Kupang (ANTARA) - Psikolog dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur Andriyani E Lay mengingatkan masyarakat di NTT untuk tidak menormalisasikan sebuah bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan alasan tidak ingin ikut campur masalah orang lain.
"Jadi budaya kekerasan ini adalah suatu budaya yang dapat kita pelajari, maka kita juga bisa mempelajari untuk menciptakan budaya baru yang empatik, hangat, dan aman untuk tumbuh kembang anak,” katanya di Kupang dalam keterangan yang diterima di Kupang, Kamis.
Hal ini disampaikan saat menjadi pembicara dalam acara kampanye “Rise and Speak: Berani Bicara, Selamatkan Sesama” yang digelar oleh Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPO) Badan Reserse Kriminal Mabes Polri di Kupang.
Menurut dia, seluruh masyarakat yang terdiri dari orang tua, mahasiswa, dan anak-anak hadir langsung dalam kampanye itu mempunyai peran yang penting dalam menyuarakan anti kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Dia berharap dengan adanya kampanye ini kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT tidak terjadi lagi, dan angkanya semakin berkurang.
Pelaksanaan yang dihadiri oleh sejumlah anak dan orang tua itu juga diikuti dengan sangat antusias oleh para peserta yang hadir tersebut.
Untuk anak-anak juga disiapkan kids corner. Di sana anak-anak diberikan edukasi bagian tubuh yang tidak boleh dipegang orang lain atau lawan jenis oleh para polisi wanita (Polwan) yang membawa boneka tangan.
Polwan pun sangat ramah bernyanyi dan bercerita kepada anak-anak. Tak hanya itu ada pula Pojok Konsultasi dan Pojok Lapor Bu Polwan, yang disediakan untuk masyarakat yang ingin melapor atau mengadukan kasus yang terjadi di sekitarnya, karena mengarah kepada tindak kekerasan seksual dan perdagangan orang.