Labuan Bajo (ANTARA) - Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina mengatakan digitalisasi telah membuka banyak peluang bagi pelaku usaha terkhususnya di saat pandemi COVID-19.
"Digital adalah alat (tools) kita selama masa pandemi ini, karena semuanya Go Digital," kata Shana dalam keterangan yang diterima di Labuan Bajo, Jumat, (26/11).
Bagi Shana, konten digital yang digunakan para pengelola desa wisata nantinya tidak boleh terpaku pada penggunaan akun sosial media untuk promosi saja. Tapi, konten yang didigitalisasi tersebut harus diperkuat dengan narasi sehingga lebih menarik perhatian para calon wisatawan.
Menurut dia, digital bukan sekadar menjadikan sosial media sebagai tempat promosi, tapi bagaimana mengisi konten dalam digital untuk menarik orang untuk datang dan mengetahui aktivitas yang dilakukan di desa. Dengan demikian, membangun narasi dan cerita dari setiap atraksi yang ditawarkan adalah inti dari digitalisasi tersebut.
Hal tersebut Shana sampaikan dalam webinar yang diselenggarakan BPOLBF tentang membangun pariwisata melalui digital desa guna mendorong penguatan konten desa-desa wisata melalui digitalisasi pada Selasa.
Kepala Divisi Komunikasi Publik BPOLBF Sisilia Lenita Jemana menambahkan pengembangan digitalisasi di desa wisata butuh konsistensi, komitmen bersama, dan kolaborasi. Ketiga hal itu harus dilakukan semua unsur desa dan kolaborasi antar desa wisata. Sehingga, desa yang punya destinasi wisata dapat mempromosikan produk dari desa wisata lain yang kaya akan produk, kriya, dan oleh-oleh lokal, begitupun sebaliknya.
Dalam kesempatan webinar tersebut, hadir dua narasumber yang berbagi pengalaman terkait digitalisasi yakni akademisi dan pendiri PT Banua Wisata Lestari "Godevi" I Gede Gian Saputra serta pemilik dan manager Sun Rice Homestay Yeremias Jefrisan Aquino.
Baca juga: Badan Otorita dorong investasi berkelanjutan lewat forum investasi
Saputra menyampaikan bahwa desa wisata perlu melakukan digitalisasi karena pengguna media sosial di Indonesia saat ini telah mencapai angka ratusan juta, seperti pengguna youTube 140,8 juta, instagram 124,4 juta, dan Facebook 80 juta.
Menurutnya hampir semua orang sudah melek digital dan selalu bersinggungan dengan digital. Hal itu tentu saja menjadi bagian dari cerita pengembangan aplikasi Godevi atau Go Destination Village yang dia rintis. Aplikasi itu bertujuan memberdayakan desa wisata melalui konsep Sustainability, Empowerment, Entrepreneurship (SEE) dalam mengemas dan memasarkan paket-paket desa wisata.
Baca juga: Badan Otorita: Pengembangan pariwisata harus berbasis berkelanjutan
Senada dengan narasumber pertama, Yeremias Jefrisan Aquino juga bercerita tentang bagaimana digitalisasi sangat membantunya dalam pengembangan desa wisata di daerahnya yaitu di Bangka Kenda, Kabupaten Manggarai.
Sebelum mengenal digitalisasi, katanya, banyak spot-spot pariwisata lokal yang tidak terpublikasi dengan baik. Namun, berkat media digital, tempat wisata tersebut dapat dikenal oleh publik. Hal itu berlaku pula untuk pondok wisata (homestay) miliknya yang kebanjiran kunjungan berkat penggunaan platform digital.
"Digital adalah alat (tools) kita selama masa pandemi ini, karena semuanya Go Digital," kata Shana dalam keterangan yang diterima di Labuan Bajo, Jumat, (26/11).
Bagi Shana, konten digital yang digunakan para pengelola desa wisata nantinya tidak boleh terpaku pada penggunaan akun sosial media untuk promosi saja. Tapi, konten yang didigitalisasi tersebut harus diperkuat dengan narasi sehingga lebih menarik perhatian para calon wisatawan.
Menurut dia, digital bukan sekadar menjadikan sosial media sebagai tempat promosi, tapi bagaimana mengisi konten dalam digital untuk menarik orang untuk datang dan mengetahui aktivitas yang dilakukan di desa. Dengan demikian, membangun narasi dan cerita dari setiap atraksi yang ditawarkan adalah inti dari digitalisasi tersebut.
Hal tersebut Shana sampaikan dalam webinar yang diselenggarakan BPOLBF tentang membangun pariwisata melalui digital desa guna mendorong penguatan konten desa-desa wisata melalui digitalisasi pada Selasa.
Kepala Divisi Komunikasi Publik BPOLBF Sisilia Lenita Jemana menambahkan pengembangan digitalisasi di desa wisata butuh konsistensi, komitmen bersama, dan kolaborasi. Ketiga hal itu harus dilakukan semua unsur desa dan kolaborasi antar desa wisata. Sehingga, desa yang punya destinasi wisata dapat mempromosikan produk dari desa wisata lain yang kaya akan produk, kriya, dan oleh-oleh lokal, begitupun sebaliknya.
Dalam kesempatan webinar tersebut, hadir dua narasumber yang berbagi pengalaman terkait digitalisasi yakni akademisi dan pendiri PT Banua Wisata Lestari "Godevi" I Gede Gian Saputra serta pemilik dan manager Sun Rice Homestay Yeremias Jefrisan Aquino.
Baca juga: Badan Otorita dorong investasi berkelanjutan lewat forum investasi
Saputra menyampaikan bahwa desa wisata perlu melakukan digitalisasi karena pengguna media sosial di Indonesia saat ini telah mencapai angka ratusan juta, seperti pengguna youTube 140,8 juta, instagram 124,4 juta, dan Facebook 80 juta.
Menurutnya hampir semua orang sudah melek digital dan selalu bersinggungan dengan digital. Hal itu tentu saja menjadi bagian dari cerita pengembangan aplikasi Godevi atau Go Destination Village yang dia rintis. Aplikasi itu bertujuan memberdayakan desa wisata melalui konsep Sustainability, Empowerment, Entrepreneurship (SEE) dalam mengemas dan memasarkan paket-paket desa wisata.
Baca juga: Badan Otorita: Pengembangan pariwisata harus berbasis berkelanjutan
Senada dengan narasumber pertama, Yeremias Jefrisan Aquino juga bercerita tentang bagaimana digitalisasi sangat membantunya dalam pengembangan desa wisata di daerahnya yaitu di Bangka Kenda, Kabupaten Manggarai.
Sebelum mengenal digitalisasi, katanya, banyak spot-spot pariwisata lokal yang tidak terpublikasi dengan baik. Namun, berkat media digital, tempat wisata tersebut dapat dikenal oleh publik. Hal itu berlaku pula untuk pondok wisata (homestay) miliknya yang kebanjiran kunjungan berkat penggunaan platform digital.