Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi berpendapat untuk mendapatkan seorang kepala daerah yang bersih harus dimulai dari sistem seleksi yang dibangun secara baik dan benar oleh partai politik. Bupati Ngada Marianus Sae (mengenakan rompi KPK) yang juga calon Gubernur NTT periode 2018-2023 jadi tersangka KPK atas dugaan menerima suap dari pengusaha. (ANTARA Foto/Aprillio Akbar)
"Praktik politik ekonomi biaya tinggi justru dimulai dari partai politik sehingga mencari kepala daerah yang bersih, harus dimulai dari sistem yang bersih pula," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin (19/3).

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan bagaimana mencari calon kepala daerah yang bersih.

"Hal pertama adalah di tengah maraknya kasus OTT yang menimpa kepala daerah, memberi indikasi bahwa Indonesia gagal membangun good governance. Korupsi bukan lagi fenomena kasuistis akan tetapi sudah tersistem," katanya.

Karena itu, dia mengharapkan kepala daerah yang bersih harus dimulai dari sistem seleksi atau rekrutmen yang bersih dari partai politik. "Karena praktik politik ekonomi biaya tinggi justru dimulai dari partai politik," katanya.

Menurut dia, maraknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi apalagi menjelang pilkada, kuat dugaan karena sebagai calon tentu membutuhkan finansial untuk kepentingan biaya pilkada.

Di sini, kata dia, terbuka ruang terjadinya transaksi antara kepala daerah yang sedang menjabat dengan pihak ketiga, seperti yang terjadi dalam beberapa kasus.

Fenomena transaksi antara kepala daerah dan pihak ketiga ini bukan hal baru, namun sudah terjadi sejak diberlakukan pemilihan kepala daerah secara langsung pada tahun 2005.

Mengenai operasi tangkap tangan, dia mengatakan, menarik karena terjadi pada saat situasi politik pilkada sedang bergulir dan banyak kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kenyataan ini menurut saya bukan suatu kebetulan, namun sudah menjadi target KPK. Artinya, KPK telah memiliki petunjuk awal terhadap oknum kepala daerah sehingga ketika terkena OTT bersamaan dengan momentum pilkada bukanlah sebuah peristiwa rekayasa," katanya.

Mantan Pembantu Rektor I UMK itu menekankan bahwa antara politik dan hukum adalah dua hal yang berbeda. Proses politik tidak menggugurkan proses hukum, namun proses hukum dapat menggugurkan proses politik manakala telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Dalam hubungan dengan itu, kata Ahmad Atang, maka tidak perlu ada regulasi yang mengatur tentang calon kepala daerah yang terjerat kasus hukum,  namun yang perlu diperbaiki adalah proses rekruitmen yang dimulai dari pintu partai politik.

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024