Kupang (ANTARA) - Kapolres Timor Tengah Utara AKBP Nelson Filipe Dias Quintas membantah anggotanya salah tangkap dan melakukan penganiayaan seorang pria bernama Eduardus Fouk, seorang saksi dalam kasus pengeroyokan sejumlah orang tak dikenal terhadap seorang anggota Babinkamtibmas.
"Tidak benar kalau anggota saya melakukan penganiayaan terhadap Eduardus Fouk. Anggota kami terpaksa mengamankan Eduardus Fouk, karena yang bersangkutan adalah saksi bagi tiga pelaku penganiayaan," katanya ketika dikonfirmasi dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa, (28/4).
Hal itu disampaikannya karena beberapa pihak menyebutkan bahwa anggota Polres Timor Tengah Utara salah tangkap dan serta menganiaya Eduardus yang masih di bawah umur.
Baca juga: Ombudsman rekomendasi lima hal untuk layanan publik Polres di NTT
Baca juga: Pelantikan lima Kapolres baru di NTT
Diamankannya Eduardus Fouk dengan status saksi tersebut berawal pada tanggal 25 April pekan lalu, pihak kepolisian mendapatkan informasi dari seorang informan bahwa para pelaku melarikan diri dan tengah berada di wilayah hukum Polsek Lurasik yang berada di pedalaman.
Saat anggota Buser Polres Timor Tengah Utara tiba di lokasi yang menjadi titik kumpul para pelaku, ternyata para pelaku itu sudah melarikan diri ketika mendengar anjing menggonggong. Di lokasi hanya ada Eduardus Fouk yang sempat bercerita dengan tiga pelaku itu. Eduardus sendiri tak sempat melarikan diri.
Eduardus sempat mendapatkan telepon dari satu dari tiga pelaku itu, dan menanyakan tas berisi pakaian yang tertinggal di salah satu gubuk di daerah itu ketika melarikan diri.
Polisi pun meminta agar Eduardus tidak membocorkan bahwa anggota polisi masih berada di tempat itu. Ketiga pelaku itu kemudian mempercayai apa yang disampaikan oleh Eduardus dan kembali ke lokasi itu untuk mengambil tas yang tertinggal.
"Nah, saat anggota kami sedang fokus untuk menangkap para pelaku, Eduardus justru melarikan diri, sehingga anggota pun kebingungan mencari saksi sehingga mereka kembali ke markas," ujar dia.
Ia menyesalkan adanya tuduhan anggotanya menjadi pelaku penganiayaan terhadap seorang anak. Padahal dari hasil visum tak ditemukan adanya luka lebam atau luka bekas penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian setempat.
Kronologis kejadian, ujar dia, pada tanggal 22 April saat anggota Babinkamtibas bernama Bripka Carlito mendapat laporan dari warganya ada perkelahian di Kecamatan Biboki Anleu.
Dia pun langsung memacu kendaraan menuju ke lokasi. Saat tiba dilokasi, ia justru dilempari batu oleh tiga pelaku, sehingga dirinya terluka. Ia pun mengamankan diri dan melaporkan kejadian itu ke polres setempat.
Mendapatkan laporan itu, polisi kemudian mengejar para pelaku namun tak ketemu. Penyisiran pun dilakukan pada tanggal 23 April, namun tetap nihil. Pihaknya terpaksa menyewa informan, sehingga pada tanggal 25 April diketahui berada bersama Eduardus Fouk.
Kapolres Timor Tengah Utara AKBP Nelson Filipe Dias Quintas pun berharap pihak yang sudah menuduh dan memutarbalikkan fakta bisa meminta maaf, karena apa yang dituduhkan justru tak sesuai fakta.
Baca juga: Aktivitas penambangan di TTU yang merugikan petani
"Kasihan anggota saya, ada yang sampai luka-luka ketika melakukan tugas, dan tiba-tiba dibilang melakukan salah tangkap dan penganiayaan. Anak tersebut juga sehat-sehat saja," ujar dia pula.
"Tidak benar kalau anggota saya melakukan penganiayaan terhadap Eduardus Fouk. Anggota kami terpaksa mengamankan Eduardus Fouk, karena yang bersangkutan adalah saksi bagi tiga pelaku penganiayaan," katanya ketika dikonfirmasi dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa, (28/4).
Hal itu disampaikannya karena beberapa pihak menyebutkan bahwa anggota Polres Timor Tengah Utara salah tangkap dan serta menganiaya Eduardus yang masih di bawah umur.
Baca juga: Ombudsman rekomendasi lima hal untuk layanan publik Polres di NTT
Baca juga: Pelantikan lima Kapolres baru di NTT
Diamankannya Eduardus Fouk dengan status saksi tersebut berawal pada tanggal 25 April pekan lalu, pihak kepolisian mendapatkan informasi dari seorang informan bahwa para pelaku melarikan diri dan tengah berada di wilayah hukum Polsek Lurasik yang berada di pedalaman.
Saat anggota Buser Polres Timor Tengah Utara tiba di lokasi yang menjadi titik kumpul para pelaku, ternyata para pelaku itu sudah melarikan diri ketika mendengar anjing menggonggong. Di lokasi hanya ada Eduardus Fouk yang sempat bercerita dengan tiga pelaku itu. Eduardus sendiri tak sempat melarikan diri.
Eduardus sempat mendapatkan telepon dari satu dari tiga pelaku itu, dan menanyakan tas berisi pakaian yang tertinggal di salah satu gubuk di daerah itu ketika melarikan diri.
Polisi pun meminta agar Eduardus tidak membocorkan bahwa anggota polisi masih berada di tempat itu. Ketiga pelaku itu kemudian mempercayai apa yang disampaikan oleh Eduardus dan kembali ke lokasi itu untuk mengambil tas yang tertinggal.
"Nah, saat anggota kami sedang fokus untuk menangkap para pelaku, Eduardus justru melarikan diri, sehingga anggota pun kebingungan mencari saksi sehingga mereka kembali ke markas," ujar dia.
Ia menyesalkan adanya tuduhan anggotanya menjadi pelaku penganiayaan terhadap seorang anak. Padahal dari hasil visum tak ditemukan adanya luka lebam atau luka bekas penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian setempat.
Kronologis kejadian, ujar dia, pada tanggal 22 April saat anggota Babinkamtibas bernama Bripka Carlito mendapat laporan dari warganya ada perkelahian di Kecamatan Biboki Anleu.
Dia pun langsung memacu kendaraan menuju ke lokasi. Saat tiba dilokasi, ia justru dilempari batu oleh tiga pelaku, sehingga dirinya terluka. Ia pun mengamankan diri dan melaporkan kejadian itu ke polres setempat.
Mendapatkan laporan itu, polisi kemudian mengejar para pelaku namun tak ketemu. Penyisiran pun dilakukan pada tanggal 23 April, namun tetap nihil. Pihaknya terpaksa menyewa informan, sehingga pada tanggal 25 April diketahui berada bersama Eduardus Fouk.
Kapolres Timor Tengah Utara AKBP Nelson Filipe Dias Quintas pun berharap pihak yang sudah menuduh dan memutarbalikkan fakta bisa meminta maaf, karena apa yang dituduhkan justru tak sesuai fakta.
Baca juga: Aktivitas penambangan di TTU yang merugikan petani
"Kasihan anggota saya, ada yang sampai luka-luka ketika melakukan tugas, dan tiba-tiba dibilang melakukan salah tangkap dan penganiayaan. Anak tersebut juga sehat-sehat saja," ujar dia pula.