Kabul (ANTARA) - Sedikitnya tiga orang tewas dalam aksi protes anti Taliban di Kota Jalalabad, Afghanistan pada Rabu (18/8), kata sejumlah saksi
Dua saksi dan seorang mantan polisi mengatakan para anggota Taliban mengeluarkan tembakan ketika warga berusaha memasang bendera Afghanistan di sebuah lapangan.
Akibatnya, tiga orang tewas dan belasan orang terluka.
Juru bicara Taliban belum bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya.
Peristiwa itu terjadi setelah Taliban mengambil alih kekuasaan dan negara-negara Barat bergegas mengevakuasi warga mereka dari bandara Kabul yang kacau.
Ribuan orang berusaha meninggalkan negara itu karena takut dengan kembalinya hukum dan aturan keras seperti yang pernah diberlakukan Taliban saat kelompok itu dulu berkuasa.
Pemerintah baru yang akan menggantikan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani, yang mengasingkan diri ke Uni Emirat Arab, kemungkinan akan berbentuk dewan penguasa yang diketuai pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada, kata anggota senior kelompok itu.
Namun, Afghanistan tak akan menjadi negara demokrasi. "Hukum syariah dan hanya itu," kata Waheedullah Hashimi, komandan senior Taliban, tentang aturan yang akan diterapkan.
Hashimi mengatakan peran kaum perempuan, termasuk hak mereka untuk bekerja dan belajar, dan bagaimana mereka seharusnya berpakaian, akan diputuskan oleh sebuah dewan pakar.
Baca juga: Kemenlu sebut Presiden Afghanistan Ghani dan keluarga berada di UAE
"Mereka akan memutuskan apakah perempuan sebaiknya memakai hijab, burkak, atau hanya kerudung plus abaya atau lainnya, atau tidak. Itu terserah mereka (dewan)," kata dia.
Baca juga: Taliban bunuh manajer radio Afghanistan dan culik wartawan
Di bawah kekuasaan Taliban pada 1996-2001, perempuan dilarang bekerja dan diharuskan mengenakan burkak ketika keluar rumah, sementara anak-anak perempuan tidak dibolehkan pergi ke sekolah. (Antara/Reuters)
Dua saksi dan seorang mantan polisi mengatakan para anggota Taliban mengeluarkan tembakan ketika warga berusaha memasang bendera Afghanistan di sebuah lapangan.
Akibatnya, tiga orang tewas dan belasan orang terluka.
Juru bicara Taliban belum bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya.
Peristiwa itu terjadi setelah Taliban mengambil alih kekuasaan dan negara-negara Barat bergegas mengevakuasi warga mereka dari bandara Kabul yang kacau.
Ribuan orang berusaha meninggalkan negara itu karena takut dengan kembalinya hukum dan aturan keras seperti yang pernah diberlakukan Taliban saat kelompok itu dulu berkuasa.
Pemerintah baru yang akan menggantikan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani, yang mengasingkan diri ke Uni Emirat Arab, kemungkinan akan berbentuk dewan penguasa yang diketuai pemimpin tertinggi Taliban Haibatullah Akhundzada, kata anggota senior kelompok itu.
Namun, Afghanistan tak akan menjadi negara demokrasi. "Hukum syariah dan hanya itu," kata Waheedullah Hashimi, komandan senior Taliban, tentang aturan yang akan diterapkan.
Hashimi mengatakan peran kaum perempuan, termasuk hak mereka untuk bekerja dan belajar, dan bagaimana mereka seharusnya berpakaian, akan diputuskan oleh sebuah dewan pakar.
Baca juga: Kemenlu sebut Presiden Afghanistan Ghani dan keluarga berada di UAE
"Mereka akan memutuskan apakah perempuan sebaiknya memakai hijab, burkak, atau hanya kerudung plus abaya atau lainnya, atau tidak. Itu terserah mereka (dewan)," kata dia.
Baca juga: Taliban bunuh manajer radio Afghanistan dan culik wartawan
Di bawah kekuasaan Taliban pada 1996-2001, perempuan dilarang bekerja dan diharuskan mengenakan burkak ketika keluar rumah, sementara anak-anak perempuan tidak dibolehkan pergi ke sekolah. (Antara/Reuters)