New York (ANTARA) - Harga minyak menguat pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu, 16/10 pagi WIB), menyentuh level tertinggi tiga tahun di atas 85 dolar AS per barel, didorong oleh perkiraan defisit pasokan dalam beberapa bulan ke depan karena pelonggaran pembatasan perjalanan terkait virus corona memicu permintaan.

Minyak mentah berjangka Brent bertambah 86 sen atau 1,0 persen menjadi ditutup di 84,86 dolar AS per barel. Harga bulan depan, yang menyentuh level tertinggi sejak Oktober 2018 di 85,10 dolar AS, mencatat kenaikan mingguan 3,0 persen, kenaikan mingguan keenam berturut-turut.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 97 sen atau 1,2 persen, menjadi ditutup di 82,28 dolar AS per barel. WTI melonjak 3,5 persen untuk minggu ini dan merupakan kenaikan mingguan kedelapan berturut-turut.

Permintaan minyak telah meningkat seiring dengan pemulihan dari pandemi COVID-19, dengan dorongan lebih lanjut dari pembangkit listrik yang telah beralih dari gas dan batu bara yang mahal ke bahan bakar minyak dan solar.

Gedung Putih mengatakan akan mencabut pembatasan perjalanan COVID-19 untuk warga negara asing yang divaksinasi penuh efektif 8 November, yang akan meningkatkan permintaan bahan bakar jet.

Sementara itu, penurunan tajam stok minyak di Amerika Serikat dan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) diperkirakan akan membuat pasokan global tetap ketat.

"Dibutuhkan tiga peristiwa untuk menggagalkan reli harga minyak ini: OPEC+ secara tak terduga meningkatkan produksi, cuaca hangat melanda Belahan Bumi Utara, dan jika pemerintahan Biden memanfaatkan cadangan minyak strategis," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Perusahaan energi AS minggu ini menambahkan rig minyak dan gas alam selama enam minggu berturut-turut karena melonjaknya harga minyak mentah mendorong pengebor untuk kembali ke sumur.

Jumlah rig minyak dan gas AS, indikator awal produksi masa depan, naik 10 menjadi 543 rig dalam seminggu hingga 15 Oktober, tertinggi sejak April 2020, perusahaan jasa energi Baker Hughes Co mengatakan dalam laporannya yang dipantau cermat pada Jumat (15/10/2021)

Badan Energi Internasional (IEA) pada Kamis (14/10/2021) mengatakan krisis energi diperkirakan akan meningkatkan permintaan minyak sebesar 500.000 barel per hari (bph).

Itu akan menghasilkan kesenjangan pasokan sekitar 700.000 barel per hari hingga akhir tahun ini, sampai Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama disebut OPEC+, menambahkan lebih banyak pasokan, seperti yang direncanakan pada Januari.

Baca juga: Emas jatuh 29,6 dolar, terseret kenaikan penjualan ritel

Baca juga: Harga minyak terdongkrak, setelah Arab Saudi abaikan kekhawatiran pasokan
 

Pewarta : Apep Suhendar
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024