Kupang (Antara NTT) - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya mengatakan pemerintahannya telah memangkas sejumlah biaya perizinan yang disumbangkan pihak ketiga untuk mendukung pertumbuhan investasi di provinsi berbasiskan kepulauan itu.
"Ada sejumlah item yang ditiadakan terutama biaya perizinan karena peraturan lebih tinggi menghendaki seperti itu sehingga beberapa saya hapus," kata Gubernur Lebu Raya di Kupang, Senin.
Gubernur dua periode itu meyakini dengan penghapusan biaya-biaya perizinan tersebut ke depannya akan meningkatkan pertumbuhan investasi di provinsi setemapt karena para calon investor sudah dipermudah.
"Kesempatan berinvestasi juga menjadi lebih baik dengan penghapusan ini, kami berharap ke depannya kebijakan ini bisa dimanfaatkan secara maksimal para investor untuk menanamkan modalnya membangun daerah ini," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD NTT Angelino da Costa, mengatakan pemasukan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Satu Pintu (PMPTSP) berupa sumbangan pihak ketiga sudah dihentikan sejak Oktober 2017 lalu sehingga peraturan daerah terkait hal itu perlu dicabut.
"Penghapusan sumbangan ini telah dilakukan sesuai saran dari KPK sehingga peraturan daerah tentang sumbangan pihak ketiga perlu dicabut atau direvisi," katanya anggota dewan dari komisi yang bermitra dengan Dinas PMPTSP itu dalam rapat paripurna DPRD bersama pemerintah provinsi di Kupang.
Menurutnya, NTT memiliki potensi investasi yang cukup besar, namun komisinya menilai potensi tersebut belum direspon secara memadai dari para kepala daerah di provinsi itu.
Kondisi itu, lanjutnya, tampak pada sejumlah kabupaten dengan realisasi investasi yang sangat kurang bahkan nol persen seperti Kabupaten Timor Tengah Utara, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya Malaka, Ngada, Manggarai Timur, dan Sabu Raijua.
Komisi III mencatat, realisasi investasi di NTT untuk tahun 2017 masih lambat baru mencapai Rp3,5 triliun dari target investasi sebesar Rp3,78 triliun.
Menurutnya, salah satu kendala lambatnya investasi karena masih banyak kewenangan perizinan hingga 75 persen ada di kabupaten/kota.
"Sebagian kewenangan itu masih ditandatangani kepala daerah dan belum didelegasikan ke Dinas PMPTSP provinsi," katanya.
Untuk itu, pihaknya meminta kondisi tersebut perlu dikoordinasikan pemerintah provinsi agar kewenangan tersebut segera didelegasikan guna mendukung lajuh investasi di provinsi "Selaksa Nusa" itu.
"Ada sejumlah item yang ditiadakan terutama biaya perizinan karena peraturan lebih tinggi menghendaki seperti itu sehingga beberapa saya hapus," kata Gubernur Lebu Raya di Kupang, Senin.
Gubernur dua periode itu meyakini dengan penghapusan biaya-biaya perizinan tersebut ke depannya akan meningkatkan pertumbuhan investasi di provinsi setemapt karena para calon investor sudah dipermudah.
"Kesempatan berinvestasi juga menjadi lebih baik dengan penghapusan ini, kami berharap ke depannya kebijakan ini bisa dimanfaatkan secara maksimal para investor untuk menanamkan modalnya membangun daerah ini," katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD NTT Angelino da Costa, mengatakan pemasukan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Satu Pintu (PMPTSP) berupa sumbangan pihak ketiga sudah dihentikan sejak Oktober 2017 lalu sehingga peraturan daerah terkait hal itu perlu dicabut.
"Penghapusan sumbangan ini telah dilakukan sesuai saran dari KPK sehingga peraturan daerah tentang sumbangan pihak ketiga perlu dicabut atau direvisi," katanya anggota dewan dari komisi yang bermitra dengan Dinas PMPTSP itu dalam rapat paripurna DPRD bersama pemerintah provinsi di Kupang.
Menurutnya, NTT memiliki potensi investasi yang cukup besar, namun komisinya menilai potensi tersebut belum direspon secara memadai dari para kepala daerah di provinsi itu.
Kondisi itu, lanjutnya, tampak pada sejumlah kabupaten dengan realisasi investasi yang sangat kurang bahkan nol persen seperti Kabupaten Timor Tengah Utara, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya Malaka, Ngada, Manggarai Timur, dan Sabu Raijua.
Komisi III mencatat, realisasi investasi di NTT untuk tahun 2017 masih lambat baru mencapai Rp3,5 triliun dari target investasi sebesar Rp3,78 triliun.
Menurutnya, salah satu kendala lambatnya investasi karena masih banyak kewenangan perizinan hingga 75 persen ada di kabupaten/kota.
"Sebagian kewenangan itu masih ditandatangani kepala daerah dan belum didelegasikan ke Dinas PMPTSP provinsi," katanya.
Untuk itu, pihaknya meminta kondisi tersebut perlu dikoordinasikan pemerintah provinsi agar kewenangan tersebut segera didelegasikan guna mendukung lajuh investasi di provinsi "Selaksa Nusa" itu.