Kupang (Antara NTT) - Pengamat ekonomi Dr James Adam mengatakan pembagian Participating Interest/PI (hak partisipasi) terkait eksplorasi minyak dan gas bumi (Migas) di Blok Masela ke daerah harus adil dan berimbang guna mencegah terjadinya keributan dan saling curiga.
"Apabila pembagiannya tidak adil dan merata, saya yakin tetap menimbulkan keributan dan rasa curiga antardaerah di kemudian hari," katanya kepada Antara di Kupang, Jumat, terkait wacana pembagian PI di Blok Masela 5:5 persen antara Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Ia mengatakan Blok Masela berada di zona perairan netral, sehingga usul Gubernur NTT Frans Lebu Raya agar pembagian PI sebesar 5:5 persen untuk kedua provinsi, perlu dikaji lebih cermat oleh pemerintah pusat.
"Usul Gubernur NTT itu wajar-wajar saja, karena jatah pembagian PI dari pusat ke daerah itu sekitar 10 persen, sehingga beliau mengusulkan agar NTT juga mendapat lima persen dari Blok Masela, merupakan sesuatu yang wajar," ujarnya.
Menurut James Adam permintaan lima persen itu wajar sebab wilayah NTT adalah salah satu yang berdampak langsung dengan eksploitasi migas di Blok Masela.
Jika dilihat dari struktur geografis maka jarak tempuh antara Maluku dengan Blok Masela sekitar 300 kilometer, sedang dari Alor, NTT sekitar 800 kilometer.
Sementara provinsi memiliki kewenangan hanya 12 mil dari garis pantai, sehingga tidak berhak untuk mengelola Blok Masela secara penuh.
Sebagai kompensasi dari penerimaan PI itu, pemerintah meminta, kepada Pemerintah Provinsi Maluku agar menyiapkan 12.000 sumber daya manusia yang akan mendukung pengelolaan Blok Masela.
Ia menegaskan, penyiapan SDM harus dilakukan agar jangan sampai kebutuhan itu justru dipenuhi dari SDM asing dari luar Maluku.
Sebelumnya kilang Blok Masela digarap perusahaan minyak Royal-Shell Belanda dan Inpex yang berbasis di Jepang dengan nilai investasi sekira 20 miliar dolar AS atau sekira Rp200 triliun untuk mengembangkan blok kaya migas yang terletak di Laut Timor antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Maluku.
Investasi di Blok Masela bisa naik sampai 20 miliar dolar AS, karena perusahaan minyak tersebut berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi gas alam cair di fasilitas abadi sebesar 6.000.000 metrik ton per tahun.
"Apabila pembagiannya tidak adil dan merata, saya yakin tetap menimbulkan keributan dan rasa curiga antardaerah di kemudian hari," katanya kepada Antara di Kupang, Jumat, terkait wacana pembagian PI di Blok Masela 5:5 persen antara Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Ia mengatakan Blok Masela berada di zona perairan netral, sehingga usul Gubernur NTT Frans Lebu Raya agar pembagian PI sebesar 5:5 persen untuk kedua provinsi, perlu dikaji lebih cermat oleh pemerintah pusat.
"Usul Gubernur NTT itu wajar-wajar saja, karena jatah pembagian PI dari pusat ke daerah itu sekitar 10 persen, sehingga beliau mengusulkan agar NTT juga mendapat lima persen dari Blok Masela, merupakan sesuatu yang wajar," ujarnya.
Menurut James Adam permintaan lima persen itu wajar sebab wilayah NTT adalah salah satu yang berdampak langsung dengan eksploitasi migas di Blok Masela.
Jika dilihat dari struktur geografis maka jarak tempuh antara Maluku dengan Blok Masela sekitar 300 kilometer, sedang dari Alor, NTT sekitar 800 kilometer.
Sementara provinsi memiliki kewenangan hanya 12 mil dari garis pantai, sehingga tidak berhak untuk mengelola Blok Masela secara penuh.
Sebagai kompensasi dari penerimaan PI itu, pemerintah meminta, kepada Pemerintah Provinsi Maluku agar menyiapkan 12.000 sumber daya manusia yang akan mendukung pengelolaan Blok Masela.
Ia menegaskan, penyiapan SDM harus dilakukan agar jangan sampai kebutuhan itu justru dipenuhi dari SDM asing dari luar Maluku.
Sebelumnya kilang Blok Masela digarap perusahaan minyak Royal-Shell Belanda dan Inpex yang berbasis di Jepang dengan nilai investasi sekira 20 miliar dolar AS atau sekira Rp200 triliun untuk mengembangkan blok kaya migas yang terletak di Laut Timor antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Maluku.
Investasi di Blok Masela bisa naik sampai 20 miliar dolar AS, karena perusahaan minyak tersebut berusaha untuk meningkatkan kapasitas produksi gas alam cair di fasilitas abadi sebesar 6.000.000 metrik ton per tahun.