Kupang (ANTARA) - Pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr.Chaterina Agusta Paulus,MSi mengatakan ada lima faktor yang menyebabkan paus terdampar.
"Ada lima faktor yang menjadi penyebab paus terdampar dan mati," kata Chaterina Agusta Paulus kepada ANTARA di Kupang, Selasa.
Faktor pertama adalah'upwelling' atau pengadukan massa air laut dalam yang dingin seperti di Laut Sawu.
Kedua kondisi paus tua sakit/cedera (Old or Sick/Injured) seringkali hewan yang muncul di pantai menjadi kelelahan, kurang gizi, atau belum makan karena mereka sakit.
Menurut dia, paus yang sudah tua mungkin kesulitan mengikuti kelompoknya atau menahan gelombang besar atau arus darat, karena lemahnya kekuatan, hewan-hewan ini dapat terdampar. Umumnya mereka ditemukan dalam kesehatan yang buruk.
Hewan ini bisa juga berada pada tahap akhir hidupnya dan mati di laut lalu berakhir dengan terdampar di pantai.
"Tetapi, saat kondisi sakit/cedera kebanyakan terjadi saat hanya hewan tersebut terdampar sendirian tidak berkelompok. Masalahnya pada sejumlah besar hewan, kemungkinan besar beberapa akan sakit/cedera, walaupun faktanya, ada juga yang terdampar dalam keadaan sehat," katanya.
Ketiga kesalahan navigasi (navigational errors), dimana aspek-aspek tertentu dari garis pantai atau dasar laut dapat membingungkan paus, terutama jika hewan ini berkeliaran di luar habitat biasanya.
Beberapa tempat seperti ujung Pulau Raijua adalah hotspot untuk terdampar.
"Adakalanya hal ini terjadi karena fitur geografis dari garis pantai," tambah dosen pada Pascasarjana Ilmu Lingkungan dan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana itu.
Jika ada fitur seperti semenanjung atau tanjung maka hewan yang seharusnya berada di perairan yang lebih dalam, tiba-tiba bingung menemukan diri mereka berada di teluk yang dangkal.
Baca juga: Chaterina sebut Laut Sawu sangat dinamis sebabkan paus terdampar
Baca juga: BKKPN sebut Laut Sawu "kafe" bagi paus dan lumba-lumba
Perairan dangkal dapat menimbulkan risiko, khususnya paus pilot karena cara mereka menavigasi dan berkomunikasi.
Hewan-hewan ini mencari makan dan memberi makan sebagian besar dengan echolocation (menentukan lokasi melalui pantulan suara).
"Jadi, paus pilot menggunakan suara untuk navigasi dan berkomunikasi dan menemukan mangsa mereka," katanya.
Dia mengatakan, saat menggunakan echolocation di perairan yang sangat dangkal, berlumpur menjadi sangat sulit untuk mendapatkan posisi lokasi tepat dan terlihat jelas.
Kombinasi dari kondisi perairan dangkal dan echolocation yang membingungkan, kacau, dan berbahaya ini merupakan bahaya serius dan dapat menyebabkan keterdamparan massal.
Paus pilot bisa saja pada akhirnya datang ke daerah dangkal dan terdampar oleh gelombang surut, sehingga lay-of-the-land alami adalah faktor risiko yang nyata bagi hewan-hewan ini.
Faktor ke empat adalah karena mengikuti pemimpin kelompok (Social bonding).
Artinya, jika seekor paus terluka atau hilang, mengapa mereka akhirnya terdampar dalam jumlah yang sangat besar?. Para ahli mengatakan jawabannya terletak pada perilaku mereka yang seperti kawanan.
Kelima adalah kemungkinan penyebab lain dari keterdamparan, beberapa ahli berpendapat, adalah suhu air yang lebih hangat.
"Kemungkinan ini berpengaruh terjadi saat arah mangsa bergerak dan sebagai akibatnya paus mengikuti arah mangsa bergerak seperti menuju perairan hangat (bisa juga dekat dengan pantai)," katanya menjelaskan.
