Labuan Bajo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, mengembangkan lima desa wisata dengan konsep community based tourism atau pariwisata berbasis masyarakat.

"Dalam konsep ini masyarakat digerakkan sebagai pelaku utama dalam pembangunan pariwisata terutama pembangunan desa wisata," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Manggarai Timur Albertus Rangkak ketika dihubungi dari Labuan Bajo, Rabu (8/9).

Dia mengatakan, lima desa wisata tersebut memiliki potensi yang beragam. Pertama, Desa Wisata Colol dengan potensi agrowisata kopi dan atraksi wisata budaya. Berikutnya, Desa Wisata Golo Loni dengan wisata buatan Golo Depet, river tubing, wisata pertanian, dan pesona Danau Rana Mese.

Selanjutnya, Desa Wisata Compang Ndejing dengan potensi utama wisata pantai, aktivitas nelayan, dan aktivitas pertanian seperti pengolahan sawah secara tradisional).


Baca juga: Manggarai Timur gelar layanan vaksinasi untuk pelajar di sekolah
Baca juga: Manggarai Timur bergeser dari PPKM Level 3 ke Level 2

Ada juga Desa Wisata Bamo yang menyajikan atraksi seni budaya tarian vera, ritual adat kebhu, perkemahan di sabana Nanga Rawa, wisata pantai, dan aktivitas nelayan.

Terakhir, Desa Wisata Nanga Mbaur dengan wisata pantai, pengamatan satwa langka buaya darat (rugu) atau komodo, dan atraksi pertanian masyarakat lokal.

Albertus menilai, berbagai potensi desa wisata dapat dikembangkan dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat seperti menyiapkan paket wisata dan cinderamata yang berkolaborasi dengan pentahelix pariwisata.

Jika hal itu berjalan, ujar dia, ada percepatan pembangunan pariwisata dan ekonomi kreatif serta pariwisata berkelanjutan. Selain itu, masyarakat juga akan sangat bertanggungjawab dalam pembangunan. Dampak dari peningkatan ekonomi di desa wisata bisa dirasakan langsung oleh masyarakat di desa wisata.

Guna pengembangan lima desa wisata tersebut, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur melakukan upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia secara bertahap dan berkelanjutan, antara lain melalui pelatihan pengelolaan desa wisata, pengelolaan homestay, digitalisasi branding, pemasaran dan pelatihan memandu.

Albertus mengakui bahwa tantangan terbesar pengembangan pariwisata adalah kesadaran masyarakat lokal itu sendiri. Dia melihat masyarakat belum menyadari pariwisata sebagai sumber mata pencaharian yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lokal serta pemicu tumbuh dan berkembangnya pusat pertumbuhan ekonomi baru.

Namun, lanjutnya, pemerintah akan terus berupaya secara bertahap dan berkelanjutan melakukan sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan bagi masyarakat.
 

Pewarta : Fransiska Mariana Nuka
Editor : Kornelis Aloysius Ileama Kaha
Copyright © ANTARA 2024