Kupang (Antara NTT) - Gugatan Pemerintah Indonesia terhadap PTTEP dalam sengketa kerusakan lingkungan akibat tragedi Montara 2009 di Laut Timor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/8) diduga salah alamat, karena tidak dihadiri oleh PTTEP Australasia.
"Situasi ini telah telah memberikan image yang buruk terhadap Pemerintah Indonesia di mata internasional," kata Direktur Ocean Watch Indonesia (OWI) Herman Jaya, Jumat, menanggapi tidak hadirnya PTTEP Australasia dalam sidang perdana tersebut.
Terkait dengan sengketa kerusakan lingkungan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia bertindak sebagai penggugat atas nama Negara terhadap The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) yang berkedudukan di Australia sebagai tergugat I.
Selain itu, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited berkedudukan di Thailand, sebagai tergugat II, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) berkedudukan di Thailand, sebagai tergugat III.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Budi Hertantyo ini masih mengagendakan pemeriksaan surat kuasa dari para pihak, yang dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, PTTEP, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL).
Sementara PTTEP AA sebagai tergugat I tidak hadir tanpa keterangan dalam sidang perdana di PN Jakarta Pusat itu. Namun, Majelis Hakim akan memanggil PTTEP AA secara resmi lewat pengadilan untuk hadir dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 22 November 2017.
Perkara ini bermula dari Deputi I Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno yang mengatakan ketiga perusahaan itu bertanggungjawab secara sendiri-sendiri maupun tanggung renteng berdasarkan prinsip hukum nasional dan hukum internasional atas meledaknya Kilang Minyak Montara milik perusahaan 2009 silam.
Herman Jaya mengatakan jika nama tergugat I adalah The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) yang berkedudukan di Australia maka hal itu diyakini salah alamat.
Konsekuensinya, kata dia, Kementerian LHK dan para pengacaranya telah membuat sebuah kesalahan yang sangat fatal, baik dengan sengaja maupun tidak, telah mengorbankan harkat dan martabat bangsa dan Negara di mata dunia internasional.
"Setahu saya, perusahaan pencemar Laut Timor itu adalah anak perusahaan dari PTTEP yang beroperasi di Australia itu bukan namanya PTTEP AA, sehingga pantas saja jika mereka tidak mau hadir dalam persidangan perdana pada 23 Agustus lalu di PN Jakarta Pusat. Apakah ini bukan namanya salah alamat," kata Herman dalam nada tanya.
Atas dasar itu, ia mendesak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk segera meminta pertanggungjawaban dari semua pihak terkait yang terlibat dalam persiapan hingga penyusunan surat gugatan tersebut untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang bermain dibalik skandal ini.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni ketika dihubungi Antara sedang berada di Sydney, Australia dan belum bersedia untuk memberikan tanggapan soal pernyataan Herman Jaya tersebut.
"Minggu depan saya sudah di Jakarta dan ingin menemui Pak Menko Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk membicarakan masalah ini," demikian Ferdi Tanoni yang juga Ketua Peduli Timor Barat itu.
"Situasi ini telah telah memberikan image yang buruk terhadap Pemerintah Indonesia di mata internasional," kata Direktur Ocean Watch Indonesia (OWI) Herman Jaya, Jumat, menanggapi tidak hadirnya PTTEP Australasia dalam sidang perdana tersebut.
Terkait dengan sengketa kerusakan lingkungan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia bertindak sebagai penggugat atas nama Negara terhadap The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) yang berkedudukan di Australia sebagai tergugat I.
Selain itu, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited berkedudukan di Thailand, sebagai tergugat II, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) berkedudukan di Thailand, sebagai tergugat III.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Budi Hertantyo ini masih mengagendakan pemeriksaan surat kuasa dari para pihak, yang dihadiri oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, PTTEP, dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL).
Sementara PTTEP AA sebagai tergugat I tidak hadir tanpa keterangan dalam sidang perdana di PN Jakarta Pusat itu. Namun, Majelis Hakim akan memanggil PTTEP AA secara resmi lewat pengadilan untuk hadir dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 22 November 2017.
Perkara ini bermula dari Deputi I Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno yang mengatakan ketiga perusahaan itu bertanggungjawab secara sendiri-sendiri maupun tanggung renteng berdasarkan prinsip hukum nasional dan hukum internasional atas meledaknya Kilang Minyak Montara milik perusahaan 2009 silam.
Herman Jaya mengatakan jika nama tergugat I adalah The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) yang berkedudukan di Australia maka hal itu diyakini salah alamat.
Konsekuensinya, kata dia, Kementerian LHK dan para pengacaranya telah membuat sebuah kesalahan yang sangat fatal, baik dengan sengaja maupun tidak, telah mengorbankan harkat dan martabat bangsa dan Negara di mata dunia internasional.
"Setahu saya, perusahaan pencemar Laut Timor itu adalah anak perusahaan dari PTTEP yang beroperasi di Australia itu bukan namanya PTTEP AA, sehingga pantas saja jika mereka tidak mau hadir dalam persidangan perdana pada 23 Agustus lalu di PN Jakarta Pusat. Apakah ini bukan namanya salah alamat," kata Herman dalam nada tanya.
Atas dasar itu, ia mendesak Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk segera meminta pertanggungjawaban dari semua pihak terkait yang terlibat dalam persiapan hingga penyusunan surat gugatan tersebut untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang bermain dibalik skandal ini.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni ketika dihubungi Antara sedang berada di Sydney, Australia dan belum bersedia untuk memberikan tanggapan soal pernyataan Herman Jaya tersebut.
"Minggu depan saya sudah di Jakarta dan ingin menemui Pak Menko Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk membicarakan masalah ini," demikian Ferdi Tanoni yang juga Ketua Peduli Timor Barat itu.