Kupang (AntaraNews NTT) - Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Benny K Harman mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menindak tegas pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang melakukan politik uang serta mempolitisasi suku agama dan ras (SARA).
"Kami dari paket Harmoni mengimbau agar jika ada yang ditemukan melakukan Politik uang dan politisasi SARA segera ditindak," kata Benny di hadapan peserta Deklarasi Tolak dan Lawan Politik Uang dan Politisasi SARA di Kupang, Rabu, (14/2).
Deklarasi yang digelar oleh Bawaslu NTT itu tidak hanya menghadirkan Beny K Harman dan pasangannya Benny Litelnoni, namun juga pasangan Viktor Laiskodat-Josef Nai Soi serta Esthon-Chris Rotok serta calon wakil gubernur Emilia Nomleni.
Benny mengatakan bahwa dirinya dan pasangannya sudah pasti akan menghindari politik uang apalagi melakukan politisasi SARA. "Nomor tiga siap menghindari politik uang dan SARA. Kami siap dihukum jika terbukti menerapkan hal ini," ujarnya.
Sementara itu, pasangan calon gubernur Esthon Foenay-Chris Rotok juga mengatakan bahwa deklarasi yang digelar oleh Bawaslu NTT merupakan hal positif guna mencegah para calon kepala daerah melakukan politik uang, khususnya bagi para pendukung serta tim suksesnya.
"Kami justru sangat mendukung hal ini. Kami minta agar para pelakunya ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga memberikan efek jera bagi yang lain," tuturnya.
Tak hanya dua pasangan itu. Pasangan yang lain seperti Viktor Laiskodat-Josef serta calon wakil gubernur Emilia Nomleni juga mengharapkan yang sama.
Dalam kesempatan tersebut empat pasangan itu juga bersama-sama membacakan isi deklarasi guna Pilkada Damai di provinsi berbasis kepulauan itu.
Berikut isi deklarasi tersebut, mengawal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota dari politik uang dan politisasi SARA karena hal tersebut merupakan ancaman bagi demokrasi dan kelautan rakyat.
Kemudian juga tidak menggunakan politik uang dan SARA sebagai cara mempengaruhi pilihan pemilih karena dapat mencederai integritas penyelenggaraan pilkada. Mengajak pemilih untuk menentukan pilihannya secara cerdas berdasarkan visi, misi dan program kerja, bukan karena politik uang dan SARA.
Terakhir adalah mendukung pengawasan dan penanganan pelanggaran terhadap politik uang dan politisasi SARA yang dilakukan oleh pengawas pemilu.
"Kami dari paket Harmoni mengimbau agar jika ada yang ditemukan melakukan Politik uang dan politisasi SARA segera ditindak," kata Benny di hadapan peserta Deklarasi Tolak dan Lawan Politik Uang dan Politisasi SARA di Kupang, Rabu, (14/2).
Deklarasi yang digelar oleh Bawaslu NTT itu tidak hanya menghadirkan Beny K Harman dan pasangannya Benny Litelnoni, namun juga pasangan Viktor Laiskodat-Josef Nai Soi serta Esthon-Chris Rotok serta calon wakil gubernur Emilia Nomleni.
Benny mengatakan bahwa dirinya dan pasangannya sudah pasti akan menghindari politik uang apalagi melakukan politisasi SARA. "Nomor tiga siap menghindari politik uang dan SARA. Kami siap dihukum jika terbukti menerapkan hal ini," ujarnya.
Sementara itu, pasangan calon gubernur Esthon Foenay-Chris Rotok juga mengatakan bahwa deklarasi yang digelar oleh Bawaslu NTT merupakan hal positif guna mencegah para calon kepala daerah melakukan politik uang, khususnya bagi para pendukung serta tim suksesnya.
"Kami justru sangat mendukung hal ini. Kami minta agar para pelakunya ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga memberikan efek jera bagi yang lain," tuturnya.
Tak hanya dua pasangan itu. Pasangan yang lain seperti Viktor Laiskodat-Josef serta calon wakil gubernur Emilia Nomleni juga mengharapkan yang sama.
Dalam kesempatan tersebut empat pasangan itu juga bersama-sama membacakan isi deklarasi guna Pilkada Damai di provinsi berbasis kepulauan itu.
Berikut isi deklarasi tersebut, mengawal pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota dari politik uang dan politisasi SARA karena hal tersebut merupakan ancaman bagi demokrasi dan kelautan rakyat.
Kemudian juga tidak menggunakan politik uang dan SARA sebagai cara mempengaruhi pilihan pemilih karena dapat mencederai integritas penyelenggaraan pilkada. Mengajak pemilih untuk menentukan pilihannya secara cerdas berdasarkan visi, misi dan program kerja, bukan karena politik uang dan SARA.
Terakhir adalah mendukung pengawasan dan penanganan pelanggaran terhadap politik uang dan politisasi SARA yang dilakukan oleh pengawas pemilu.