Kupang (Antara NTT) - Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo alias Stanley mengatakan, saat ini informasi bersifat hoax telah menenggelamkan fakta yang ada di tengah masyarakat dan bahkan bisa memantik suasana menjadi kacau balau.
"Bahkan lebih dari itu hoax bisa membawa dampak terhadap kerusuhan dan menghilangkan nyawa orang lain," katanya dalam dialog Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme Terorisme di Masyarakat kerja sama Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT) dan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme NTT di Kupang, Jumat.
Dia mengatakan, fakta membuktikan sejumlah informasi hoax telah berujung kepada kekerasan individualistik. Bahkan ada gelandang yang nyaris meregang nyawa karena informasi tidak benar alias hoax tersebut.
Media sosial saat ini kata dia, sudah menjadi tempat penyebaran hoax, kebencian dan seruan radikalisme. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi masyarakat, jika tidak mampu menyaring informasi yang disebar tersebut.
Dia menjalaskan, ada perbedaan antara informasi media dan berita. Kalau informasi media yang berasal kata informationel (Latin) itu adalah potongan pesan atau kumpulan pesan awal yang disampaikan seseorang dan diterima oleh sebuah institusi media.
Sedangkan berita, leboh kepada kumpulan info media yang disampaikan kepada publik yang telah dicek kebenarannya dan diverifikasi oleh wartawan. "Sehingga jika mendapat informasi harus benar-benar disaring dan diseleksi agar tidak termakan dalam informasi itu sendiri," katanya.
Medis soaial, kata dia, telah menjadi alternatif bagi masyarakat menemukan sejumlah informasi di saat sejumlah media mainstream tidak lagi dipercaya publik.
Media sosial semacam Twitter dan Facebook yang awal mulanya diciptakan untuk membuat update status atau menemukan kembali teman-teman lama yang berpisah, berubah menjadi sarana seseorang menyampaikan pendapat politik, mengomentari pendirian orang lain.
Kabar bohong atau hoax beredar di dunia maya, disebar dari satu akun ke akun lain, berpindah dari Facebook ke Twitter, Twitter ke WhatsApp grup dan dalam beberapa jam tanpa diketahui siapa yang pertama menyebarnya pesan itu telah mengundang amarah atau rasa takut pengguna.
Di sisi lain informasi hoax sengaja dibuat untuk mengubah mindset (cara pandang) seseorang dalam melihat persoalan membangun radikalisme, menjanjikan mimpi, bertindak ekstrem.
Untuk itu penting membangun sebuah kesadaran akan pemanfaatan media sosial secara baik, untuk kepentingan yang lebih bermartabat demi kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.
Media massa harus terus memanfaatkan segala kemampuan dengan tetap menjaga netralitas dan provesionalismenya untuk menjadi panduan informasi yang benar dan penting bagi masyarakat. Ini aga tidak hilang rasa kepercayaan masyarakat terhadap dunia jurnalistik dan akhirnya beralih kepada media sosial.
"Bahkan lebih dari itu hoax bisa membawa dampak terhadap kerusuhan dan menghilangkan nyawa orang lain," katanya dalam dialog Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme Terorisme di Masyarakat kerja sama Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT) dan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme NTT di Kupang, Jumat.
Dia mengatakan, fakta membuktikan sejumlah informasi hoax telah berujung kepada kekerasan individualistik. Bahkan ada gelandang yang nyaris meregang nyawa karena informasi tidak benar alias hoax tersebut.
Media sosial saat ini kata dia, sudah menjadi tempat penyebaran hoax, kebencian dan seruan radikalisme. Hal ini tentu akan berdampak buruk bagi masyarakat, jika tidak mampu menyaring informasi yang disebar tersebut.
Dia menjalaskan, ada perbedaan antara informasi media dan berita. Kalau informasi media yang berasal kata informationel (Latin) itu adalah potongan pesan atau kumpulan pesan awal yang disampaikan seseorang dan diterima oleh sebuah institusi media.
Sedangkan berita, leboh kepada kumpulan info media yang disampaikan kepada publik yang telah dicek kebenarannya dan diverifikasi oleh wartawan. "Sehingga jika mendapat informasi harus benar-benar disaring dan diseleksi agar tidak termakan dalam informasi itu sendiri," katanya.
Medis soaial, kata dia, telah menjadi alternatif bagi masyarakat menemukan sejumlah informasi di saat sejumlah media mainstream tidak lagi dipercaya publik.
Media sosial semacam Twitter dan Facebook yang awal mulanya diciptakan untuk membuat update status atau menemukan kembali teman-teman lama yang berpisah, berubah menjadi sarana seseorang menyampaikan pendapat politik, mengomentari pendirian orang lain.
Kabar bohong atau hoax beredar di dunia maya, disebar dari satu akun ke akun lain, berpindah dari Facebook ke Twitter, Twitter ke WhatsApp grup dan dalam beberapa jam tanpa diketahui siapa yang pertama menyebarnya pesan itu telah mengundang amarah atau rasa takut pengguna.
Di sisi lain informasi hoax sengaja dibuat untuk mengubah mindset (cara pandang) seseorang dalam melihat persoalan membangun radikalisme, menjanjikan mimpi, bertindak ekstrem.
Untuk itu penting membangun sebuah kesadaran akan pemanfaatan media sosial secara baik, untuk kepentingan yang lebih bermartabat demi kedamaian dan kesejahteraan masyarakat.
Media massa harus terus memanfaatkan segala kemampuan dengan tetap menjaga netralitas dan provesionalismenya untuk menjadi panduan informasi yang benar dan penting bagi masyarakat. Ini aga tidak hilang rasa kepercayaan masyarakat terhadap dunia jurnalistik dan akhirnya beralih kepada media sosial.