Kupang (Antara NTT) - Rakyat korban tumpahan minyak Montara mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) Siti Nurbaya untuk mencabut gugatan terhadap perusahaan pencemar Laut Timor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena nama perusahaan yang digugat tersebut ternyata salah.
"Mencantumkan nama perusahaan dalam berkas gugatan saja salah, bagaimana pula dengan isi gugatannya? Atas dasar ini, kami minta Menteri Siti Nurbaya untuk mencabut gugatan tersebut di PN Jakarta Pusat," kata Ketua Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni kepada wartawan di Kupang, Selasa.
Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Australia tersebut mengatakan Pemerintah RI melalui Kementerian LHK yang dikoordinasikan oleh Deputy I Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengugat perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP Australasia, namun nama tergugat yang digugat dalam gugatan tersebut salah karena perusahaan tersebut tidak pernah eksis di Australia.
Sebagaimana diketahui, perusahaan asal Thailand PTT Exploration and Production (PTTEP) dan PTTEP Australasia menolak untuk melakukan mediasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kedua perusahaan tersebut merupakan tergugat II dan tergugat I dalam kasus tumpahan minyak Montara di perairan Laut Timor dan berdampak ke Indonesia. Perkara ini turut menyeret sang induk usaha PTT Public Company Limited (tergugat III) yang merupakan perusahaan pelat merah asal Thailand.
Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah penggugat dalam perkara No. 241/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst. Kasus ini telah dijadwalkan masuk agenda mediasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Kuasa hukum tergugat I dan tergugat II Fredrick J Pinakunary menyatakan menolak hadir dalam mediasi. Hal ini disebabkan pihaknya membantah sebagai pihak yang digugat oleh KLHK.
"Kami bukan pihak dalam gugatan, mengapa kita harus hadir. Logikanya begitu saja," katanya sebagaimana yang dikutip berbagai media, Minggu (17/12)
Dalam gugatannya, KLHK menuliskan tergugat I yaitu The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA). Sementara itu, tergugat II yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP).
"Itu perusahaan tidak terdaftar baik di Thailand atau Australia," kataya menegaskan.
Tanoni membenarkan pernyataan pengacara PTTEP Fredrick J Pinakunary dengan menyatakan bahwa dirinya mengetahui secara pasti bahwa nama tergugat I yang terdaftar secara legal di Australia adalah "PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty.Ltd dengan nomor registrasi CAN 004 210 164".
Atas dasar itu, Tanoni atas nama rakyat korban dan pemerintahan daerah NTT mendesak Menteri Siti Nurbaya untuk segera mencabut gugatan terhadap perusahaan pencemar Laut Timor tahun 2009 yang salah alamat tersebut.
Selain itu untuk segera berkoordinasi dan bersinergi dengan rakyat korban Montara dan Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT guna memperbaiki berkas gugatan yang salah itu beserta seluruh isi materi gugatannya sebelum diajukan kembali.
Jika gugatan yang jelas-jelas salah alamat itu terus dipaksakan untuk dilanjutkan sesuai atau keinginan dari Deputy I Kemenkomar RI Arif Havas Oegroseno, maka akibatnya antara lain akan mengorbankan harga diri dan interes nasional Bangsa, Negara dan Kedaulatan NKRI, serta mempermalukan nama Pemerintah RI di mata dunia internasional.
"Kami desak Menteri Siti Nurbaya untuk mencabut gugatan Montara di PN Jakarta Pusat, karena benar-benar tidak profesional dalam menyusun sebuah gugatan perdata," katanya.
Selain itu, mengorbankan ratusan ribu jiwa rakyat di NTT dan mengacaukan proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Federal Australia serta sangat berpotensi menggagalkan semua upaya rakyat korban bersama Pemerintah Daerah NTT yang didukung penuh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI Luhut Binsar Pandjaitan yang telah menemukan titik terang (positif) dalam mempercepat upaya penyelesaian kasus ini secara menyeluruh dan komprehensif.
"Mencantumkan nama perusahaan dalam berkas gugatan saja salah, bagaimana pula dengan isi gugatannya? Atas dasar ini, kami minta Menteri Siti Nurbaya untuk mencabut gugatan tersebut di PN Jakarta Pusat," kata Ketua Advokasi Rakyat Korban Montara Ferdi Tanoni kepada wartawan di Kupang, Selasa.
Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Australia tersebut mengatakan Pemerintah RI melalui Kementerian LHK yang dikoordinasikan oleh Deputy I Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengugat perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP Australasia, namun nama tergugat yang digugat dalam gugatan tersebut salah karena perusahaan tersebut tidak pernah eksis di Australia.
Sebagaimana diketahui, perusahaan asal Thailand PTT Exploration and Production (PTTEP) dan PTTEP Australasia menolak untuk melakukan mediasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kedua perusahaan tersebut merupakan tergugat II dan tergugat I dalam kasus tumpahan minyak Montara di perairan Laut Timor dan berdampak ke Indonesia. Perkara ini turut menyeret sang induk usaha PTT Public Company Limited (tergugat III) yang merupakan perusahaan pelat merah asal Thailand.
Adapun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah penggugat dalam perkara No. 241/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst. Kasus ini telah dijadwalkan masuk agenda mediasi di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Kuasa hukum tergugat I dan tergugat II Fredrick J Pinakunary menyatakan menolak hadir dalam mediasi. Hal ini disebabkan pihaknya membantah sebagai pihak yang digugat oleh KLHK.
"Kami bukan pihak dalam gugatan, mengapa kita harus hadir. Logikanya begitu saja," katanya sebagaimana yang dikutip berbagai media, Minggu (17/12)
Dalam gugatannya, KLHK menuliskan tergugat I yaitu The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA). Sementara itu, tergugat II yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP).
"Itu perusahaan tidak terdaftar baik di Thailand atau Australia," kataya menegaskan.
Tanoni membenarkan pernyataan pengacara PTTEP Fredrick J Pinakunary dengan menyatakan bahwa dirinya mengetahui secara pasti bahwa nama tergugat I yang terdaftar secara legal di Australia adalah "PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty.Ltd dengan nomor registrasi CAN 004 210 164".
Atas dasar itu, Tanoni atas nama rakyat korban dan pemerintahan daerah NTT mendesak Menteri Siti Nurbaya untuk segera mencabut gugatan terhadap perusahaan pencemar Laut Timor tahun 2009 yang salah alamat tersebut.
Selain itu untuk segera berkoordinasi dan bersinergi dengan rakyat korban Montara dan Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT guna memperbaiki berkas gugatan yang salah itu beserta seluruh isi materi gugatannya sebelum diajukan kembali.
Jika gugatan yang jelas-jelas salah alamat itu terus dipaksakan untuk dilanjutkan sesuai atau keinginan dari Deputy I Kemenkomar RI Arif Havas Oegroseno, maka akibatnya antara lain akan mengorbankan harga diri dan interes nasional Bangsa, Negara dan Kedaulatan NKRI, serta mempermalukan nama Pemerintah RI di mata dunia internasional.
"Kami desak Menteri Siti Nurbaya untuk mencabut gugatan Montara di PN Jakarta Pusat, karena benar-benar tidak profesional dalam menyusun sebuah gugatan perdata," katanya.
Selain itu, mengorbankan ratusan ribu jiwa rakyat di NTT dan mengacaukan proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Federal Australia serta sangat berpotensi menggagalkan semua upaya rakyat korban bersama Pemerintah Daerah NTT yang didukung penuh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI Luhut Binsar Pandjaitan yang telah menemukan titik terang (positif) dalam mempercepat upaya penyelesaian kasus ini secara menyeluruh dan komprehensif.