Kupang (Antara NTT) - PT Garam (Persero) mendata kurang lebih 13.000 hektare lahan di Nusa Tenggara Timur bisa dijadikan sebagi lokasi tambak garam mengatasi impor garam yang selama ini terjadi.
"Untuk wilayah NTT sendiri ada kurang lebih 13.000 hektare lahan untuk tambak garam, dari 8.000 hektare lahan yang ada di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang," kata Direktur PT Garam R Ahmad Budiono saat dihubungi Antara dari Kupang, Minggu.
Ia menjelaskan, 13.000 hektare lokasi tambak garam itu berada di Pulau Sabu, Nagekeo dan Ende di Pulau Flores serta Kabupaten Kupang di daratan Pulau Timor dan Pulau Rote.
Ia mengatakan NTT memang pantas dijadikan sebagai lokasi pengembangan industri garam nasional, karena potensi panasnya mencapai sembilan bulan dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Jawa yang hanya mencapai lima bulan.
"Uji coba pengembangan garam di Kabupaten Kupang sendiri memberikan hasil yang sangat memuaskan, karena dari panen perdana tersebut kita berhasil menghasilakan 300 ton," tambahnya.
Dalam beberapa waktu ke depan, kata dia, akan ada 1.200 ton lagi garam industri yang akan dipanen dari salah satu meja garam dari 395 hektare yang sedang dikembangkan di lokasi desa Bipolo.
Ia mengatakan, di Desa Bipolo itu sendiri ditargetkan pada 2019 nanti akan diperluas lagi mencapai 8.000 hektare dari saat ini yang hanya mencapai 395 hektare.
Dari 8.000 hektare tersebut, ia memprediksi bahwa PT Garam dalam setahun bisa menghasilkan satu juta ton garam.
Sementara itu, jika 13.000 hektare di NTT bisa dihasilkan semua, maka dipastikan bahwa akan ada dua juta ton garam yang akan dihasilkan dari NTT.
"Belum lagi di daerah lain seperti Pulau Jawa. Jika semuanya menghasilkan, maka saya yakin Indonesia akan menjadi negara pengekspor garam, bukan lagi negara pengimpor garam," kata Budiono.
Tahun 2017, menurutnya, menjadi salah satu targetnya agar bisa menghasilkan garam dengan jumlah yang banyak tanpa harus mengandalkan garam impor.
"Untuk wilayah NTT sendiri ada kurang lebih 13.000 hektare lahan untuk tambak garam, dari 8.000 hektare lahan yang ada di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang," kata Direktur PT Garam R Ahmad Budiono saat dihubungi Antara dari Kupang, Minggu.
Ia menjelaskan, 13.000 hektare lokasi tambak garam itu berada di Pulau Sabu, Nagekeo dan Ende di Pulau Flores serta Kabupaten Kupang di daratan Pulau Timor dan Pulau Rote.
Ia mengatakan NTT memang pantas dijadikan sebagai lokasi pengembangan industri garam nasional, karena potensi panasnya mencapai sembilan bulan dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Jawa yang hanya mencapai lima bulan.
"Uji coba pengembangan garam di Kabupaten Kupang sendiri memberikan hasil yang sangat memuaskan, karena dari panen perdana tersebut kita berhasil menghasilakan 300 ton," tambahnya.
Dalam beberapa waktu ke depan, kata dia, akan ada 1.200 ton lagi garam industri yang akan dipanen dari salah satu meja garam dari 395 hektare yang sedang dikembangkan di lokasi desa Bipolo.
Ia mengatakan, di Desa Bipolo itu sendiri ditargetkan pada 2019 nanti akan diperluas lagi mencapai 8.000 hektare dari saat ini yang hanya mencapai 395 hektare.
Dari 8.000 hektare tersebut, ia memprediksi bahwa PT Garam dalam setahun bisa menghasilkan satu juta ton garam.
Sementara itu, jika 13.000 hektare di NTT bisa dihasilkan semua, maka dipastikan bahwa akan ada dua juta ton garam yang akan dihasilkan dari NTT.
"Belum lagi di daerah lain seperti Pulau Jawa. Jika semuanya menghasilkan, maka saya yakin Indonesia akan menjadi negara pengekspor garam, bukan lagi negara pengimpor garam," kata Budiono.
Tahun 2017, menurutnya, menjadi salah satu targetnya agar bisa menghasilkan garam dengan jumlah yang banyak tanpa harus mengandalkan garam impor.