Kupang (Antara NTT) - Potensi panas bumi Waisano-Werang di Kabupaten Manggarai Barat, Flores bagian barat, Nusa Tenggara Timur akan menjadi proyek percontohan pertama setelah pemerintah menetapkan Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
"Kemungkinan besar panas bumi Waisano yang menjadi proyek pertama, sekaligus menjadi proyek percontohan," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT Boni Marasina kepada Antara di Kupang, Jumat, terkait implementasi Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Pemerintah pusat telah menetapkan Flores, Nusa Tenggara Timur sebagai Pulau Panas Bumi karena memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber listrik maupun sumber non listrik.
Penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Dia mengatakan, belum mendapat pemberitahuan resmi dari pemerintah pusat, tetapi pada penyerahan keputusan menteri tentang penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi beberapa waktu lalu sudah disampaikan bahwa, potensi panas bumi Waisano yang mencapai 60 MW akan menjadi proyek pertama yang akan dikerjakan.
"Kami belum tahu kapan realisasinya, tetapi pemerintah dan rakyat NTT tentu berharap bahwa tahun ini proyek percontohan sudah bisa mulai dikerjakan," katanya.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Yunus Saefulhak sebelumnya mengatakan, proyek pertama yang akan dikembangkan di Pulau Flores adalah wilayah Waisano. Waisano dipilih berdasarkan hasil survei Badan Geologi (Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi) yang telah dianalisis sebelumnya oleh tenaga ahli World Bank.
Dana yang digunakan untuk mengembangkan Waisano adalah dengan menggunakan dana Geothermal Fund. Dana tersebut berasal dari dana hibah World Bank dan APBN.
"Dananya sudah sejumlah Rp3 triliun dari APBN, plus 55,25 juta USD dari World Bank," terang Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Yunus Saefulhak.
Menurut Yunus, dana yang digunakan dari Geothermal Fund ini sebagai mitigasi eksplorasi, sehingga diharapkan biaya yang dikeluarkan dapat dikembalikan oleh para pengusaha dan dapat diputar kembali untuk melakukan pembiayaan eksplorasi di wilayah lainnya (revolving fund).
Biaya eksplorasi untuk panas bumi memang cukup tinggi, mengingat biaya eksplorasi yang dibutuhkan untuk pengembangan 1 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) sekitar USD 20-25 juta.
Selain sebagai pulau percontohan untuk pemanfaatan listrik, geothermal di Flores juga dapat dimanfaatkan untuk pembentukan geopark, karena hasil sampingan dari geothermal ini dapat digunakan untuk pembangunan Geopark.
"Geopark ini tentu dapat menjadikan Pulau Flores sebagai salah satu tempat wisata yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar," kata Yunus menjelaskan.
"Kemungkinan besar panas bumi Waisano yang menjadi proyek pertama, sekaligus menjadi proyek percontohan," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi NTT Boni Marasina kepada Antara di Kupang, Jumat, terkait implementasi Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Pemerintah pusat telah menetapkan Flores, Nusa Tenggara Timur sebagai Pulau Panas Bumi karena memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber listrik maupun sumber non listrik.
Penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Dia mengatakan, belum mendapat pemberitahuan resmi dari pemerintah pusat, tetapi pada penyerahan keputusan menteri tentang penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi beberapa waktu lalu sudah disampaikan bahwa, potensi panas bumi Waisano yang mencapai 60 MW akan menjadi proyek pertama yang akan dikerjakan.
"Kami belum tahu kapan realisasinya, tetapi pemerintah dan rakyat NTT tentu berharap bahwa tahun ini proyek percontohan sudah bisa mulai dikerjakan," katanya.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Yunus Saefulhak sebelumnya mengatakan, proyek pertama yang akan dikembangkan di Pulau Flores adalah wilayah Waisano. Waisano dipilih berdasarkan hasil survei Badan Geologi (Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi) yang telah dianalisis sebelumnya oleh tenaga ahli World Bank.
Dana yang digunakan untuk mengembangkan Waisano adalah dengan menggunakan dana Geothermal Fund. Dana tersebut berasal dari dana hibah World Bank dan APBN.
"Dananya sudah sejumlah Rp3 triliun dari APBN, plus 55,25 juta USD dari World Bank," terang Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Yunus Saefulhak.
Menurut Yunus, dana yang digunakan dari Geothermal Fund ini sebagai mitigasi eksplorasi, sehingga diharapkan biaya yang dikeluarkan dapat dikembalikan oleh para pengusaha dan dapat diputar kembali untuk melakukan pembiayaan eksplorasi di wilayah lainnya (revolving fund).
Biaya eksplorasi untuk panas bumi memang cukup tinggi, mengingat biaya eksplorasi yang dibutuhkan untuk pengembangan 1 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) sekitar USD 20-25 juta.
Selain sebagai pulau percontohan untuk pemanfaatan listrik, geothermal di Flores juga dapat dimanfaatkan untuk pembentukan geopark, karena hasil sampingan dari geothermal ini dapat digunakan untuk pembangunan Geopark.
"Geopark ini tentu dapat menjadikan Pulau Flores sebagai salah satu tempat wisata yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar," kata Yunus menjelaskan.