Kupang (ANTARA) - Pengamat pertanian dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Leta Rafael Levis mengatakan ulat grayak yang menyerang tanaman jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan bencana bagi petani.
"Menurut saya, ini adalah bencana bagi petani di NTT, karena ulat grayak atau grayak jagung adalah hama paling dahsyat saat ini di NTT," kata Leta Rafael Levis di kepada ANTARA di Kupang, Sabtu (8/2).
Keberadaan ulat grayak akhir-akhir ini sangat meresahkan petani di sejumlah kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu.
Menurut dia, munculnya ulat grayak ini akibat perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan tidak menentu.
Baca juga: Petani jagung diimbau waspadai ulat grayak
Untuk itu, lanjut dia, penanganan ulat itu tidak bisa bersifat parsial, tetapi harus secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
"Sebenarnya ulat ini bisa disemprot dengan pestisida jenis Proclaim 5SG, akan tetapi penggunaannya saat ini harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian," katanya.
Artinya, proses untuk mendapatkan rekomendasi penggunaan pestisida jenis ini pasti lama. "Bisa butuh waktu sampai satu bulan, padahal di lapangan ulat grayak ini terus berkembang biak dan menyerang tanaman jagung petani dengan cepat," katanya.
Kendala lain, menurut dia, persediaan Proclaim 5SG ini masih sangat terbatas padahal areal serangan semakin meluas dan masif.
"Seperti yang saya katakan beberapa waktu lalu bahwa peluang gagal panen tanaman jagung di NTT sangat besar jika curah hujan tidak menentu," katanya.
Dia juga menyarankan agar dalam penanganan ulat grayak ini, Dinas Pertanian harus melibatkan BPBD karena serangan ulat yang bersifat masif ini seharusnya dipandang sebagai bencana bagi para petani.
Baca juga: Peneliti ingatkan pemerintah segera merespon serangan hama ulat grayak di NTT
"Menurut saya, ini adalah bencana bagi petani di NTT, karena ulat grayak atau grayak jagung adalah hama paling dahsyat saat ini di NTT," kata Leta Rafael Levis di kepada ANTARA di Kupang, Sabtu (8/2).
Keberadaan ulat grayak akhir-akhir ini sangat meresahkan petani di sejumlah kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu.
Menurut dia, munculnya ulat grayak ini akibat perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan tidak menentu.
Baca juga: Petani jagung diimbau waspadai ulat grayak
Untuk itu, lanjut dia, penanganan ulat itu tidak bisa bersifat parsial, tetapi harus secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
"Sebenarnya ulat ini bisa disemprot dengan pestisida jenis Proclaim 5SG, akan tetapi penggunaannya saat ini harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertanian," katanya.
Artinya, proses untuk mendapatkan rekomendasi penggunaan pestisida jenis ini pasti lama. "Bisa butuh waktu sampai satu bulan, padahal di lapangan ulat grayak ini terus berkembang biak dan menyerang tanaman jagung petani dengan cepat," katanya.
Kendala lain, menurut dia, persediaan Proclaim 5SG ini masih sangat terbatas padahal areal serangan semakin meluas dan masif.
"Seperti yang saya katakan beberapa waktu lalu bahwa peluang gagal panen tanaman jagung di NTT sangat besar jika curah hujan tidak menentu," katanya.
Dia juga menyarankan agar dalam penanganan ulat grayak ini, Dinas Pertanian harus melibatkan BPBD karena serangan ulat yang bersifat masif ini seharusnya dipandang sebagai bencana bagi para petani.
Baca juga: Peneliti ingatkan pemerintah segera merespon serangan hama ulat grayak di NTT