelestarian satwa langka yang begitu banyak di NTT, dengan cara menjaga kelestarian hutan," kata Timbul Batubara kepada pers di Kupang, Sabtu (21/12).

Ia mengatakan adanya konflik antara manusia dengan satwa yang dilindungi sebagai dampak dari pengerusakan lingkungan tempat habitat satwa langka itu berkembang biak.

Ia mengatakan menjaga kelestarian satwa endemik yang masih berkembangbiak di Nusa Tenggara Timur, perlu dilakukan sehingga berbagai jenis satwa itu tidak mengalami kepunahan.

Menurutnya perambahan hutan yang dilakukan secara sepihak untuk kepentingan tertentu menjadi salah satu ancaman serius bagi endemik yang hidup di hutan menjadi berkurang. Rombongan meminum air akar kagu bajakah yang dipotong dari pohon tumbang Hutan Lindung Adat Desa Bea Nehes. (ANTARA FOTO/HO-Dok) Ia mengatakan dukungan berbagai elemen masyarakat di Nusa Tenggara Timur sangat dibutuhkan dalam menjaga kelestarian hutan dan habitat yang terdapat dalam kawasan hutan sehingga tidak menjadi punah.

Timbul Batubara menegaskan menjaga kelestarian kawasan hutan dan habitatnya tidak hanya menjadi tugasnya BKSDA tapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab semua elemen masyarakat.

Menurut dia, kerusakan lingkungan akan berdampak pada terjadinya kerusakan kawasan hutan diikuti semakin berkurangnya populasi satwa langka yang seharusnya dilindungi.

Dikatakannya, apabila kawasan hutan dan habitatnya tidak dijaga secara baik dapat menyebabkan bencana yang berakibat pada jatuhnya korban jiwa.

"Beberapa kasus bencana alam tanah longsor dan banjir menyebabkan ratusan orang meninggal dunia karena kawasan hutan tidak dijaga dengan baik,” ujarnya.

Ia berharap kasus pengerusakan hutan tidak terjadi di provinsi berbasis kepulauan ini sehingga kawasan hutan dan satwa yang ada tetap terjaga dan terlindungi dengan baik.

Menurut dia, BKSDA secara rutin melakukan pembinaan terhadap warga di sekitar kawasan hutan melalui pembentukan kelompok usaha bersama dalam usaha ekonomi produktif, sehingga warga memiliki tanggung jawab dalam pelestarian lingkungan alam maupun satwa yang ada.

“Kami juga telah melakukan upaya seperti itu di Menipo, Kabupaten Kupang saat menggelar festival Manipo yang mendapat respon positif dari berbagai pihak di NTT," katanya.

Ia menambahkan dalam kegiatan festival Manipo, pihaknya melibatkan berbagai elemen masyarakat, sehingga masyarakat memiliki tanggung jawab dalam menjaga lingkungan alam agar tetap lestari. Hutan Adat atau Hutan Larangan Rimbo Jolang yang sudah dilestarikan oleh sejak jama ratusan tahun di wilayah Kerajaan Koto Besar. Luas Rimbo Jolang 18 hektare dipersiapkan menuju destinasi edukasi dan ilmu pengetahuan. (ANTARA FOTO/Siri Antoni)

 

Pewarta : Benediktus Jahang
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024