Jakarta (ANTARA) - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) terkoreksi menjelang akhir pekan mengikuti pelemahan indeks saham utama di Wall Street.
IHSG dibuka melemah 4,71 poin atau 0,07 persen ke posisi 6.653,65. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,47 poin atau 0,15 persen ke posisi 949,12.
"Dibayangi pelemahan indeks-indeks Wall Street, IHSG diperkirakan kembali bergerak sideway dalam rentang support-resistance 6.620-6.680 pada Jumat ini," kata Kepala Riset Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan dalam kajiannya di Jakarta, Jumat, (14/1).
Sejumlah data ekonomi dijadwalkan rilis akhir pekan ini. Pertumbuhan nilai ekspor dan impor Tiongkok diperkirakan melambat dari 22 persen (yoy) dan 31,7 persen (yoy) pada November 2021 menjadi 26,3 persen (yoy) dan 20 persen (yoy) pada Desember 2021.
Sebelumnya, Tiongkok mencatatkan penurunan inflasi dari 2,3 persen (yoy) pada November 2021 ke 1,5 persen pada Desember 2021 dan penurunan Producer Price Index dari 12,9 persen (yoy) pada November ke 10,3 persen (yoy) pada Desember. Padahal, Tiongkok mencatatkan kenaikan indeks manufaktur (NBS) ke 50,3 pada Desember 2021.
Hal tersebut mendukung keyakinan Gubernur The Fed Jerome Powell bahwa inflasi pada 2022 diperkirakan melandai seiring normalisasi rantai pasok global.
Sementara itu, indeks-indeks Wall Street melemah pada perdagangan Kamis (13/1) kemarin. Nasdaq mengakhiri rebound tiga hari berturut-turut. Pelemahan itu dipicu oleh rilis data inflasi di AS yang mencapai 7 persen (yoy) pada Desember 2021 atau level tertinggi sejak 1982.
Hal tersebut kembali mengingatkan pasar mengenai rencana pengetatan kebijakan moneter, seperti kenaikan suku bunga acuan dan pengurangan neraca keuangan yang lebih agresif oleh The Fed pada tahun ini.
Seiring peningkatan risiko ketidakpastian yang salah satunya diindikasikan dari kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun, memicu aksi jual pada saham-saham yang telah menguat signifikan, termasuk saham-saham di sektor teknologi.
Di tempat lain, bursa-bursa di Eropa berakhir datar atau terkoreksi pada perdagangan Kamis (13/1) lalu. Pelaku pasar di Eropa juga masih mencerna data inflasi di AS tersebut. Sejumlah ekonom, termasuk Gubernur The Fed meyakini bahwa inflasi akan melandai pada 2022 seiring normalisasi rantai pasok global.
Terlepas dari sentimen-sentimen tersebut, pelaku pasar menantikan rilis laporan keuangan sepanjang 2021 dari sejumlah bank besar di AS. Refinitiv memperkirakan kenaikan laba bersih sebesar 22,4 persen dari perusahaan-perusahaan di AS pada kuartal IV 2021.
Bursa saham regional Asia pagi ini antara lain indeks Nikkei melemah 551,91 poin atau 1,94 persen ke 27.937,22, indeks Hang Seng turun 155,4 poin atau 0,64 persen ke 24.274,37, dan indeks Straits Times meningkat 16,07 atau 0,49 persen ke 3.273,37.
Baca juga: IHSG menguat ikuti kenaikan indeks saham di Wall Street, AS
Baca juga: IHSG diprediksi menguat mengikuti kenaikan bursa global
IHSG dibuka melemah 4,71 poin atau 0,07 persen ke posisi 6.653,65. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,47 poin atau 0,15 persen ke posisi 949,12.
"Dibayangi pelemahan indeks-indeks Wall Street, IHSG diperkirakan kembali bergerak sideway dalam rentang support-resistance 6.620-6.680 pada Jumat ini," kata Kepala Riset Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan dalam kajiannya di Jakarta, Jumat, (14/1).
Sejumlah data ekonomi dijadwalkan rilis akhir pekan ini. Pertumbuhan nilai ekspor dan impor Tiongkok diperkirakan melambat dari 22 persen (yoy) dan 31,7 persen (yoy) pada November 2021 menjadi 26,3 persen (yoy) dan 20 persen (yoy) pada Desember 2021.
Sebelumnya, Tiongkok mencatatkan penurunan inflasi dari 2,3 persen (yoy) pada November 2021 ke 1,5 persen pada Desember 2021 dan penurunan Producer Price Index dari 12,9 persen (yoy) pada November ke 10,3 persen (yoy) pada Desember. Padahal, Tiongkok mencatatkan kenaikan indeks manufaktur (NBS) ke 50,3 pada Desember 2021.
Hal tersebut mendukung keyakinan Gubernur The Fed Jerome Powell bahwa inflasi pada 2022 diperkirakan melandai seiring normalisasi rantai pasok global.
Sementara itu, indeks-indeks Wall Street melemah pada perdagangan Kamis (13/1) kemarin. Nasdaq mengakhiri rebound tiga hari berturut-turut. Pelemahan itu dipicu oleh rilis data inflasi di AS yang mencapai 7 persen (yoy) pada Desember 2021 atau level tertinggi sejak 1982.
Hal tersebut kembali mengingatkan pasar mengenai rencana pengetatan kebijakan moneter, seperti kenaikan suku bunga acuan dan pengurangan neraca keuangan yang lebih agresif oleh The Fed pada tahun ini.
Seiring peningkatan risiko ketidakpastian yang salah satunya diindikasikan dari kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun, memicu aksi jual pada saham-saham yang telah menguat signifikan, termasuk saham-saham di sektor teknologi.
Di tempat lain, bursa-bursa di Eropa berakhir datar atau terkoreksi pada perdagangan Kamis (13/1) lalu. Pelaku pasar di Eropa juga masih mencerna data inflasi di AS tersebut. Sejumlah ekonom, termasuk Gubernur The Fed meyakini bahwa inflasi akan melandai pada 2022 seiring normalisasi rantai pasok global.
Terlepas dari sentimen-sentimen tersebut, pelaku pasar menantikan rilis laporan keuangan sepanjang 2021 dari sejumlah bank besar di AS. Refinitiv memperkirakan kenaikan laba bersih sebesar 22,4 persen dari perusahaan-perusahaan di AS pada kuartal IV 2021.
Bursa saham regional Asia pagi ini antara lain indeks Nikkei melemah 551,91 poin atau 1,94 persen ke 27.937,22, indeks Hang Seng turun 155,4 poin atau 0,64 persen ke 24.274,37, dan indeks Straits Times meningkat 16,07 atau 0,49 persen ke 3.273,37.
Baca juga: IHSG menguat ikuti kenaikan indeks saham di Wall Street, AS
Baca juga: IHSG diprediksi menguat mengikuti kenaikan bursa global