Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur Darius Beda Daton mengemukakan pakaian bekas impor sepertinya dengan bebas masuk ke Nusa Tenggara Timur, padahal pemerintah sudah melarangnya.

"Kami temukan pakaian bekas impor banyak yang lolos masuk ke NTT padahal pemerintah sudah melarangnya lewat Peraturan Menteri Perdagangan No.51 Tahun 2015 dan ketentuan umum lainnya di bidang impor," kata Darius kepada Antara di Kupang, Sabtu.

Ia mengatakan, kondisi tersebut diketahui setelah berdiskusi dengan pihak Kantor Bea Cukai di Maumere, Flores dan Kupang beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pakaian bekas impor atau dikenal rombengan yang selama ini dijual di pasar-pasar di NTT merupakan pakaian yang dilarang.

Selain berpotensi menyebarkan penyakin menular, masuknya pakaian bekas impor tersebut ikut mengurangi daya saing industri pakaian dalam negeri.

"Sehingga ini menjadi pertanyaan besar, kenapa barang-barang yang sudah dilarang ini bisa lolos masuk ke Indonesia dan NTT," katanya.

Ia menjelaskan, banyak barang-barang bekas impor yang lolos masuk ke provinsi setempat karena dugaan kuat adanya pemalsuan dokumen barang dibuat seolah-olah barang lokal dan bukan impor oleh administrator pelabuhan.

Sementara itu, pihak yang mengeluarkan dokumen kapal itu dari Syahbandar dan otoritas di pelabuhan asal.

Darius mengatakan, pihak Bea Cukai tidak bisa menindak karena dokumen kapalnya berupa barang lokal, meskipun faktanya merupakan barang-barang impor.

"Pihak Bea Cukai tidak berwenang menyita dan menangkap karena mereka hanya berwenang jika pakaian impor," katanya.

Untuk itu, pihaknya terus mendukung pihak Bea Cukai menegakkan regulasi terkait barang-barang produk impor yang sudah dilarang pemerintah.

Ia mencontohkan penegakan dimaksud seperti satu kasus penangkapan pemasok barang impor di Maumere yang saat ini sedang diproses secara hukum dengan status P21.

"Intinya pakaian bekas impor yang ada di pasaran di NTT itu dilarang, sehingga instansi berwenang harus menindak tegas setiap pemasok, jangan ada main mata," katanya.

Pewarta : Aloysius Lewokeda
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024