Kupang (ANTARA) - Ketua Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dr Teda Litik meminta pemerintah daerah di provinsi berbasis kepulauan itu, untuk tegas dalam menegakkan aturan mengenai pelaksanaan protokol kesehatan selama masa adaptasi kebiasaan baru.
Sikap tegas pemerintah ini penting untuk mencegah penyebaran COVID-19 di daerah itu yang lebih luas, kata Teda Litik kepada ANTARA di Kupang, Kamis, (3/9) terkait meningkatnya kasus COVID-19 di daerah itu.
Selama tiga hari terakhir ini sejak 31 Agustus hingga 2 September 2020, jumlah kasus COVID-19 bertambah dari 179 pada 31 Agustus menjadi 200 kasus pada 2 September atau bertambah 21 kasus.
"Saya berbicara sebagai dokter tentu merasa sangat prihatin dengan gambaran di depan mata seperti saat ini, dimana sejak era kebiasaan baru pada 15 Juni sepertinya kehendak bebas masyarakat menjadi panglima sekehendak mereka saja," katanya.
Protokol kesehatan tidak lagi dipatuhi secara benar dan konsisten oleh masyarakat, kata Teda Litik.
"Lihat saja pada acara pesta, undangannya masuk tanpa cuci tangan, tanpa mengenakan masker, ruangan penuh dan bergerombol tanpa jaga jarak," katanya.
"Seharusnya kan pengelola gedung pesta yang bertanggung jawab, tapi itu tidak terjadi," katanya menambahkan.
Sementara dari pihak pemerintah juga belum ada monitoring dan evaluasi di lapangan tentang pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru, apalagi menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar.
Dia menambahkan, semuanya kembali kepada kesadaran masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam penegakan protokol kesehatan.
"Sebab dampak ekonomi berkepanjangan akan berlangsung apabila kondisinya seperti ini. Apalagi NTT ingin mempromosikan pariwisata, tapi kasus positif bertambah terus maka wisatawan akan ragu-ragu untuk berkunjung," katanya.
Sikap tegas pemerintah ini penting untuk mencegah penyebaran COVID-19 di daerah itu yang lebih luas, kata Teda Litik kepada ANTARA di Kupang, Kamis, (3/9) terkait meningkatnya kasus COVID-19 di daerah itu.
Selama tiga hari terakhir ini sejak 31 Agustus hingga 2 September 2020, jumlah kasus COVID-19 bertambah dari 179 pada 31 Agustus menjadi 200 kasus pada 2 September atau bertambah 21 kasus.
"Saya berbicara sebagai dokter tentu merasa sangat prihatin dengan gambaran di depan mata seperti saat ini, dimana sejak era kebiasaan baru pada 15 Juni sepertinya kehendak bebas masyarakat menjadi panglima sekehendak mereka saja," katanya.
Protokol kesehatan tidak lagi dipatuhi secara benar dan konsisten oleh masyarakat, kata Teda Litik.
"Lihat saja pada acara pesta, undangannya masuk tanpa cuci tangan, tanpa mengenakan masker, ruangan penuh dan bergerombol tanpa jaga jarak," katanya.
"Seharusnya kan pengelola gedung pesta yang bertanggung jawab, tapi itu tidak terjadi," katanya menambahkan.
Sementara dari pihak pemerintah juga belum ada monitoring dan evaluasi di lapangan tentang pelaksanaan adaptasi kebiasaan baru, apalagi menjatuhkan sanksi kepada mereka yang melanggar.
Dia menambahkan, semuanya kembali kepada kesadaran masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam penegakan protokol kesehatan.
"Sebab dampak ekonomi berkepanjangan akan berlangsung apabila kondisinya seperti ini. Apalagi NTT ingin mempromosikan pariwisata, tapi kasus positif bertambah terus maka wisatawan akan ragu-ragu untuk berkunjung," katanya.