"Ada lima faktor yang menjadi penyebab paus terdampar dan mati," kata Chaterina Agusta Paulus kepada ANTARA di Kupang, Selasa.
Faktor pertama adalah'upwelling' atau pengadukan massa air laut dalam yang dingin seperti di Laut Sawu.
Kedua kondisi paus tua sakit/cedera (Old or Sick/Injured) seringkali hewan yang muncul di pantai menjadi kelelahan, kurang gizi, atau belum makan karena mereka sakit.
Menurut dia, paus yang sudah tua mungkin kesulitan mengikuti kelompoknya atau menahan gelombang besar atau arus darat, karena lemahnya kekuatan, hewan-hewan ini dapat terdampar. Umumnya mereka ditemukan dalam kesehatan yang buruk.
Hewan ini bisa juga berada pada tahap akhir hidupnya dan mati di laut lalu berakhir dengan terdampar di pantai.
"Tetapi, saat kondisi sakit/cedera kebanyakan terjadi saat hanya hewan tersebut terdampar sendirian tidak berkelompok. Masalahnya pada sejumlah besar hewan, kemungkinan besar beberapa akan sakit/cedera, walaupun faktanya, ada juga yang terdampar dalam keadaan sehat," katanya.
Ketiga kesalahan navigasi (navigational errors), dimana aspek-aspek tertentu dari garis pantai atau dasar laut dapat membingungkan paus, terutama jika hewan ini berkeliaran di luar habitat biasanya.
Beberapa tempat seperti ujung Pulau Raijua adalah hotspot untuk terdampar.
"Adakalanya hal ini terjadi karena fitur geografis dari garis pantai," tambah dosen pada Pascasarjana Ilmu Lingkungan dan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana itu.
Jika ada fitur seperti semenanjung atau tanjung maka hewan yang seharusnya berada di perairan yang lebih dalam, tiba-tiba bingung menemukan diri mereka berada di teluk yang dangkal.
Baca juga: Chaterina sebut Laut Sawu sangat dinamis sebabkan paus terdampar
Baca juga: BKKPN sebut Laut Sawu "kafe" bagi paus dan lumba-lumba
Perairan dangkal dapat menimbulkan risiko, khususnya paus pilot karena cara mereka menavigasi dan berkomunikasi.
Hewan-hewan ini mencari makan dan memberi makan sebagian besar dengan echolocation (menentukan lokasi melalui pantulan suara).
"Jadi, paus pilot menggunakan suara untuk navigasi dan berkomunikasi dan menemukan mangsa mereka," katanya.
Dia mengatakan, saat menggunakan echolocation di perairan yang sangat dangkal, berlumpur menjadi sangat sulit untuk mendapatkan posisi lokasi tepat dan terlihat jelas.
Kombinasi dari kondisi perairan dangkal dan echolocation yang membingungkan, kacau, dan berbahaya ini merupakan bahaya serius dan dapat menyebabkan keterdamparan massal.
Paus pilot bisa saja pada akhirnya datang ke daerah dangkal dan terdampar oleh gelombang surut, sehingga lay-of-the-land alami adalah faktor risiko yang nyata bagi hewan-hewan ini.
Faktor ke empat adalah karena mengikuti pemimpin kelompok (Social bonding).
Artinya, jika seekor paus terluka atau hilang, mengapa mereka akhirnya terdampar dalam jumlah yang sangat besar?. Para ahli mengatakan jawabannya terletak pada perilaku mereka yang seperti kawanan.
Kelima adalah kemungkinan penyebab lain dari keterdamparan, beberapa ahli berpendapat, adalah suhu air yang lebih hangat.
"Kemungkinan ini berpengaruh terjadi saat arah mangsa bergerak dan sebagai akibatnya paus mengikuti arah mangsa bergerak seperti menuju perairan hangat (bisa juga dekat dengan pantai)," katanya menjelaskan.