Kupang (Antaranews NTT) - Pengamat ilmu komunikasi dan sosiologi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Dr Aloysius Liliweri MS berpendapat isu ujaran kebencian yang pasti akan muncul dalam Pilkada 2018 di NTT adalah masalah etnik dan agama.
"Isu Pilkada 2018 di NTT hanya akan berputar pada dua isu tersebut, karena hampir setiap kali Pilkada selalu muncul isu etnik dan agama. Dan isu ini sering pula dimunculkan oknum-oknum tak bertanggungjawab di media sosial," katanya kepada Antara di Kupang, Rabu.
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan akan munculnya banyak ujaran kebencian atau "hate speech" lewat media sosial yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab terhadap masing-masing pasangan calon.
Namun demikian, Prof Alo menegaskan bahwa kedua isu tersebut tidak akan mempengaruhi masyarakat di provinsi berbasis kepulauan itu yang kemudian dapat menimbulkan konflik.
"Karena ini sudah menjadi bagian dari realita politik di daerah ini. Saya percaya tidak akan menimbulkan konflik meski kedua isu tersebut sangat sensitif," katanya menegaskan.
Guru Besar dari Undana Kupang itu mengatakan ujaran kebencian di media sosial saat jelang penyelanggaran dan saat penyelenggaran Pilkada itu dilarang oleh Undang-Undang.
Oleh karena itu, kata dia, bagi setiap pasangan calon yang merasa dirugikan dengan adanya ujaran kebencian di media sosial dapat melaporkannya ke pihak kepolisian.
Ia menyebutkan salah satu yang sering digunakan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab saat pilkada adalah kampanye hitam dengan cara menjelek-jelekan setiap pasangan calon lainnya.
Prof Alo Liliweri justru juga mengeluarkan istilah lain yakni kampanye putih, yakni tak jauh berbeda dengan istilah kampanye hitam.
Kampanye putih sendiri menurutnya lebih pada mengagung-agungkan salah satu pasangan yang tidak berkompeten untuk menjadi kepala daerah.
Di sisi lain, pihak Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur juga menyiapkan polisi "Cyber Patrol" dalam rangka mencegah munculnya ujaran kebencian saat Pilgub dan Pilkada yang akan dilaksanakan pada 2018 mendatang di 10 kabuaten se-NTT.
Tim dari Polda sendiri akan menindak dengan tegas siapa pun yang menyebarkan berbagai berita bohong dan menangkap pelaku ujaran kebecian jika salah menggunakan media sosial.
Pilkada 2018 di NTT akan diikuti oleh 10 kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu, yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Sikka, Alor, Ende, Manggarai Timur, Nagekeo, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, dan Rote Ndao.
Di samping itu, pada 2018 juga NTT akan menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur untuk memilih pemimpin baru pascaberakhirnya masa tugas Frans Lebu Raya dan Benny Litelnoni untuk periode 2018-2023.
"Isu Pilkada 2018 di NTT hanya akan berputar pada dua isu tersebut, karena hampir setiap kali Pilkada selalu muncul isu etnik dan agama. Dan isu ini sering pula dimunculkan oknum-oknum tak bertanggungjawab di media sosial," katanya kepada Antara di Kupang, Rabu.
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan akan munculnya banyak ujaran kebencian atau "hate speech" lewat media sosial yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab terhadap masing-masing pasangan calon.
Namun demikian, Prof Alo menegaskan bahwa kedua isu tersebut tidak akan mempengaruhi masyarakat di provinsi berbasis kepulauan itu yang kemudian dapat menimbulkan konflik.
"Karena ini sudah menjadi bagian dari realita politik di daerah ini. Saya percaya tidak akan menimbulkan konflik meski kedua isu tersebut sangat sensitif," katanya menegaskan.
Guru Besar dari Undana Kupang itu mengatakan ujaran kebencian di media sosial saat jelang penyelanggaran dan saat penyelenggaran Pilkada itu dilarang oleh Undang-Undang.
Oleh karena itu, kata dia, bagi setiap pasangan calon yang merasa dirugikan dengan adanya ujaran kebencian di media sosial dapat melaporkannya ke pihak kepolisian.
Ia menyebutkan salah satu yang sering digunakan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab saat pilkada adalah kampanye hitam dengan cara menjelek-jelekan setiap pasangan calon lainnya.
Prof Alo Liliweri justru juga mengeluarkan istilah lain yakni kampanye putih, yakni tak jauh berbeda dengan istilah kampanye hitam.
Kampanye putih sendiri menurutnya lebih pada mengagung-agungkan salah satu pasangan yang tidak berkompeten untuk menjadi kepala daerah.
Di sisi lain, pihak Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur juga menyiapkan polisi "Cyber Patrol" dalam rangka mencegah munculnya ujaran kebencian saat Pilgub dan Pilkada yang akan dilaksanakan pada 2018 mendatang di 10 kabuaten se-NTT.
Tim dari Polda sendiri akan menindak dengan tegas siapa pun yang menyebarkan berbagai berita bohong dan menangkap pelaku ujaran kebecian jika salah menggunakan media sosial.
Pilkada 2018 di NTT akan diikuti oleh 10 kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu, yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Sikka, Alor, Ende, Manggarai Timur, Nagekeo, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, dan Rote Ndao.
Di samping itu, pada 2018 juga NTT akan menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur untuk memilih pemimpin baru pascaberakhirnya masa tugas Frans Lebu Raya dan Benny Litelnoni untuk periode 2018-2023.