Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan wartawan adalah profesi yang tidak bisa berhenti di saat pandemi COVID-19 sedang melanda.
"Justru diharapkan bekerja lebih keras dalam memasok informasi termasuk hiburan kepada masyarakat," kata dia saat diskusi daring yang diadakan ANTARA dengan tema Aman dan Sehat Kala Bekerja: Wartawan Garda Terdepan Industri Media di Jakarta, Selasa, (11/8).
Baca juga: Dewan Pers ingatkan media beri pemahaman tentang COVID-19
Profesi wartawan saat ini, ujar dia, sama halnya dengan posisi dokter yang terus bekerja untuk menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan banyak pihak.
Sebab, pada saat masa-masa di tengah pandemi COVID-19 ini kebutuhan akan informasi makin besar dan hal itu hanya dapat dilakukan oleh wartawan.
Kesadaran akan pentingnya posisi wartawan tersebut terutama di tengah pandemi disadari betul oleh sejumlah negara-negara demokrasi.
Sebab, negara-negara demokrasi menyadari untuk menghadapi pandemi COVID-19 komunikasi publik menjadi kunci penting. Oleh karena itu, wartawan dan media massa dibutuhkan sekali keberadaannya.
Sebagai contoh Uni Eropa mengeluarkan kebijakan insentif yakni dana bantuan darurat bagi perusahaan media untuk melawan misinformasi dan disinformasi di tengah pandemi. Kemudian Norwegia mengeluarkan kebijakan insentif, yaitu paket bantuan kepada media massa yang diperkirakan dapat menutup 60 persen kerugian finansial sebesar 27 juta Euro.
Di Selandia Baru, pemerintahnya membelanjakan 50 juta dolar atau sekitar Rp425 miliar untuk bisnis media yang menderita kerugian finansial akibat pandemi COVID-19.
Khusus di Indonesia keadaan industri media cukup memprihatinkan dimana 50 persen perusahaan pers cetak telah memotong gaji karyawan dengan besaran dua hingga 30 persen.
Baca juga: Artikel - Upaya menangkal berita bohong di tahun politik
Baca juga: Tak Semua Sengketa Mendapat Pertimbangan Dewan Pers
Selanjutnya 38,6 persen perusahaan pers cetak sudah atau sedang mempertimbangkan opsi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan. Jumlah karyawan yang sudah dan sedang proses PHK berkisar 25 hingga 100 orang di setiap perusahaannya.
"Data ini telah kita berikan kepada pemerintah melalui Wakil Presiden dan Presiden," katanya.
Dengan kondisi tersebut, komunitas pers nasional mengharapkan perhatian negara terhadap industri pers sebagaimana yang telah ditunjukkan negara-negara demokratis lain.
"Justru diharapkan bekerja lebih keras dalam memasok informasi termasuk hiburan kepada masyarakat," kata dia saat diskusi daring yang diadakan ANTARA dengan tema Aman dan Sehat Kala Bekerja: Wartawan Garda Terdepan Industri Media di Jakarta, Selasa, (11/8).
Baca juga: Dewan Pers ingatkan media beri pemahaman tentang COVID-19
Profesi wartawan saat ini, ujar dia, sama halnya dengan posisi dokter yang terus bekerja untuk menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan banyak pihak.
Sebab, pada saat masa-masa di tengah pandemi COVID-19 ini kebutuhan akan informasi makin besar dan hal itu hanya dapat dilakukan oleh wartawan.
Kesadaran akan pentingnya posisi wartawan tersebut terutama di tengah pandemi disadari betul oleh sejumlah negara-negara demokrasi.
Sebab, negara-negara demokrasi menyadari untuk menghadapi pandemi COVID-19 komunikasi publik menjadi kunci penting. Oleh karena itu, wartawan dan media massa dibutuhkan sekali keberadaannya.
Sebagai contoh Uni Eropa mengeluarkan kebijakan insentif yakni dana bantuan darurat bagi perusahaan media untuk melawan misinformasi dan disinformasi di tengah pandemi. Kemudian Norwegia mengeluarkan kebijakan insentif, yaitu paket bantuan kepada media massa yang diperkirakan dapat menutup 60 persen kerugian finansial sebesar 27 juta Euro.
Di Selandia Baru, pemerintahnya membelanjakan 50 juta dolar atau sekitar Rp425 miliar untuk bisnis media yang menderita kerugian finansial akibat pandemi COVID-19.
Khusus di Indonesia keadaan industri media cukup memprihatinkan dimana 50 persen perusahaan pers cetak telah memotong gaji karyawan dengan besaran dua hingga 30 persen.
Baca juga: Artikel - Upaya menangkal berita bohong di tahun politik
Baca juga: Tak Semua Sengketa Mendapat Pertimbangan Dewan Pers
Selanjutnya 38,6 persen perusahaan pers cetak sudah atau sedang mempertimbangkan opsi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan. Jumlah karyawan yang sudah dan sedang proses PHK berkisar 25 hingga 100 orang di setiap perusahaannya.
"Data ini telah kita berikan kepada pemerintah melalui Wakil Presiden dan Presiden," katanya.
Dengan kondisi tersebut, komunitas pers nasional mengharapkan perhatian negara terhadap industri pers sebagaimana yang telah ditunjukkan negara-negara demokratis lain.