Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, nomor urut 1 Willybrodus Lay dan J.T Ose Luan..
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, (18/3).
Setelah melakukan pemeriksaan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tidak mendapatkan bukti dan fakta yang meyakinkan telah terjadi pengurangan suara pemohon dengan cara surat suara dinyatakan tidak sah di sejumlah TPS seperti yang didalilkan pemohon.
Selain itu, menurut Mahkamah, tidak ditemukan adanya politik uang dan mobilisasi massa yang dilakukan oleh pihak terkait secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) seperti yang disampaikan pemohon.
Dalam sidang yang disiarkan secara daring ini, majelis hakim MK menilai permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Adapun pemohon dalam permohonannya menyebut terjadi pelanggaran yang mengakibatkan penambahan suara untuk pihak terkait berupa adanya pemilih tambahan dari kabupaten lain dan pemilih dengan KTP yang tidak terdaftar berdasarkan aplikasi cek KTP.
Menurut pemohon, terjadi politik uang dan mobilisasi massa oleh tim pemenangan pasangan calon nomor urut 02.
Pada perkara tersebut, pemohon juga menyampaikan adanya pengurangan suara pemohon karena surat suara dinyatakan tidak sah yang terjadi di sejumlah TPS yakni TPS 2 Desa Maneikun, TPS 12 Kelurahan Fatubenao, TPS 6 Kelurahan Lidak dan TPS 2 Desa Naitimu.
Berdasarkan keputusan KPU Kabupaten Belu, nomor 224/PL.02.6-Kpt/5304/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2020 16 Desember 2020, perolehan suara sah masing-masing pasangan calon yakni nomor urut 1 Willybrodus Lay dan J.T Ose Luan sebanyak 50.376 suara dan nomor urut 2 Taolin Agustinus dan Aloy Sius Haleserens sebanyak 50.623 suara.
Baca juga: MK putus 10 permohonan sengketa Pilkada, termasuk Pilkada Belu dan Malaka
Baca juga: Pleno Pilkada tiga kabupaten di NTT menunggu putusan MK
"Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, (18/3).
Setelah melakukan pemeriksaan, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tidak mendapatkan bukti dan fakta yang meyakinkan telah terjadi pengurangan suara pemohon dengan cara surat suara dinyatakan tidak sah di sejumlah TPS seperti yang didalilkan pemohon.
Selain itu, menurut Mahkamah, tidak ditemukan adanya politik uang dan mobilisasi massa yang dilakukan oleh pihak terkait secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) seperti yang disampaikan pemohon.
Dalam sidang yang disiarkan secara daring ini, majelis hakim MK menilai permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Adapun pemohon dalam permohonannya menyebut terjadi pelanggaran yang mengakibatkan penambahan suara untuk pihak terkait berupa adanya pemilih tambahan dari kabupaten lain dan pemilih dengan KTP yang tidak terdaftar berdasarkan aplikasi cek KTP.
Menurut pemohon, terjadi politik uang dan mobilisasi massa oleh tim pemenangan pasangan calon nomor urut 02.
Pada perkara tersebut, pemohon juga menyampaikan adanya pengurangan suara pemohon karena surat suara dinyatakan tidak sah yang terjadi di sejumlah TPS yakni TPS 2 Desa Maneikun, TPS 12 Kelurahan Fatubenao, TPS 6 Kelurahan Lidak dan TPS 2 Desa Naitimu.
Berdasarkan keputusan KPU Kabupaten Belu, nomor 224/PL.02.6-Kpt/5304/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati 2020 16 Desember 2020, perolehan suara sah masing-masing pasangan calon yakni nomor urut 1 Willybrodus Lay dan J.T Ose Luan sebanyak 50.376 suara dan nomor urut 2 Taolin Agustinus dan Aloy Sius Haleserens sebanyak 50.623 suara.
Baca juga: MK putus 10 permohonan sengketa Pilkada, termasuk Pilkada Belu dan Malaka
Baca juga: Pleno Pilkada tiga kabupaten di NTT menunggu putusan MK