Kupang (Antara NTT) - PT PLN (Persero) Wilayah Nusa Tenggara Timur mendata 11 lokasi yang menyebar di berbagai daerah kepulauan ini sebagai pusat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2016 hingga 2025.
General Manager PT PLN (Persero) Wilayah NTT Chrisyono kepada wartawan di Kupang, Jumat, mengatakan rencana pembangunan pembangkit EBT itu menyebar di Pulau Timor, Pulau Flores dan Lembata, sesuai potensi jenis pembangkit daerah setempat.
"Jenis pembangkit tersebut ada yang memanfaatkan tenaga panas bumi (PLTP), tenaga uap (PLTU), tenaga mesin gas (PLTMG), dan tenaga air atau mikrohidro (PLTM)," katanya menjelaskan.
Chrisyono mengatakan data yang dimilikinya menyatakan ke-11 lokasi rencana pengembangan pembangkit listrik EBT di antaranya PLTMG 20 Mega Watt (MW) di Kabupaten Manggarai Barat, PLMG Maumere di Kabupaten Sikka 40 MW, dan PLTA Wae Racang di Kabupaten Manggarai 10 MW.
Selain itu, PLTP Ulumbu di Kabupaten Manggarai 20 MW, PLTP Mataloko di Kabupaten Ngada 20 MW, PLTM Ndungga di Kabupaten Ende 20 MW, dan PLTP Sokoria di Kabupaten Ende 30 MW.
PLTU Ropa di Kabupaten Ende 14 MW, PLTP Atadei di Kabupaten Lembata 10 MW, PLTP Oka di Kabupaten Flores Timur 10 MW, dan PLMG Panaf di Kabupaten Kupang 40 MW.
Chrisyono mengatakan beberapa di antara pembangkit tersebut yang sementara dalam proses pembangunan yakni PLMG pada tiga lokasi di Panaf, Maumere dan Manggarai Barat.
"Sementara untuk pembangkit di Flores seperti PLTP Ulumbu dan Mataloko serta PLTU Ropa sudah berstatus operasi," katanya.
Menurutnya, rencana pembangunan berbagai pembangkit itu merupakan bagian dari fokus PLN untuk mempercepat kerja melistriki desa-desa di provinsi itu, yang saat ini tercatat sebanyak 1.200 desa belum berlistrik.
"Untuk tahun ini kita fokus melistriki sebanyak 600 desa, sementara sisanya dikerjakan untuk program tahun selanjutnya," katanya.
Untuk itu, ia mengatakan terus membangun sinergi dengan pihak swasta karena menurutnya tidak bisa hanya mengandalkan PLN semata.
"Saat ini peran swasta memang sudah mulai masuk dan mulai membangun. Pembangunan ini memang membutuhkan pihak swasta karena PLN memiliki keterbatasan baik pendanaan maupun sumber daya manusianya," katanya.
Chrisyono berharap peran swasta terus meningkat untuk pembangunan berbagai jenis potensi pembangkit yang ada, serta dukungan pemerintah daerah agar kerja melistriki ribuan desa di provinsi berbasiskan kepulauan itu dapat terwujud.
"Sehingga perbedaan yang masih sangat jauh antara listrik di kota madya seperti Kota Kupang dengan daerah-daerah kabupaten lainnnya dapat diatasi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di NTT," katanya.
General Manager PT PLN (Persero) Wilayah NTT Chrisyono kepada wartawan di Kupang, Jumat, mengatakan rencana pembangunan pembangkit EBT itu menyebar di Pulau Timor, Pulau Flores dan Lembata, sesuai potensi jenis pembangkit daerah setempat.
"Jenis pembangkit tersebut ada yang memanfaatkan tenaga panas bumi (PLTP), tenaga uap (PLTU), tenaga mesin gas (PLTMG), dan tenaga air atau mikrohidro (PLTM)," katanya menjelaskan.
Chrisyono mengatakan data yang dimilikinya menyatakan ke-11 lokasi rencana pengembangan pembangkit listrik EBT di antaranya PLTMG 20 Mega Watt (MW) di Kabupaten Manggarai Barat, PLMG Maumere di Kabupaten Sikka 40 MW, dan PLTA Wae Racang di Kabupaten Manggarai 10 MW.
Selain itu, PLTP Ulumbu di Kabupaten Manggarai 20 MW, PLTP Mataloko di Kabupaten Ngada 20 MW, PLTM Ndungga di Kabupaten Ende 20 MW, dan PLTP Sokoria di Kabupaten Ende 30 MW.
PLTU Ropa di Kabupaten Ende 14 MW, PLTP Atadei di Kabupaten Lembata 10 MW, PLTP Oka di Kabupaten Flores Timur 10 MW, dan PLMG Panaf di Kabupaten Kupang 40 MW.
Chrisyono mengatakan beberapa di antara pembangkit tersebut yang sementara dalam proses pembangunan yakni PLMG pada tiga lokasi di Panaf, Maumere dan Manggarai Barat.
"Sementara untuk pembangkit di Flores seperti PLTP Ulumbu dan Mataloko serta PLTU Ropa sudah berstatus operasi," katanya.
Menurutnya, rencana pembangunan berbagai pembangkit itu merupakan bagian dari fokus PLN untuk mempercepat kerja melistriki desa-desa di provinsi itu, yang saat ini tercatat sebanyak 1.200 desa belum berlistrik.
"Untuk tahun ini kita fokus melistriki sebanyak 600 desa, sementara sisanya dikerjakan untuk program tahun selanjutnya," katanya.
Untuk itu, ia mengatakan terus membangun sinergi dengan pihak swasta karena menurutnya tidak bisa hanya mengandalkan PLN semata.
"Saat ini peran swasta memang sudah mulai masuk dan mulai membangun. Pembangunan ini memang membutuhkan pihak swasta karena PLN memiliki keterbatasan baik pendanaan maupun sumber daya manusianya," katanya.
Chrisyono berharap peran swasta terus meningkat untuk pembangunan berbagai jenis potensi pembangkit yang ada, serta dukungan pemerintah daerah agar kerja melistriki ribuan desa di provinsi berbasiskan kepulauan itu dapat terwujud.
"Sehingga perbedaan yang masih sangat jauh antara listrik di kota madya seperti Kota Kupang dengan daerah-daerah kabupaten lainnnya dapat diatasi untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di NTT," katanya.