Jakarta (Antara NTT) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto menyatakan bahwa penanganan demonstrasi itu dilakukan secara persuasif dan edukatif.
"Sudah ada undang-undangnya, ada hukumnya. Saya peringatkan penanganan demonstrasi beda dengan terorisme. Penanganan demonstrasi itu persuasif edukatif," katanya di sela-sela acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejagung 2016 di Bogor, Rabu.
Hal itu guna menanggapi kelompok Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) akan melakukan aksi damai di Jakarta pada 2 Desember 2016.
Namun, kata dia, aparat keamanan akan mengambil langkah lebih keras atau lebih tegas jika aksi demonstrasi itu berlebihan.
Terkait adanya tindakan makar yang menunggangi aksi unjuk rasa damai itu, Wiranto mengatakan benar atau tidaknya hal itu ditunggu saja.
"Tidak usahlah makar itu, kita harapkan tidak terjadi. Makar kan buruk, Anda (wartawan) bisa menjawab bahwa itu hal yang buruk," katanya.
Sebelumnya, Wiranto mengimbau warga agar mengedepankan demonstrasi bermartabat menjaga warisan pendahulu tentang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Tadi saya sampaikan bahwa elite politik kita sama sama menjaga warisan ini. Warisan negeri ini apakah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), UUD (Undang-undang Dasar), Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, itu warisan. Pendahulu kita dulu membangun kan tak asal asalan," kata Wiranto.
Dia mengatakan setiap warga harus menjaga warisan para pahlawan yang rela berkorban untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Untuk itu, masyarakat diharapkan melakukan unjuk rasa dengan tertib.
"Masa kita menjaga saja tak bisa, tak seberat yang dilakukan pendahulu kita. Malu kita sebagai bangsa kalau tak bisa menjaga itu," katanya.
Wiranto berharap warga melakukan unjuk rasa yang tidak mengganggu ketertiban nasional.
"Kita mengharapkan dan ajak mendorong agar aktivitas demo tetap dalam koridor hukum, demo damai, indah, bermartabat bisa ditonton bukan demo yang menakutkan," ujarnya.
Dia mengatakan demo yang damai dapat menjadi suatu budaya bagi masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mempersilakan kelompok Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) untuk melakukan aksi damai di Jakarta pada 2 Desember 2016.
"Demonstrasi adalah penyampaian pendapat di muka umum. Itu merupakan hak konstitusi warga. Silakan saja. Asal damai dan tidak mengganggu ketertiban umum," kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Namun dia menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan dalam aksi demonstrasi di antaranya melakukan aksi yang mengganggu kepentingan umum dengan menggelar aksi di jalan protokol.