Denpasar (ANTARA) - Pelaku penistaan agama melalui media sosial berinisial RF (23) dikenakan pasal berlapis karena telah melakukan penistaan agama, ujaran kebencian dan melakukan pengambilalihan akun secara ilegal.
"Bahwa dalam hal ini pelaku mengakui telah mengambil alih akun seseorang, karena dasar sakit hati. Lalu, mengakses akun tersebut dan menuliskan postingan mengandung ujaran kebencian," kata Kasubdit I Direskrimsus Cyber Crime Polda Bali AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci dalam konferensi pers di Podla Bali,Senin, (24/5).
Ia menjelaskan bahwa sempat viral postingan tentang pelaksanaan upacara agama Hindu yaitu Melasti pada (12/03) pada salah satu akun facebook bernama "Ardi Alit".
Postingan tersebut isinya "Tolong yang tahu keberadaaan binatang ini dimana, semeton Bali di shere ngih," dan menyertakan tangkapan layar dari postingan akun facebook bernama "Abdillah Pulukan Bali" dengan keterangan "Hanya orang bodoh yang ikut serta merayakan Nyepi, saya sebagai orang taat ibadah di Agama Islam menentang keras adanya hari raya Nyepi. Dah semoga semua umat Hindu yang ada di Bali sadar dan berhenti menyembah batu dan patung, amin,".
Setelah melakukan penyelidikan diperoleh hasil bahwa akun bernama "Ardy Alit" telah diambil alih oleh orang lain sejak (29/01). Selain itu, pemilik akun yang sebenarnya tidak bisa mengakses akun tersebut baik dengan menggunakan nomor telepon dan kata sandi.
"Dari pemilik akun Ardi Alit yang sebenarnya mengaku sebelumnya sempat membuka link website yang diterima dan diminta untuk memasukkan email atau nomor telepon beserta kata sandi facebook dalam website tersebut," katanya.
Pelaku juga menyatakan bahwa benar sudah membuat akun facebook menyerupai akun bernama "Abdilah Pulukan Bali" dengan menggunakan nama dan foto yang sama dengan akun asli. Selanjutnya, postingan itu diambil tangkapan gambar dan disebarkan oleh pelaku dengan memanfaatkan akun "Ardi Alit" yang telah diambil oleh pelaku.
"Setelah dicek pelaku betul bisa mengakses akun Ardi Alit tapi terhadap akun Abdilah Pulukan Bali telah dihapus oleh pelaku," katanya.
Suinaci mengatakan bahwa dari penyidikan ditemukan kesamaan modus operandi dari pelaku dan beberapa menggunakan identitas yang sama. "Jadi pelaku adalah orang yang sama, menggunakan dua akun tersebut," katanya.
Baca juga: NTT-Bali berpotensi jadi pasar peredaran rokok ilegal
Selain itu, pelaku juga telah mengambil alih ratusan akun media sosial orang lain. Setelah memperoleh data akun media sosial korban, pelaku lalu mencari informasi pribadi korban dan biasanya bermuatan pornografi. Kata dia, informasi itu digunakan pelaku untuk memeras korban dan meminta uang dengan ancaman foto atau video korban akan disebarkan.
Baca juga: Lika-liku perjuangan pelaku wisata Bali dan NTT di tengah COVID-19
Atas perbuatannya, pelaku dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berkaitan dengan penyebaran data pornografi. Kedua, Pasal 30 ayat (1) Jo Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait illegal akses.
Selanjutnya, pasal 27 ayat (4) Jo Pasal 45 Ayat (4) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait pemerasan dan pengancaman. Kemudian, Pasal 4 Jo Pasal 29, Pasal 6 Jo Pasal 32 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, lalu Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait ujaran kebencian. Serta Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.
"Bahwa dalam hal ini pelaku mengakui telah mengambil alih akun seseorang, karena dasar sakit hati. Lalu, mengakses akun tersebut dan menuliskan postingan mengandung ujaran kebencian," kata Kasubdit I Direskrimsus Cyber Crime Polda Bali AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci dalam konferensi pers di Podla Bali,Senin, (24/5).
Ia menjelaskan bahwa sempat viral postingan tentang pelaksanaan upacara agama Hindu yaitu Melasti pada (12/03) pada salah satu akun facebook bernama "Ardi Alit".
Postingan tersebut isinya "Tolong yang tahu keberadaaan binatang ini dimana, semeton Bali di shere ngih," dan menyertakan tangkapan layar dari postingan akun facebook bernama "Abdillah Pulukan Bali" dengan keterangan "Hanya orang bodoh yang ikut serta merayakan Nyepi, saya sebagai orang taat ibadah di Agama Islam menentang keras adanya hari raya Nyepi. Dah semoga semua umat Hindu yang ada di Bali sadar dan berhenti menyembah batu dan patung, amin,".
Setelah melakukan penyelidikan diperoleh hasil bahwa akun bernama "Ardy Alit" telah diambil alih oleh orang lain sejak (29/01). Selain itu, pemilik akun yang sebenarnya tidak bisa mengakses akun tersebut baik dengan menggunakan nomor telepon dan kata sandi.
"Dari pemilik akun Ardi Alit yang sebenarnya mengaku sebelumnya sempat membuka link website yang diterima dan diminta untuk memasukkan email atau nomor telepon beserta kata sandi facebook dalam website tersebut," katanya.
Pelaku juga menyatakan bahwa benar sudah membuat akun facebook menyerupai akun bernama "Abdilah Pulukan Bali" dengan menggunakan nama dan foto yang sama dengan akun asli. Selanjutnya, postingan itu diambil tangkapan gambar dan disebarkan oleh pelaku dengan memanfaatkan akun "Ardi Alit" yang telah diambil oleh pelaku.
"Setelah dicek pelaku betul bisa mengakses akun Ardi Alit tapi terhadap akun Abdilah Pulukan Bali telah dihapus oleh pelaku," katanya.
Suinaci mengatakan bahwa dari penyidikan ditemukan kesamaan modus operandi dari pelaku dan beberapa menggunakan identitas yang sama. "Jadi pelaku adalah orang yang sama, menggunakan dua akun tersebut," katanya.
Baca juga: NTT-Bali berpotensi jadi pasar peredaran rokok ilegal
Selain itu, pelaku juga telah mengambil alih ratusan akun media sosial orang lain. Setelah memperoleh data akun media sosial korban, pelaku lalu mencari informasi pribadi korban dan biasanya bermuatan pornografi. Kata dia, informasi itu digunakan pelaku untuk memeras korban dan meminta uang dengan ancaman foto atau video korban akan disebarkan.
Baca juga: Lika-liku perjuangan pelaku wisata Bali dan NTT di tengah COVID-19
Atas perbuatannya, pelaku dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berkaitan dengan penyebaran data pornografi. Kedua, Pasal 30 ayat (1) Jo Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait illegal akses.
Selanjutnya, pasal 27 ayat (4) Jo Pasal 45 Ayat (4) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait pemerasan dan pengancaman. Kemudian, Pasal 4 Jo Pasal 29, Pasal 6 Jo Pasal 32 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, lalu Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terkait ujaran kebencian. Serta Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.