Labuan Bajo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menjelaskan beberapa fakta terkait dengan proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang kepada perwakilan warga setempat.
"Fakta di lapangan bahwa penggunaan energi panas bumi merupakan sumber energi yang paling ramah lingkungan, di mana pengeboran panas bumi dilakukan pada kedalaman 1.500-2.500 meter dan akan terbarukan secara alami," kata Wakil Bupati Manggarai Yulianus Weng saat menerima perwakilan warga Wae Sano dan anggota PMKRI Cabang Ruteng di Ruang Rapat Bupati Manggarai Barat di Labuan Bajo, Rabu, (2/2).
Ia menyampaikan hal itu setelah unjuk rasa warga Wae Sano dan PMKRI Cabang Ruteng menolak proyek pembangunan geothermal di daerah tersebut.
Beberapa hal dia jelaskan, di antaranya sumber daya panas bumi itu merupakan cadangan air yang cukup tinggi untuk menjaga kestabilan air untuk pembangkit listrik. Oleh karena itu, hutan sebagai resapan akan menjadi hal utama yang pasti dijaga kelestariannya, termasuk menjaga kandungan air tanah.
Saat pembersihan dan penyiapan lahan, akan diambil langkah-langkah untuk mencegah erosi dan tanah longsor. Pada daerah curam akan dibangun pula dinding penahan tanah (beronjong) yang bisa ditanami tanaman penahan erosi. Jika kegiatan telah selesai, dilakukan rehabilitasi atau penanaman kembali tanaman vegetasi lokal.
Sekretaris Daerah Manggarai Barat Fransiskus Sales Sodo menjelaskan tentang beberapa pertimbangan substansi dari Kementerian Keuangan yang merupakan lembaga khusus membawahi PT Geo Dipa Energi.
Ia menyebut seluruh rangkaian prosedur dilakukan dengan cermat dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Dia mengaku memimpin tim konsultasi publik di empat dusun di lokasi proyek tersebut.
Dia mengakui ada perbedaan pendapat terkait dengan proyek tersebut.
Namun, dia menegaskan pemerintah daerah tentunya mendukung sikap pemerintah pusat karena proyek pembangunan geothermal tersebut upaya menyejahterakan masyarakat dan mempertimbangkan secara rasional ruang hidup masyarakat.
Sebagai arahan ke depan, PT Geo Dipa Energi telah melaporkan seluruh kegiatan konsultasi publik ke pemerintah pusat agar sesuai mekanisme yang akan dinilai Bank Dunia.
"Kami cukup terbuka. Bahkan sebelum sosialisasi di Wae Sano, seluruh masyarakat diundang hadir, tujuh hari sebelum kegiatan dengan membagi semua dokumen konsultasi publik untuk dibacakan. Ini bagian dari keterbukaan pemerintah untuk sama-sama berdiskusi mencari jalan keluar terbaik," katanya.
Warga Wae Sano dan anggota PMKRI Cabang Ruteng unjuk rasa di depan Kantor Bupati Manggarai Barat meminta penghentian proses proyek tambang panas bumi Wae Sano.
Ketua PMKRI Ruteng Nardi Nandeng menegaskan penolakan PMKRI Cabang Ruteng karena proyek tersebut dinilai mengganggu ruang lingkup hidup masyarakat, di antaranya titik pengeboran berada dekat rumah warga, kuburan, sarana pendidikan, bahkan mata air.
Bersama warga Wae Sano, PMKRI mendesak Menteri ESDM melalui Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menghentikan seluruh proses ekstraksi panas bumi Wae Sano, juga WKP lain di Flores, dan mencabut seluruh izin panas bumi yang telah dikeluarkan.
Mereka juga mendesak Bank Dunia membatalkan kerja sama dan pemberian hibah kepada PT SMI (juga PT GeoDipa Energi), termasuk menghentikan seluruh proses di lapangan dalam memuluskan rencana penambangan panas bumi di Wae Sano.
Mereka juga mendesak Kantor Staf Presiden berhenti terlibat dalam urusan panas bumi di Wae Sano.
