Kupang (AntaraNews NTT) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2017 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Pencapaian ini merupakan ketiga kalinya secara berturut-turut dari tahun anggaran 2015 sampai dengan 2017," kata anggota VII BPK Eddy Mulyadi Soepardi kepada wartawan di Kupang, Selasa (22/5), setelah menyerahkan LHP atas LKPD Prorvinsi NTT Tahun Anggaran 2017 dalam Sidang Paripurna DPRD NTT.
Namun ia menyatakan BPK masih memberikan sejumlah permasalahan yang perlu perhatian yaitu pengendalian dan penatausahaan aset tetap yang belum memadai.
Termasuk belum selesainya proses validasi serah terima aset dari pemerintah kabupaten/kota sebagai dampak penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan perubahannya.
Baca juga: Dewan Awasi Pelaksanaan Rekomendasi Temuan BPK
"Ada regulasi yang mengharuskan kabupaten/kota menyerahkan aset sekolah tingkat menengah atas,ke pemerintah provinsi, itu kan perlu waktu. Permasalahan di dalam LKPD masih dapat ditoleransi sepanjang tidak mengganggu materialitas," katanya.
"Jadi ada batas ukuran atau toleransinya berapa banyak permasalahannya, tapi kalau belum mencapai batas materialitas maka itu sah-sah saja," katanya dan menambahkan BPK juga menemukan beberapa permasalahan pengelolaan dana BOS satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan khusus di provinsi setempat belum memadai.
Selain itu, lanjut Eddy Mulyadi, penyaluran belanja bagi hasil pajak provinsi tahun anggaran 2017 juga belum memadai. Serta terdapat kelebihan pembayaran atas kekurangan pekerjaan dan kekurangan penetapan denda keterlambatan.
Menurutnya, pengelolaan keuangan seluruh pemerintah daerah saat ini sudah jauh lebih bagus karena berupaya untuk lebih akuntabel dan transparan termasuk di NTT.
Baca juga: NTT Dapat Opini WTP dari BPK
"Pencapaian ini merupakan ketiga kalinya secara berturut-turut dari tahun anggaran 2015 sampai dengan 2017," kata anggota VII BPK Eddy Mulyadi Soepardi kepada wartawan di Kupang, Selasa (22/5), setelah menyerahkan LHP atas LKPD Prorvinsi NTT Tahun Anggaran 2017 dalam Sidang Paripurna DPRD NTT.
Namun ia menyatakan BPK masih memberikan sejumlah permasalahan yang perlu perhatian yaitu pengendalian dan penatausahaan aset tetap yang belum memadai.
Termasuk belum selesainya proses validasi serah terima aset dari pemerintah kabupaten/kota sebagai dampak penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan perubahannya.
Baca juga: Dewan Awasi Pelaksanaan Rekomendasi Temuan BPK
"Ada regulasi yang mengharuskan kabupaten/kota menyerahkan aset sekolah tingkat menengah atas,ke pemerintah provinsi, itu kan perlu waktu. Permasalahan di dalam LKPD masih dapat ditoleransi sepanjang tidak mengganggu materialitas," katanya.
"Jadi ada batas ukuran atau toleransinya berapa banyak permasalahannya, tapi kalau belum mencapai batas materialitas maka itu sah-sah saja," katanya dan menambahkan BPK juga menemukan beberapa permasalahan pengelolaan dana BOS satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan khusus di provinsi setempat belum memadai.
Selain itu, lanjut Eddy Mulyadi, penyaluran belanja bagi hasil pajak provinsi tahun anggaran 2017 juga belum memadai. Serta terdapat kelebihan pembayaran atas kekurangan pekerjaan dan kekurangan penetapan denda keterlambatan.
Menurutnya, pengelolaan keuangan seluruh pemerintah daerah saat ini sudah jauh lebih bagus karena berupaya untuk lebih akuntabel dan transparan termasuk di NTT.
Baca juga: NTT Dapat Opini WTP dari BPK