Kupang (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur Emelia Julia Nomleni meminta agar penanganan masalah stunting oleh pemerintah provinsi setempat menyentuh pada akar masalah.
"Sekarang ini penangan stunting lebih pada karitatif tiga bulan karena ada temuan kasus, tetapi harus diselesaikan pada akar masalahnya," katanya kepada wartawan di Kupang, Rabu, (27/4).
Ia mengatakan penyebab kasus stunting yang diketahui terkait terbatasnya air bersih dan asupan makanan bergizi serta edukasi yang minim bagi masyarakat terkait pola pengelolaan makanan.
Penanganan stunting, kata dia tidak bisa hanya dengan pola pemberian makanan tambahan tetapi juga ada edukasi terhadap masyarakat untuk mengelola apa yang dimiliki.
Emelia menekankan bahwa tidak usah berpikir tentang makanan tambahan yang harus didatangkan dari luar namun ada banyak potensi makanan lokal yang harus bisa dimaksimalkan.
"Jadi harus sedikit ke belakang untuk melihat apa persoalannya dan kita tahu masalahnya," katanya.
Emelia juga mendorong agar penanganan kekerdilan melibatkan berbagai elemen termasuk lembaga agama untuk mengedukasi calon-calon keluarga baru.
Terutama para perempuan harus diedukasi dengan baik karena ketika tidak mendapatkan gizi yang cukup ketika mengandung maka anak-anak akan berpotensi mengalami kekerdilan.
Baca juga: Pemprov sebut 8.000 anak masih mengalami kekerdilan di NTT
"Semua stakehodler harus ada dalam kesadaran bahwa kita bergerak bersama-sama untuk terlibat, tidak bisa parsial tetapi harus bergotong-royong sebab kalau tidak saya agak pesimis stunting bisa ditangani pemerintah sendiri," katanya.
Baca juga: Menko PMK bilang pernikahan sedarah harus dihentikan
Adapun jumlah kasus stunting anak yang dirilis Pemerintah Provinsi NTT per Desember 2021 sebanyak 80.900 orang yang tersebar di 22 kabupaten/kota se-NTT.
"Sekarang ini penangan stunting lebih pada karitatif tiga bulan karena ada temuan kasus, tetapi harus diselesaikan pada akar masalahnya," katanya kepada wartawan di Kupang, Rabu, (27/4).
Ia mengatakan penyebab kasus stunting yang diketahui terkait terbatasnya air bersih dan asupan makanan bergizi serta edukasi yang minim bagi masyarakat terkait pola pengelolaan makanan.
Penanganan stunting, kata dia tidak bisa hanya dengan pola pemberian makanan tambahan tetapi juga ada edukasi terhadap masyarakat untuk mengelola apa yang dimiliki.
Emelia menekankan bahwa tidak usah berpikir tentang makanan tambahan yang harus didatangkan dari luar namun ada banyak potensi makanan lokal yang harus bisa dimaksimalkan.
"Jadi harus sedikit ke belakang untuk melihat apa persoalannya dan kita tahu masalahnya," katanya.
Emelia juga mendorong agar penanganan kekerdilan melibatkan berbagai elemen termasuk lembaga agama untuk mengedukasi calon-calon keluarga baru.
Terutama para perempuan harus diedukasi dengan baik karena ketika tidak mendapatkan gizi yang cukup ketika mengandung maka anak-anak akan berpotensi mengalami kekerdilan.
Baca juga: Pemprov sebut 8.000 anak masih mengalami kekerdilan di NTT
"Semua stakehodler harus ada dalam kesadaran bahwa kita bergerak bersama-sama untuk terlibat, tidak bisa parsial tetapi harus bergotong-royong sebab kalau tidak saya agak pesimis stunting bisa ditangani pemerintah sendiri," katanya.
Baca juga: Menko PMK bilang pernikahan sedarah harus dihentikan
Adapun jumlah kasus stunting anak yang dirilis Pemerintah Provinsi NTT per Desember 2021 sebanyak 80.900 orang yang tersebar di 22 kabupaten/kota se-NTT.