Kupang (Antara NTT) - Ketua DPRD Nusa Tenggara Timur Anwar Pua Geno mengharapkan alokasi anggaran untuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebesar Rp6,52 triliun dalam RAPBN 2018, sebaiknya diprioritaskan juga untuk ketahanan energi di daerah-daerah tertinggal.
"Ketahanan energi di daerah tertinggal, terpencil dan terdepan (3T) juga perlu mendapat prioritas, karena anggaran tersebut untuk mendukung komitmen Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menargetkan 96 persen masyarakat Indonesia dapat menikmati listrik yang layak dan terjangkay pada 2019," kata Pua Geno kepada Antara di Kupang, Rabu.
Ia mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam hal penyisihan dana untuk ketahanan energi di daerah 3T, jika dibandingkan dengan Timor Leste, negara yang baru merdeka pada 2002 setelah menyatakan berpisah dengan Indonesia melalui referendum pada Agustus 1999..
"Indonesia dengan negara setengah Pulau Timor itu pun masih tertinggal dalam hal anggaran untuk ketahan energi, sehingga perlu ada alokasi anggaran yang cukup dari pemerintah untuk mendukung program elektrifikasi di daerah 3T yang belum terjangkau sampai saat ini," katanya.
Menurut Pua Geno, dana ketahanan energi (petroleum fund) untuk Timor Leste hingga 2016 diperkirakan telah mencapai sekitar 17 miliar dolar AS yang diperoleh dari penjualan BBM. Demikian pun halnya dengan negeri jiran Malaysia.
"Malaysia juga memiliki anggaran ketahanan energi (renewable energi fund) sebesar 17 miliar dolar AS, dan juga memungut dua persen dari tarif listrik kepada masing-masing rumah tangga," katanya.
Demikian pun halnya dengan Norwegia. Meski negara tersebut kaya minyak, tetap menyisihkan dana untuk membangun energi terbarukan. Saat ini dana tersebut hampir mencapai sekitar 18 miliar dolar AS.
Menurutnya, apabila alokasi anggaran untuk ketahanan energi signifikan maka dana itu juga bisa bermanfaat untuk menjaga ketahanan ekonomi.
"Sebab kalau kita rentan ketahanan energi, kita juga rentan terhadap ketahanan ekonomi. Kalau rentang ketahanan ekonomi, ketahanan nasional juga ikut rentan," katanya.
Meningkatnya pertumbuhan dan kontribusi sektor energi yang sampai sejauh ini baru tereksplorasi sekitar 6 persen, namun menjadi faktor utama dalam mendukung langkah pemerintah mewujudkan target produksi dan konsumsi dengan tujuan untuk menjadi pemimpin dunia di sektor energi.
Dalam sebuah wawancara dengan The Oil and Gas Year, Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan komitmennya untuk menngkatkan konektivitas geografis guna wujudkan energi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.
"Fokus kami saat ini adalah masyarakat Indonesia dapat menikmati listrik yang layak dan terjangkau. Target kami pada 2019 setidaknya 96 persen masyarakat Indonesia dapat mengakses listrik yang layak di rumah mereka," ujar Menteri Jonan.
"Ketahanan energi di daerah tertinggal, terpencil dan terdepan (3T) juga perlu mendapat prioritas, karena anggaran tersebut untuk mendukung komitmen Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menargetkan 96 persen masyarakat Indonesia dapat menikmati listrik yang layak dan terjangkay pada 2019," kata Pua Geno kepada Antara di Kupang, Rabu.
Ia mengatakan Indonesia masih tertinggal dalam hal penyisihan dana untuk ketahanan energi di daerah 3T, jika dibandingkan dengan Timor Leste, negara yang baru merdeka pada 2002 setelah menyatakan berpisah dengan Indonesia melalui referendum pada Agustus 1999..
"Indonesia dengan negara setengah Pulau Timor itu pun masih tertinggal dalam hal anggaran untuk ketahan energi, sehingga perlu ada alokasi anggaran yang cukup dari pemerintah untuk mendukung program elektrifikasi di daerah 3T yang belum terjangkau sampai saat ini," katanya.
Menurut Pua Geno, dana ketahanan energi (petroleum fund) untuk Timor Leste hingga 2016 diperkirakan telah mencapai sekitar 17 miliar dolar AS yang diperoleh dari penjualan BBM. Demikian pun halnya dengan negeri jiran Malaysia.
"Malaysia juga memiliki anggaran ketahanan energi (renewable energi fund) sebesar 17 miliar dolar AS, dan juga memungut dua persen dari tarif listrik kepada masing-masing rumah tangga," katanya.
Demikian pun halnya dengan Norwegia. Meski negara tersebut kaya minyak, tetap menyisihkan dana untuk membangun energi terbarukan. Saat ini dana tersebut hampir mencapai sekitar 18 miliar dolar AS.
Menurutnya, apabila alokasi anggaran untuk ketahanan energi signifikan maka dana itu juga bisa bermanfaat untuk menjaga ketahanan ekonomi.
"Sebab kalau kita rentan ketahanan energi, kita juga rentan terhadap ketahanan ekonomi. Kalau rentang ketahanan ekonomi, ketahanan nasional juga ikut rentan," katanya.
Meningkatnya pertumbuhan dan kontribusi sektor energi yang sampai sejauh ini baru tereksplorasi sekitar 6 persen, namun menjadi faktor utama dalam mendukung langkah pemerintah mewujudkan target produksi dan konsumsi dengan tujuan untuk menjadi pemimpin dunia di sektor energi.
Dalam sebuah wawancara dengan The Oil and Gas Year, Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan komitmennya untuk menngkatkan konektivitas geografis guna wujudkan energi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.
"Fokus kami saat ini adalah masyarakat Indonesia dapat menikmati listrik yang layak dan terjangkau. Target kami pada 2019 setidaknya 96 persen masyarakat Indonesia dapat mengakses listrik yang layak di rumah mereka," ujar Menteri Jonan.