Lebak (ANTARA) - Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung Haris Hijrah Wicaksana menyatakan kelompok tidak suka dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini menyebar narasi jabatan presiden tiga periode.
"Sebetulnya, tidak memungkinkan jabatan presiden tiga periode, karena aturan undang-undang jabatan presiden itu selama lima tahun, dan ayat selanjutnya hanya dua periode," kata pengamat yang juga Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Haris Hijrah Wicaksana, di Lebak, Rabu, (18/3).
Selama undang-undang itu tidak diubah dan diamendemen jabatan presiden tetap hanya sampai dua periode, namun jika Jokowi mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pemilu 2024 tidak ada masalah.
Tetapi, kata dia, secara etika politik dan negarawan dipastikan Jokowi tidak mungkin mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Wacana narasi jabatan presiden tiga periode itu dimunculkan oleh kelompok-kelompok lawan politik yang tidak suka terhadap kepemimpinan Jokowi.
Hingga saat ini baik melalui partai politik maupun fraksi-fraksi di DPR RI, tidak ada satu pun yang membahas tentang wacana jabatan presiden tiga periode.
Menurutnya, proses mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode itu tentu cukup panjang dan harus mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 yang diajukan oleh lembaga tinggi negara yakni MPR, dan syarat pengajuannya minimal dua per tiga dari 750 anggota MPR RI.
Setelah itu, ujar dia, mereka membentuk panitia kecil, panitia khusus (pansus) sampai sidang paripurna.
Karena itu, untuk mengamendemen UUD 1945 tentu tidak ada urgensi yang penting dan mendesak terkait jabatan presiden tiga periode.
Lembaga tinggi negara juga pasti menolak presiden tiga periode, karena melahirkan rezim kekuasan sehingga kembali seperti zaman Orde Baru.
"Saya kira proses pengajuan presiden tiga periode cukup lama hingga 2025 dan berpotensi terpecah-belah," katanya menjelaskan.
Menurut dia, Presiden Jokowi telah menyebutkan dan terang-terangan menegaskan jabatan presiden itu hanya dua periode.
Karena itu, menurut Setia Budhi, wacana yang menyebarkan narasi presiden tiga periode itu bertujuan ingin menjatuhkan dan mengganggu kosentrasi Presiden Jokowi dalam melaksanakan kebijakan.
Padahal, saat ini di tengah pandemi COVID-19, akselerasi Presiden Jokowi patut diapresiasi dengan semangat pelaksanaan vaksinasi, dan masyarakat menyambut positif.
Selama ini, ujar dia, penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai cukup baik dan berhasil dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Selain itu, kasus penyebaran Virus Corona kini semakin berkurang, sehingga masyarakat berkeinginan target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen bisa terealisasi tahun 2021.
Baca juga: Kata Mahfud: Pemerintah tidak ada wacana presiden jabat 3 periode
Kinerja Pemerintahan Jokowi selama ini dinilai berhasil dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur jalan tol, penerbangan, waduk, dan lainnya.
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan tidak ada kata lelah pulihkan kesehatan masyarakat
"Keberhasilan Jokowi itu disebar narasi-narasi yang tidak sehat dari lawan politiknya yang ingin menjatuhkannya," kata dosen Untirta Serang itu pula.
"Sebetulnya, tidak memungkinkan jabatan presiden tiga periode, karena aturan undang-undang jabatan presiden itu selama lima tahun, dan ayat selanjutnya hanya dua periode," kata pengamat yang juga Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Haris Hijrah Wicaksana, di Lebak, Rabu, (18/3).
Selama undang-undang itu tidak diubah dan diamendemen jabatan presiden tetap hanya sampai dua periode, namun jika Jokowi mencalonkan diri sebagai wakil presiden pada Pemilu 2024 tidak ada masalah.
Tetapi, kata dia, secara etika politik dan negarawan dipastikan Jokowi tidak mungkin mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
Wacana narasi jabatan presiden tiga periode itu dimunculkan oleh kelompok-kelompok lawan politik yang tidak suka terhadap kepemimpinan Jokowi.
Hingga saat ini baik melalui partai politik maupun fraksi-fraksi di DPR RI, tidak ada satu pun yang membahas tentang wacana jabatan presiden tiga periode.
Menurutnya, proses mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode itu tentu cukup panjang dan harus mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 yang diajukan oleh lembaga tinggi negara yakni MPR, dan syarat pengajuannya minimal dua per tiga dari 750 anggota MPR RI.
Setelah itu, ujar dia, mereka membentuk panitia kecil, panitia khusus (pansus) sampai sidang paripurna.
Karena itu, untuk mengamendemen UUD 1945 tentu tidak ada urgensi yang penting dan mendesak terkait jabatan presiden tiga periode.
Lembaga tinggi negara juga pasti menolak presiden tiga periode, karena melahirkan rezim kekuasan sehingga kembali seperti zaman Orde Baru.
"Saya kira proses pengajuan presiden tiga periode cukup lama hingga 2025 dan berpotensi terpecah-belah," katanya menjelaskan.
Menurut dia, Presiden Jokowi telah menyebutkan dan terang-terangan menegaskan jabatan presiden itu hanya dua periode.
Karena itu, menurut Setia Budhi, wacana yang menyebarkan narasi presiden tiga periode itu bertujuan ingin menjatuhkan dan mengganggu kosentrasi Presiden Jokowi dalam melaksanakan kebijakan.
Padahal, saat ini di tengah pandemi COVID-19, akselerasi Presiden Jokowi patut diapresiasi dengan semangat pelaksanaan vaksinasi, dan masyarakat menyambut positif.
Selama ini, ujar dia, penanganan COVID-19 di Indonesia dinilai cukup baik dan berhasil dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Selain itu, kasus penyebaran Virus Corona kini semakin berkurang, sehingga masyarakat berkeinginan target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen bisa terealisasi tahun 2021.
Baca juga: Kata Mahfud: Pemerintah tidak ada wacana presiden jabat 3 periode
Kinerja Pemerintahan Jokowi selama ini dinilai berhasil dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur jalan tol, penerbangan, waduk, dan lainnya.
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan tidak ada kata lelah pulihkan kesehatan masyarakat
"Keberhasilan Jokowi itu disebar narasi-narasi yang tidak sehat dari lawan politiknya yang ingin menjatuhkannya," kata dosen Untirta Serang itu pula.