Kupang (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat sebanyak 1.698 debitur yang terdampak pandemi COVID-19 telah memperoleh manfaat dari kebijakan restrukturisasi atau keringanan kredit dari lembaga jasa keuangan di NTT.
"Restrukturisasi kredit yang direalisasikan bagi 1.698 debitur di NTT ini dengan nilai sebesar Rp773,9 miliar," kata Kepala Sub Bagian Pengawasan Bank OJK Provinsi NTT Suryanto Nur Hidayat, dalam keterangan yang diterima di Kupang, Kamis (12/11).
Ia mengatakan restrukturisasi kredit ini diterapkan berdasarkan Peraturan OJK Nomor 03 Tahun 2020 yang direalisasikan pada perbankan yang memiliki kantor pusat di NTT yakni Bank Pemerintah Derah (BPD) dan Bank Pengkreditan Rakyat (BPR).
Dari kebijakan tersebut, realisasi terbanyak dilakukan oleh bank BPD NTT yakni kepada sebanyak 1.117 debitur dengan nilai Rp668,79 miliar. Sedangkan dari BPR direalisasikan kepada 581 debitur dengan nilai Rp104,9 miliar.
Suryanto menjelaskan penerima manfaat kebijakan keringanan kredit di NTT didominasi sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) yaitu 1.605 debitur dengan nilai Rp487,97 miliar. Debitur dari sektor non-UMKM yang mendapat keringanan hanya sebanyak 93 debitur dengan nilai Rp285,23 miliar.
Baca juga: Realisasi pemberian keringanan kredit di NTT bertambah 1.125 debitur
Sebelumnya, Kepala OJK Provinsi NTT, Robert Sianipar meminta agar perbankan maupun perusahaan pembiayaan di NTT terus pro aktif melakukan pendataan terhadap para debitur yang terdampak COVID-19 untuk mendapat stimulus kredit.
Ia menjelaskan nasabah atau debitur wajib mengajukan permohonan kepada pihak bank atau leasing untuk mendapatkan relaksasi ini, yang dapat disampaikan secara daring, email atau website yang ditetapkan lembaga tersebut.
"Pemberian keringanan kredit ini diprioritaskan untuk nasabah yang sebelumnya lancar membayar namun kemudian menurun kinerja usahanya sebagai dampak COVID-19," katanya.
Robert menambahkan para nasabah wajib mengajukan permohonan keringanan kepada bank atau leasing dan selanjutnya akan dinilai kondisi masing-masing nasabah apakah terdampak atau tidak, bagaimana historis pembayarannya dan sebagainya.
"OJK memberikan keleluasaan kepada bank atau leasing untuk menilai berdasarkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi moral hazard atau bahaya moral," katanya.
Baca juga: Sebanyak 15.803 debitur di NTT berpotensi terdampak pandemi COVID-19
Baca juga: OJK NTT minta debitur laporkan lembaga tak layani keringanan kredit
"Restrukturisasi kredit yang direalisasikan bagi 1.698 debitur di NTT ini dengan nilai sebesar Rp773,9 miliar," kata Kepala Sub Bagian Pengawasan Bank OJK Provinsi NTT Suryanto Nur Hidayat, dalam keterangan yang diterima di Kupang, Kamis (12/11).
Ia mengatakan restrukturisasi kredit ini diterapkan berdasarkan Peraturan OJK Nomor 03 Tahun 2020 yang direalisasikan pada perbankan yang memiliki kantor pusat di NTT yakni Bank Pemerintah Derah (BPD) dan Bank Pengkreditan Rakyat (BPR).
Dari kebijakan tersebut, realisasi terbanyak dilakukan oleh bank BPD NTT yakni kepada sebanyak 1.117 debitur dengan nilai Rp668,79 miliar. Sedangkan dari BPR direalisasikan kepada 581 debitur dengan nilai Rp104,9 miliar.
Suryanto menjelaskan penerima manfaat kebijakan keringanan kredit di NTT didominasi sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) yaitu 1.605 debitur dengan nilai Rp487,97 miliar. Debitur dari sektor non-UMKM yang mendapat keringanan hanya sebanyak 93 debitur dengan nilai Rp285,23 miliar.
Baca juga: Realisasi pemberian keringanan kredit di NTT bertambah 1.125 debitur
Sebelumnya, Kepala OJK Provinsi NTT, Robert Sianipar meminta agar perbankan maupun perusahaan pembiayaan di NTT terus pro aktif melakukan pendataan terhadap para debitur yang terdampak COVID-19 untuk mendapat stimulus kredit.
Ia menjelaskan nasabah atau debitur wajib mengajukan permohonan kepada pihak bank atau leasing untuk mendapatkan relaksasi ini, yang dapat disampaikan secara daring, email atau website yang ditetapkan lembaga tersebut.
"Pemberian keringanan kredit ini diprioritaskan untuk nasabah yang sebelumnya lancar membayar namun kemudian menurun kinerja usahanya sebagai dampak COVID-19," katanya.
Robert menambahkan para nasabah wajib mengajukan permohonan keringanan kepada bank atau leasing dan selanjutnya akan dinilai kondisi masing-masing nasabah apakah terdampak atau tidak, bagaimana historis pembayarannya dan sebagainya.
"OJK memberikan keleluasaan kepada bank atau leasing untuk menilai berdasarkan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi moral hazard atau bahaya moral," katanya.
Baca juga: Sebanyak 15.803 debitur di NTT berpotensi terdampak pandemi COVID-19
Baca juga: OJK NTT minta debitur laporkan lembaga tak layani keringanan kredit