Jakarta (ANTARA) -
Akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Nurhasan Ismail mengatakan tidak adil jika enam persen pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tersebut jadi dipersoalkan.

"Kan 75 tidak lolos itu hanya sekitar enam persen dan yang lolos 94 persen. Kalau yang tidak lolos itu dipersoalkan katakanlah mau dibatalkan karena ada substansi tesnya, ya kan kasihan yang 94 persen dong," kata Nurhasan Ismail dalam rilis diterima, di Jakarta, Rabu, (19/5).

Ia pun menyatakan bahwa prosedur perekrutan aparatur sipil negara (ASN) memang perlu melalui tes TWK. Jika substansi wawasan kebangsaan itu ditinjau kembali, ia pun mempertanyakan kenapa banyak pegawai yang sanggup lolos.

"Kalau sebagian besar lolos kan secara substansi apakah ada persoalan, kecuali ada misalnya (peserta TWK) tidak lolos tapi (jadi) lolos dan dijadikan persoalan," kata dia.

Nurhasan mengatakan bahwa pegawai KPK yang keberatan bisa menggugat keputusan panitia melalui media lain, semisal peradilan tata usaha negara (PTUN).

"KPK tidak jalan sendiri, ada Badan Kepegawaian Negara melalui proses dan sudah jalan. Substansi tesnya tentu sudah dihitung sedemikian rupa dengan tujuannya," katanya lagi.

Dia menyebutkan perlu adanya solusi agar polemik TWK pegawai KPK bisa selesai.

Menurut dia, sebanyak 75 pegawai KPK atau enam persen dari 1.351 pegawai yang tak lolos TWK belum tentu akan dikeluarkan.

Baca juga: 75 pegawai KPK tidak penuhi syarat jadi ASN resmi dinonaktifkan

"Karena menurut Undang-Undang (UU) ASN yang namanya ASN ada yang berstatus pegawai negeri ada juga yg berstatus pegawai kontrak. Tinggal nanti kebijakan dari pemerintah maupun KPK sendiri," kata Nurhasan.

Nurhasan mengatakan syarat tersebut tertera dalam undang-undang, seperti pengangkatan pegawai yang ada di perguruan tinggi.

"Tidak semua PNS, bahkan sekarang tambah banyak yang pengajar kontrak dengan surat keputusan rektor," ujarnya lagi.

Pewarta : Boyke Ledy Watra
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024