Kupang (ANTARA) - Pengamat pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Leta Rafael Levis mengatakan setuju dengan pendapat Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia PBB (FAO) yang menyebutkan wabah Virus Corona baru atau COVID-19 bisa berdampak pada kelangkaan pangan.
"Saya setuju dengan pendapat FAO, mengapa? karena pandemi ini setidaknya berpengaruh terhadap beberapa hal yang berkaitan erat dengan masalah pangan," kata Leta Rafael Levis kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (15/4).
FAO sebelumnya menyatakan bahwa pandemi COVID-19 dapat mempengaruhi ketersediaan pangan secara global. FAO memprediksi gangguan terhadap stok pangan akan muncul pada April atau Mei di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Pengamat harapkan warga hargai kebijakan pemerintah atasi COVID-19
Menurut Rafael, beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan ketersediaan pangan adalah ketakutan para petani melanjutkan aktivitas pertanian baik di Indonesia maupun petani di negara lain.
Ketakutan petani tersebut, kata dia, tentu beralasan sebab para petani mendapatkan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, dari luar daerah atau luar negeri, karena mereka belum mampu memproduksi sendiri sarana produksi tersebut. Sementara sarana produksi yang dikirim dari luar daerah atau luar negeri berpotensi menyebarkan COVID-19.
Faktor lain kedua adalah COVID-19 juga berpengaruh terhadap pengiriman pangan dari dan ke daerah lain atau dari dan ke negara lain. Daerah atau negara yang sebelumnya mengirim pangan ke daerah lain atau negara lain akan berpikir dua kali untuk melanjutkan pengiriman tersebut, karena mereka akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pangan untuk masyarakatnya sendiri.
Baca juga: Pengamat sebut ulat grayak bencana bagi petani jagung di NTT
Ketiga pandemi COVID-19 akan menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ratusan ribu orang, menghentikan aktivitas pedagang kali lima, pengojek, serta berbagai macam aktivitas informal lainnya yang menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan.
Ketika mereka kehilangan pekerjaan, kata dia, mereka tidak memiliki anggaran untuk membeli makan minum. Untuk itu pemerintah harus memenuhi kebutuhan pangan bagi kelompok masyarakat tersebut.
"Jika hal ini berlangsung lama, maka pemerintah akan mengalami kekurangan cadangan pangan dan hal ini mengancam masyarakat secara keseluruhan," kata Leta.
"Saya setuju dengan pendapat FAO, mengapa? karena pandemi ini setidaknya berpengaruh terhadap beberapa hal yang berkaitan erat dengan masalah pangan," kata Leta Rafael Levis kepada ANTARA di Kupang, Rabu, (15/4).
FAO sebelumnya menyatakan bahwa pandemi COVID-19 dapat mempengaruhi ketersediaan pangan secara global. FAO memprediksi gangguan terhadap stok pangan akan muncul pada April atau Mei di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: Pengamat harapkan warga hargai kebijakan pemerintah atasi COVID-19
Menurut Rafael, beberapa hal yang dapat menyebabkan gangguan ketersediaan pangan adalah ketakutan para petani melanjutkan aktivitas pertanian baik di Indonesia maupun petani di negara lain.
Ketakutan petani tersebut, kata dia, tentu beralasan sebab para petani mendapatkan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, dari luar daerah atau luar negeri, karena mereka belum mampu memproduksi sendiri sarana produksi tersebut. Sementara sarana produksi yang dikirim dari luar daerah atau luar negeri berpotensi menyebarkan COVID-19.
Faktor lain kedua adalah COVID-19 juga berpengaruh terhadap pengiriman pangan dari dan ke daerah lain atau dari dan ke negara lain. Daerah atau negara yang sebelumnya mengirim pangan ke daerah lain atau negara lain akan berpikir dua kali untuk melanjutkan pengiriman tersebut, karena mereka akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pangan untuk masyarakatnya sendiri.
Baca juga: Pengamat sebut ulat grayak bencana bagi petani jagung di NTT
Ketiga pandemi COVID-19 akan menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ratusan ribu orang, menghentikan aktivitas pedagang kali lima, pengojek, serta berbagai macam aktivitas informal lainnya yang menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan.
Ketika mereka kehilangan pekerjaan, kata dia, mereka tidak memiliki anggaran untuk membeli makan minum. Untuk itu pemerintah harus memenuhi kebutuhan pangan bagi kelompok masyarakat tersebut.
"Jika hal ini berlangsung lama, maka pemerintah akan mengalami kekurangan cadangan pangan dan hal ini mengancam masyarakat secara keseluruhan," kata Leta.