Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok mengatakan masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) sangat kompleks dan upaya penyelesaiannya tidak semudah orang membalikan telapak tangan.
"Pemerintah memahami sikap DPRD NTT, tetapi harus diketahui bahwa masalah TKI sangat kompleks dan tidak mudah untuk menyelesaikannya," kata Bruno Kupok kepada Antara di Kupang, Selasa (5/6) terkait sorotan DPRD NTT tentang praktik perdagangan manusia (human trafficking).
DPRD NTT menyoroti masalah perdagangan manusia (human trafficking) di NTT yang sampai saat ini masih menjadi persoalan, karena masih lemahnya pelaksanaan fungsi-fungsi koordinasi, pengendalian, pengawasan dan evaluasi.
Juru Bicara Fraksi Partai Golkar DPRD NTT, Gabriel Manek mengatakan, sebenarnya pemerintah daerah telah berhasil menetapkan beberapa peraturan daerah sebagai payung hukum dalam rangka melayani, mencegah dan mengatasi masalah TKI.
"Namun pelaksanaannya sangat lemah bahkan tidak berjalan, termasuk Perda No 7 tahun 2017 tentang perlindungan dan pelayanan TKI," kata mantan Bupati Timor Tengah Utara (TTU) itu.
Dijelaskan, dalam kondisi tersebut, dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk membangun persengkokolan jahat dan mengeksploitasi para TKI asal NTT.
Baca juga: Artikel - Upaya memutihkan status TKI ilegal di Malaysia
TKI yang siap dideportase pemerintah Malaysia
"Mereka itulah yang menempuh jalur-jalur ilegal dengan menggunakan calo untuk memperoleh keuntungan. Kita harapkan pecegahan dan penanganan kasus ini dilakukan secara lintas sektoral," kata Gabriel Manek.
Bruno Kupok mengatakan, persoalan TKI tidak bisa hanya dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi NTT saja, karena ada tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten.
Pemerintah provinsi, kata dia, hanya berperan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota dan itu telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir ini.
Selain koordinasi, pemerintah NTT juga mengambil langkah penanganan di lapangan, seperti membentuk Satgas Penanganan TKI ilegal yang ditugaskan di bandara maupun pelabuhan laut untuk mencegah keluarnya TKI ilegal.
Selain itu, Pemerintah NTT menandatangani kesepakatan dengan pemerintah kabupaten untuk melakukan pencegahan mulai dari daerah, serta berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan DPR-RI untuk memperjuangkan pembangunan Balai Latihan Tenaga Kerja di NTT.
Artinya, Pemerintah NTT tidak berpangku tangan tetapi sudah melakukan berbagai upaya, dalam kerangka penyelesaian masalah TKI ilegal dari daerah ini, kata Bruno Kupok.
Baca juga: TKI legal asal NTT berjumlah 4.000 orang
TKW asal NTT di sebuah penampungan sosial di Jakarta
"Pemerintah memahami sikap DPRD NTT, tetapi harus diketahui bahwa masalah TKI sangat kompleks dan tidak mudah untuk menyelesaikannya," kata Bruno Kupok kepada Antara di Kupang, Selasa (5/6) terkait sorotan DPRD NTT tentang praktik perdagangan manusia (human trafficking).
DPRD NTT menyoroti masalah perdagangan manusia (human trafficking) di NTT yang sampai saat ini masih menjadi persoalan, karena masih lemahnya pelaksanaan fungsi-fungsi koordinasi, pengendalian, pengawasan dan evaluasi.
Juru Bicara Fraksi Partai Golkar DPRD NTT, Gabriel Manek mengatakan, sebenarnya pemerintah daerah telah berhasil menetapkan beberapa peraturan daerah sebagai payung hukum dalam rangka melayani, mencegah dan mengatasi masalah TKI.
"Namun pelaksanaannya sangat lemah bahkan tidak berjalan, termasuk Perda No 7 tahun 2017 tentang perlindungan dan pelayanan TKI," kata mantan Bupati Timor Tengah Utara (TTU) itu.
Dijelaskan, dalam kondisi tersebut, dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk membangun persengkokolan jahat dan mengeksploitasi para TKI asal NTT.
Baca juga: Artikel - Upaya memutihkan status TKI ilegal di Malaysia
Bruno Kupok mengatakan, persoalan TKI tidak bisa hanya dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi NTT saja, karena ada tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten.
Pemerintah provinsi, kata dia, hanya berperan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota dan itu telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir ini.
Selain koordinasi, pemerintah NTT juga mengambil langkah penanganan di lapangan, seperti membentuk Satgas Penanganan TKI ilegal yang ditugaskan di bandara maupun pelabuhan laut untuk mencegah keluarnya TKI ilegal.
Selain itu, Pemerintah NTT menandatangani kesepakatan dengan pemerintah kabupaten untuk melakukan pencegahan mulai dari daerah, serta berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan DPR-RI untuk memperjuangkan pembangunan Balai Latihan Tenaga Kerja di NTT.
Artinya, Pemerintah NTT tidak berpangku tangan tetapi sudah melakukan berbagai upaya, dalam kerangka penyelesaian masalah TKI ilegal dari daerah ini, kata Bruno Kupok.
Baca juga: TKI legal asal NTT berjumlah 4.000 orang