Baca juga: Warga protes pembangunan geothermal
Baca juga: Flores to have geothermal power plant in five year
"Fakta di lapangan bahwa penggunaan energi panas bumi merupakan sumber energi yang paling ramah lingkungan, di mana pengeboran panas bumi dilakukan pada kedalaman 1.500-2.500 meter dan akan terbarukan secara alami," kata Wakil Bupati Manggarai Yulianus Weng saat menerima perwakilan warga Wae Sano dan anggota PMKRI Cabang Ruteng di Ruang Rapat Bupati Manggarai Barat di Labuan Bajo, Rabu, (2/2).
Ia menyampaikan hal itu setelah unjuk rasa warga Wae Sano dan PMKRI Cabang Ruteng menolak proyek pembangunan geothermal di daerah tersebut.
Beberapa hal dia jelaskan, di antaranya sumber daya panas bumi itu merupakan cadangan air yang cukup tinggi untuk menjaga kestabilan air untuk pembangkit listrik. Oleh karena itu, hutan sebagai resapan akan menjadi hal utama yang pasti dijaga kelestariannya, termasuk menjaga kandungan air tanah.
Saat pembersihan dan penyiapan lahan, akan diambil langkah-langkah untuk mencegah erosi dan tanah longsor. Pada daerah curam akan dibangun pula dinding penahan tanah (beronjong) yang bisa ditanami tanaman penahan erosi. Jika kegiatan telah selesai, dilakukan rehabilitasi atau penanaman kembali tanaman vegetasi lokal.
Sekretaris Daerah Manggarai Barat Fransiskus Sales Sodo menjelaskan tentang beberapa pertimbangan substansi dari Kementerian Keuangan yang merupakan lembaga khusus membawahi PT Geo Dipa Energi.
Ia menyebut seluruh rangkaian prosedur dilakukan dengan cermat dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Dia mengaku memimpin tim konsultasi publik di empat dusun di lokasi proyek tersebut.
Dia mengakui ada perbedaan pendapat terkait dengan proyek tersebut.
Namun, dia menegaskan pemerintah daerah tentunya mendukung sikap pemerintah pusat karena proyek pembangunan geothermal tersebut upaya menyejahterakan masyarakat dan mempertimbangkan secara rasional ruang hidup masyarakat.
Sebagai arahan ke depan, PT Geo Dipa Energi telah melaporkan seluruh kegiatan konsultasi publik ke pemerintah pusat agar sesuai mekanisme yang akan dinilai Bank Dunia.
"Kami cukup terbuka. Bahkan sebelum sosialisasi di Wae Sano, seluruh masyarakat diundang hadir, tujuh hari sebelum kegiatan dengan membagi semua dokumen konsultasi publik untuk dibacakan. Ini bagian dari keterbukaan pemerintah untuk sama-sama berdiskusi mencari jalan keluar terbaik," katanya.
Warga Wae Sano dan anggota PMKRI Cabang Ruteng unjuk rasa di depan Kantor Bupati Manggarai Barat meminta penghentian proses proyek tambang panas bumi Wae Sano.
Ketua PMKRI Ruteng Nardi Nandeng menegaskan penolakan PMKRI Cabang Ruteng karena proyek tersebut dinilai mengganggu ruang lingkup hidup masyarakat, di antaranya titik pengeboran berada dekat rumah warga, kuburan, sarana pendidikan, bahkan mata air.
Bersama warga Wae Sano, PMKRI mendesak Menteri ESDM melalui Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menghentikan seluruh proses ekstraksi panas bumi Wae Sano, juga WKP lain di Flores, dan mencabut seluruh izin panas bumi yang telah dikeluarkan.
Mereka juga mendesak Bank Dunia membatalkan kerja sama dan pemberian hibah kepada PT SMI (juga PT GeoDipa Energi), termasuk menghentikan seluruh proses di lapangan dalam memuluskan rencana penambangan panas bumi di Wae Sano.
Mereka juga mendesak Kantor Staf Presiden berhenti terlibat dalam urusan panas bumi di Wae Sano.
Baca juga: Warga protes pembangunan geothermal
Baca juga: Flores to have geothermal power plant in five year