Kupang (ANTARA) - Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan kecil kemungkinan muncul gunung api di Kabupaten Timor Tengah Selatan, meski ada api, air panas, gas berbau belerang dan asap yang muncul di Desa Sobot, Kecamatan Molo Utara.

"Apalagi Pulau Timor bukan merupakan jalur terbentuknya gunung berapi," kata Kasubbid Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana kepada Antara saat dihubungi dari Kupang, Rabu (19/2).

Ia mengatakan kemunculan api, air panas, gas berbau belerang dan asap di Desa Sobot, Kecamatan Molo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah fenomena alam biasa.

"Kami masih teliti fenomena alam apa yang sedang terjadi di Timor Tengah Selatan (TTS) saat ini dengan munculnya api, air panas, gas berbau belerang dan asap di Desa Sobot itu," katanya.

Kamil Syahbana menjelaskan secara geologi, wilayah itu bukanlah lokasi tempat beradanya gunung api-gunung api aktif Holocene. "Artinya, kawasan di sekitar Desa Sobot itu tidak ada aktivitas gunung api dalam 11.000 tahun terakhir," katanya.

Ia mengakui bahwa di wilayah itu memang tersusun batuan vulkanik, namun berasal dari aktivitas gunung purba.

Namun ia menjelaskan mengapa sehingga fenomena api, air panas, gas berbau dan asap muncul di daerah itu, karena sebelum fenomena itu terjadi, pernah terjadi longsor di daerah itu. Warga Desa Sobot di Kecamatan Molot Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur melihat asap api yang muncul dari dalam bumi, Senin (10/2/2020). (ANTARA/HO-Kepala Desa Sobot) Longsor itu adalah proses pergerakan lapisan tanah penutup yang berada di atas batu lempung, dimana batu lempung ini berperan sebagai bidang gelincir longsor.

Kemudian batu lempung, yang bersifat kedap, sebelumnya kemungkinan berada di atas endapan rawa yang kaya akan lapisan organik yang dapat terubah menjadi gas metana.

Dengan kata lain, batu lempung ini berperan sebagai 'cap rock' atau perangkap gas metana sehingga gas metana terakumulasi dalam batuan di bawah batu lempung itu.

Setelah longsor, batu lempung akan tersingkap dan kemungkinan batu lempung ini mengalami keretakan sehingga gas metana yang terperangkap di bawahnya naik ke permukaan, lalu mengalami kontak dengan udara di permukaan sehingga terbakar.

"Air panas yang keluar dapat berasosiasi dengan struktur geologi (sesar/patahan) di wilayah ini, dan bau belerang bisa berasosiasi dengan gas yang terperangkap tadi," tambah dia.

Baca juga: Calon gunung berapi muncul di Molo Utara

Lebih lanjut, Kamil Syahbana menambahkan bahwa proses pembentukan gunung api membutuhkan pergerakan magma dari dalam ke permukaan, dan jika itu terjadi maka umumnya akan disertai peningkatan kegempaan yang sangat signifikan di wilayah tersebut.

Namun faktanya hingga saat ini belum dilaporkan adanya peningkatan kegempaan di wilayah tersebut. "Kami berharap masyarakat tetap tenang karena aktivitas itu kemungkinan akan mereda dengan sendirinya," ujarnya.

"Namun juga untuk sementara waktu ini sebaiknya tidak beraktivitas dulu di sekitar area tersebut karena jika itu merupakan area longsor maka ada kemungkinan tanahnya belum stabil dan juga kalau masih tercium bau ini pun tidak sehat kalau kita terlalu dekat.," tambah dia.

Sementara terkait ancaman keracunan gas, ia menjelaskan, sangat kecil kemungkinan terjadi karena berada di areal terbuka sehingga konsentrasi gas yang keluar tercacah oleh udara di sekitar.

Ia juga mengatakan bahwa PVMBG saat ini telah mengirimkan tim ke lokasi untuk memantau secara langsung fenomena alam tersebut di Desa Sobot, Kecamatan Molo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), sekitar 120 km timur Kupang, ibu kota Provinsi NTT.

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024